Mohon tunggu...
Dwi SafitriYulicha
Dwi SafitriYulicha Mohon Tunggu... Guru - Guru PAUD

saya sorang guru PAUD tepatnya di jenjang TK, hobi saya berbagi pengalaman bersama siapaun dan mendengarkan musik, konten yang saya sukai tentang dunia anak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui Media Boneka Tangan pada Anak Kelompok A di TK Kuntum Harapan

6 Desember 2023   14:33 Diperbarui: 6 Desember 2023   14:38 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  • Pendahuluan
  • Latar Belakang

Kemampuan berbahasa yang berkembang setelah kemampuan mendengar adalah kemampuan berbicara. Ketika anda mengajak anak berbicara, ia akan menyerap semua kata-kata yang anda ucapkan. Setelah alat berbicaranya matang maka anak akan mengeluarkan semua informasi berupa kata-kata yang didengarnya. Jalongo menerangkan bahwa berbicara berkaitan dengan interaksi sosial. Ketika di dalam kelas, secara keseluruhan guru melakukan pengamatan pada anak dalam penggunaan bahasa dengan mendefinisikan ketika anak berbicara, apa yang mereka bicarakan, dan berapa lama mereka melakukan aktivitas berbicara. Dengan demikian, untuk mengembangkan kemampuan berbicara dapat dilakukan dengan merancang pembelajaran yang melibatkan anak dalam interaksi sosial.

Anak usia dini adalah masa periode paling cepat dalam perkembangan bahasa. Banyak anak mengembangkan kemampuan berbicara dan mendengar tanpa arahan langsung dari orang dewasa. Anak belajar berbicara dari percakapan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Sejak lahir anak belajar mengeluarkan tangisan dan suara untuk menyatakan kebutuhannya dan merespon dari lingkungannya. Anak mengeluarkan suara atau tangisan dalam menyatakan kebutuhan, misalnya ia ingin makan, minum atau merasa tidak nyaman. Begitu pada saat orang-orang dewasa mengajak bercakap-cakap anak merespons dengan mengeluarkan suara-suara, seperti suatu orang yang sedang menjawab percakapan. Pada usia 2 tahun kebanyakan anak-anak telah menguasai vocabulary sampai 50 kata. Pada usia 3 tahun kebanyakan anak-anak telah belajar menginterpretasi kalimat (Browne, 2009).

Hasil obervasi juga menunjukkan bahwa Keterampilan berbicara dari 20 anak di Kelompok A TK Kuntum Harapan, 10 anak masih malu-malu berbicara di depan kelas serta belum mampu menyampaikan (ide, pikiran, gagasan, dan perasaan) dalam komunikasi lisan dan 2 anak mengalami cadel, sementara 4 anak lainnya sudah mampu menyampaikan (ide, pikiran, gagasan, dan perasaan) dalam komunikasi lisan dengan teman-temannya.

Salah satu yang menjadi faktor penyebab adalah model pembelajaran masih lebih dominan dengan menggunakan pembelajaran individu dibandingkan kelompok. Minat dan ketertarikan anak saat mendengarkan guru dalam menyampaikan materi di kelas juga menjadi faktor penyebab lainnya. Pada saat pembelajaran guru hanya menggunakan lembar kerja anak dan metode pembelajaran masih bersifat konvensional atau ceramah (proses pembelajaran berpusat pada guru). Anak hanya diminta untuk mendengarkan apa yang telah disampaikan guru dan mengerjakan tugas apabila diperintah. Hal ini juga menghambat keterampilan berbicara anak kurang meningkat. Interaksi dalam berkomunikasi aktif antara guru dan anak kurang terjalin dengan baik, sehingga keterampilan berbicara anak dalam menyampaikan pendapat belum berkembang secara optimal. Kemudian, anak masih belum mampu menyusun kalimat dalam bahasa lisan dengan baik dan benar. Hal tersebut dapat dilihat dari bahasa yang masih sering dicampur-campur dengan bahasa lainnya misalnya bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Hal ini membuat penyusunan kalimat tidak sempurna.

