Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Mati (5 Sunset)

29 Januari 2022   20:36 Diperbarui: 29 Januari 2022   20:49 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah pribadi dari pictsart app

Tetapi alam bawah sadarku sepertinya langsung bekerja menyadarkanku. Pesan emak seperti langsung bekerja secara otomatis dikepalaku agar aku mengambil jarak dengan Dewi. Sungguh fikiran yang cukup mengangguku.

 Seperti sebelumnya, saat aku mulai beranjak dewasa dan melanjutkan pendidikan sekolah menengah dikota. Emak pernah mengatakan kepadaku agar selalu mengerjakan ibadah wajib lima kali sehari, bersikap jujur dan selalu berbuat baik kepada orang lain adalah beberapa pesan yang masih terngiang-ngiang ditelingaku.

Tetapi pesan yang dikatakan terakhir kepadaku sebelum berangkat ke Pulau Penyu agar aku menghindari dua gadis cantik ini adalah sebuah pesan yang sangat janggal dan aneh. Seperti bukan emak yang kukenal selama ini.

Mungkin emak tidak tahu. Justru dua gadis tersebutlah yang mampu menyibak kembali naluri kelaki-lakianku yang selama ini dingin kepada lawan jenis. Disebabkan terutama oleh Amarilis Dewi adalah seorang yang sangat mengundang ketertarikan yang besar bagiku. Bahkan dapat kukatakan ia telah mampu meruntuhkan tembok besar kebekuanku selama ini terhadap lawan jenis.  Mungkin emak mengkhawatirkanku yaitu ,tidak ingin nanti anaknya seperti pungguk merindukan bulan, dikarenakan aku tidak sederajat dengan gadis kota yang orang berpendidkan dan berpunya?

Tetapi rasanya saat ini, perasaan dan jiwaku seperti telah terbelenggu oleh seorang gadis anggun bernama Amarilis Dewi. Bukan juga karena ia seanggun emak sewaktu muda. Tetapi, sejak pertemuan pertama, Dewi yang bicaranya agak sedikit dibanding temannya Kemala, telah mampu memberikan getar-getar rasa untuk menyukai seseorang pujaan hati yang selama ini membeku.

 Bahkan secara sadar terucap langsung didepan emak sebelumnya dimana aku menyukai Dewi, gadis kota yang baru saja datang itu. Hal terberat saat ini justru aku adalah termasuk tipe orang yang sangat tidak ingin melanggar nasehat orang tua. Sejak kecil, sangat pantang begiku melanggar pantang larang orang tua terutama emak. Sehingga saat ini, rasanya aku berada dipersimpangan jalan dan harus memilih.

Sepertinya, perasaanku kepada Dewi tidak dapat disembunyikan, demikian juga perasaan Dewi kepadaku. Kurasa aku tidak bertepuk sebelah tangan. Sorot matanya yang teduh sangat  penuh arti, seakan memberikan harapan besar kepadaku. Kata hati tidak pernah berbohong dan akan selalu jujur. Tambahan lagi, Dewi juga tampak membuka diri akan keberadaanku di sampingnya.

Masalahnya aku tidak tahu harus mulai darimana pernyataan suka itu, karena memang kuakui sangat lugu dan tidak berpengalaman sama sekali. Apakah dengan saling menyukai dalam diam akan membuat kami sepakat saling mencintai. Bukankah senyumnya dan gerak gerik tubuhnya selama ini telah memperlihatkan Dewi menyukaiku lebih dari biasa. Tetapi cukupkah baginya untuk meyakinkan bahwa ketertarikanku hanya dengan isyarat-isyarat mata dan senyuman. Ataukah dia menginginkan ada tindakan-tindakan lain seperti kata-kata yang jelas yang meluncur dari mulutku yang sering kelu jika berhadapan langsung dengannya?. Fikiran-fikiran tersebut terus berkecamuk didalam benakku, yang aku sendiri tidak tahu untuk menjawabnya. Atau mungkin waktulah yang akan menentukan semuanya nanti.

Terlihat keceriaan menyambut sunset, semuanya seperti sibuk dengan caranya masing-masing. Fithar dan Kemala sepertinya tidak bosan-bosannya bermain air. Terkadang mereka menceburkan diri mereka dengan sengaja di air, sekadar untuk membasahkan diri dan berenang dipantai yang dangkal. Sesekali badan mereka dibiarkannya berguling-guling dihempas gelombang yang menggulung tinggi

Sedangkan aku saat ini masih mendampingi Dewi. Kami hanya duduk-duduk saja di ujung hempasan gelombang sambil memperhatikan Fithar dan Kemala yang tertawa lepas saat badan-badan mereka dihempas gelombang tiada henti.

 “Ayo kita ke sana juga!” ajak Dewi tiba-tiba sembari tersenyum. Ia terlihat sangat ingin lebih mendekat dan bergabung dengan dua temannya yang sudah lebih dulu berbasah ria itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun