Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Mati (5 Sunset)

29 Januari 2022   20:36 Diperbarui: 29 Januari 2022   20:49 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah pribadi dari pictsart app

“Wow biru tosca!, lihat gradasi warna yang membiru! alangkah cantiknya.” Telunjuk Kemala mengarah ke arah barat dimana deburan ombak tiada henti seolah-olah terus memanggil. Diatas langit cerah, matahari bersinar terang tanpa halangan apapun. Dewi tertawa lepas dan tersenyum kearahku seakan apa yang diinginkannya seperti telah menjadi kenyataan. Dengan berlari-lari kecil Kemala dan Dewi berusaha mendahului kami untuk menjadi orang paling pertama yang segera mencapai bibir pantai. Aku dan Fithar berjalan santai segera membuntuti mereka dari belakang.

Saat dua gadis berlarian kecil dan saling mendahului tersebut tiba-tiba terdengar

“ Gubraaakkk...!”

“Kemala!, aduuhhh...,” seru Dewi terdengar memanggil Kemala dengan suaranya seperti merintih kesakitan.

Terlihat oleh kami, tubuh Dewi jatuh kepasir karena kakinya tersangkut tali temali tumbuhan liar sesaat ia akan melompat ke batas bibir pantai pasang tertinggi.

“Dewi!, apakah kau tidak apa-apa?” teriakku sambil berlari mendekat sekencangnya . Kemudian segera kulepaskan tali rumput-rumputan liar yang melilit kaki jenjangnya. Sebelumnya Kemala yang paling dekat dengan Dewi, tidak mampu untuk mengangkat tubuh Dewi. Kemala juga masih terlihat sangat kaget dengan kejadian temannya yang mendadak terpeleset tersebut.  Aku dan Fithar secara sigap berusaha untuk membantu Dewi agar secepatnya dapat berdiri kembali .

“ Apakah kau terluka?” Fithar meyakinkan kembali. Tangannya mengecek dan melihat langsung secara teliti terutama pada bagian kaki, lengan serta lutut Dewi.

Aku segera meraih lengan Dewi yang tampak lemas dan gemetaran. Aku segera memapahnya agar ia dapat berdiri kembali. Terlihat olehku goresan luka dipergelangan kakinya sebelah kanan yang mengalirkan darah. Aku berusaha secepatnya untuk dapat menutup lukanya dengan tanganku, dengan tujuan untuk segera menghentikan darah segar yang mengalir cukup deras. Kemudian bersama Fithar, aku segera bahu membahu membantunya berjalan untuk mencari tempat duduk yang teduh.

“Fithar dan Kemala bisa duluan saja ke pantainya” pinta Dewi yang masih terlihat pucat kepada kedua temannya yang terlihat khawatir dengan keadaannya.

”Rasanya luka ini tidak akan lama ditangani oleh Dewa” sambungnya kembali  meyakinkan temannya. Aku mengangguk saja mengiyakan, dan sesekali melihat wajah Dewi yang sepertinya masih gugup dengan kejadian barusan yang dialaminya. Kemala seperti tidak rela meninggalkan Dewi yang kududukkan diibawah pohon pinus besar. Kembali aku meyakinkannya bahwa aku bisa menanganinya dengan baik.

“ Fithar bawa Kemala duluan!, aku bisa menanganinya,” kuyakinkan Fithar dan Kemala sekali lagi. Akhirnya mereka mengalah, minta izin duluan kemudian berjalan menyongsong pantai indah yang telah menunggu mereka sedari tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun