Lift terbuka. Aku tidak sadar sejak kapan lift ini naik ke lantai atas. Bahkan sekarang, kami sudah berada di roof top gedung ini.Â
Masih sambil mencekik leher pria aneh itu, Pak Abi mendorongnya keluar lift. Ia melihat ke arahku.Â
"Turunlah ke gedung kita. Berlindung di ruanganku. Tunggu aku datang. Mengerti!"
Aku hanya mengangguk lalu buru-buru menutup lift. Aku menekan tombol lift dengan kasar. Seolah berusaha sampai di ruangan Pak Abi secepatnya.Â
Sesampainya di gedung kantorku. Aku buru-buru memasuki ruangan Pak Abi. Aku raih gagang telepon. Berusaha menghubungi 112 untuk meminta pertolongan.Â
Ruangan Pak Abi kebetulan menghadap ke arah luar. Kita dapat melihat gedung-gedung tinggi serta jalan raya dari dinding kaca ruangan ini. Meja Pak Abi membelakangi dinding kaca itu. Aku melihat ke arah luar sambil menunggu panggilanku tersambung.Â
Berhasil. Aku tersenyum lega. Saat akan menjelaskan nama dan situasi sekarang kepada operator. Pada dinding luar aku melihat pria aneh itu yang sedang dihunus pedang tepat di jantung oleh Pak Abi yang kini berada di atas tubuhnya. Tubuh mereka betulan melesat ke bawah. Aku ikuti arah jatuh mereka dan sungguh aku tak salah lihat. Mereka jatuh dari atap gedung.Â
Sial. Sungguh malam yang sial. Aku segera berlari keluar. Meninggalkan panggilan 112. Dengan terburu-buru aku menaiki lift. Setelah sampai di lantai ground. Aku berlari secepat kilat ke luar gedung. Ke area mereka terjatuh.Â
Sesampainya di area mereka terjatuh. Tak aku temukan apapun. Aku mengelilingi area itu. Mencoba mencari keberadaan mereka. Tak ada apapun. Bahkan bekas darah pun tak terlihat.Â
Aku kebingungan. Setengah putus asa. Aku menghela nafas berat. Dimana mereka?Â
"Nona Cecille, anda sangat keras kepala ya. Bukankah saya menyuruh anda berlindung di ruangan saya hingga saya datang. Tapi anda malah disini."