"Ah, maaf, apa anda dari Dirgantara Trade? Wajah anda terlihat tak asing." Tanya pria itu memecah kesunyian.Â
"Betul. Saya dari Dirgantara Trade. Anda sendiri?"
"Ah saya dari SIXent corp. Di gedung paling atas." Jawab pria itu.Â
Aku mencoba berpikir ulang. SIXent. SIXent. Apa memang ada perusahaan itu di gedung ini.Â
"SIXent. Kok saya baru dengar. Setau saya perusahaan di gedung atas itu perusahaan yang bergerak di bidang komunikasi, perbankan dan juga perusahaan pendistribusian gas alam. Iya gak sih?" Aku menoleh ke arah pria itu.Â
"Emang gak ada." Pria itu tersenyum sambil memandangku intens.
Entah mengapa dadaku berdegup kencang. Ini tak biasa. Firasatku tak enak. Spontan aku dekap tas yang kubawa dan semakin merapatkan tubuhku ke sudut lain.Â
Suara gesekan bahan celana kain laki-laki itu terdengar. Dari keheningan yang tercipta ini. Pendengaranku menjadi sensitif. Pria itu melangkah ke arahku. Aku bisa melihatnya dari pantulan bayangan di dinding lift.Â
"Mundur. Jangan berpikir untuk maju selangkah lagi. Aku bisa ngelaporin kamu ke security gedung ini. Bahkan polisi. Sekarang pacarku juga masih ada di gedung ini, aku bisa menelponnya kalau kamu nekat macam-macam." Ancamku. Walau sangat takut. Aku beranikan diri meneriakinya sambil menatap nyalang ke arahnya.Â
"Aku tau. Pacarmu itu ada di gedung ini kan? Ini menjadi semakin menarik. Bau ketakutanmu bahkan tercium hingga ke atap gedung. Mari kita lihat berapa lama, kekasihmu akan datang."
"Apa?" Aku melotot keheranan. Pria itu tiba-tiba saja mencekikku. Ia mencekik leherku hingga tubuhnya melayang.Â