Cowok itu menggeleng lunglai. Sinar di matanya meredup. Dihimpunnya alur lawas yang tersimpan di memori otaknya. Hatinya memerih. Ada seribu kenangan getir dalam lembar-lembar hitam masa remajanya. Dia ingin melupakan segalanya. Membilasnya dengan buliran waktu yang berjalan cepat.
***
"Kenapa?"
"Kegagalan itu yang menghancurkan semua semangat saya," jawab Sarwana separuh mendesis. Seolah berbicara pada dirinya sendiri.
"Gagal?" Ruki mengernyitkan dahinya. Dicondongkannya kepalanya lebih dekat, nyaris menyentuh dahi cowok yang tengah menundukkan kepalanya itu. "Gagal apa?"
"Sumimase, Ruki-chan,"Â sahutnya lemah, mengalihkan pertanyaan dari Ruki. "Tidak seharusnya pertemuan dan perkenalan kita ini diawali dengan kisah sedih begini...."
"Manusia pasti punya masalah. Kamu tidak usah ragu bakal merecoki perkenalan kita dengan tangis. Never mind. Saya rela jadi waskom curhatmu, kok," kata gadis yang bergaya funky itu. Matanya mendelik lucu.
"Hei, apa saya kelihatan cengeng begitu...."
"Habis, muka kamu memelas begitu." Ruki mencibir. "Ada apa sih sebenarnya?"
Sarwana membisu. Dadanya serasa sesak. Dihelanya udara dalam-dalam. Dibutuhkannya waktu lima detik untuk menimbang-nimbang, sebelum akhirnya menjawabi desakan pertanyaan gadis dari Negeri Sakura itu.
"Saya gagal mendapat beasiswa ke Jepang dari sekolah!"