Berdasarkan permasalahan tersebut, keterampilan berbicara pada anak Kelompok A di TK Kuntum Harapan Surabaya masih belum optimal dikarenakan masih sedikitnya memberikan kesempatan untuk anak mengungkapkan pendapat. Melalui media boneka tangan secara tidak langsung anak akan belajar mengenai keterampilan berbicara tanpa disadari. Penggunaan media boneka tangan diharapkan dapat menarik perhatian anak untuk mencoba menggunakan, memainkan boneka tangan langsung, dan meningkatkan minat anak untuk berkomunikasi secara aktif.

Dalam mengatasi permasalahan tersebut di atas, penulis mencoba untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas tentang bagaimana meningkatkan kemampuan berbicara anak dalam mengemukakan pendapat melalui media boneka tangan. Penulis merumuskan judul "Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui Media Boneka Tangan Pada Anak Kelompok A di TK Kuntum Harapan Kecamatan Semampir Surabaya".

  • Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:

  • Bagaimana aktivitas anak kelompok A setelah menggunakan media boneka tangan untuk bercerita dan mengemukakan pendapat di semester genap 2020/2021 di TK Kuntum Harapan ?
  • Bagaimana penerapan media Boneka Tangan dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada anak kelompok A di TK Kuntum Harapan ?
  • Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dapat dikemukakan tujuan penelitian ini yaitu:

  • Untuk mendeskripsikan aktivitas anak Kelompok A setelah diterapkan media boneka tangan untuk meningkatkan kemampuan berbicara di semester genap 2020/2021 di TK Kuntum Harapan.
  • Untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan berbicara setelah diterapkan penggunaan media boneka tangan pada Kelompok A di TK Kuntum Harapan.

  • Manfaat Perbaikan

Bagi guru

          Guru lebih mudah mengajarkan kemampuan berbicara anak dengan menggunakan media yang menarik, menyenangkan, dan bermakna bagi anak. Memotivasi peranan guru dalam meningkatkan keterampilan berbicara anak untuk menciptakan media yang menarik dan menyenangkan pada masa pandemi.

Bagi lembaga pendidikan

          Hasil penelitian diharapkan menjadi sumbangsih kepada seluruh lembaga pendidikan pada umumnya, dan khususnya bagi Kelompok A TK Kuntum Harapan Semampir, Surabaya.

Bagi peneliti 

          Dapat dijadikan sebagai acuan untuk kajian dalam menyusun rancangan pembelajaran selanjutnya dan menjadi inspirasi serta motivasi bagi kemajuan pengembangan pendidikan bagi anak usia dini terutama pada masa pandemi.


  • Kajian Pustaka
  • Pengertian Berbicara
  • Berbicara merupakan keterampilan yang berkembang dalam kehidupan anak. Aktivitas berbicara anak dimulai melalui keterampilan menyimak sejak masih bayi dan pada masa tersebutlah belajar berbicara dimulai dengan mengucapkan bunyi-bunyi dan menirukan kata-kata yang didengarnya. Serta menurut Henry Guntur Tarigan (1983: 15), berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
  • Suhartono (2005: 21), mengemukakan bahwa bicara pada anak adalah suatu penyampaian maksud tertentu dengan menggunakan bunyi-bunyi bahasa supaya bunyi tersebut dapat dipahami oleh orang yang ada dan mendengar dan di sekitarnya. Bunyi tangisan bayi sebenarnya juga mampunyai maksud tertentu, mungkin memanggil orangtuanya, mungkin kedinginan mungkin lapar, mungkin haus, dan sebagainya. Hampir semua bunyi yang diucapkan anak mempunyai maksud tertentu, walaupun bunyi bukan merupakan bunyi berbentuk kata atau kalimat. Jadi yang dimaksud bicara anak lebih luas maknanya dengan makna bicara, tetapi bicara anak lebih diartikan bunyi yang diucapkan oleh anak, baik bunyi bahasa maupun bunyi-bunyi yang bukan bahasa tetapi diucapkan oleh alat ucap.
  • Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (dalam Suhartono, 2005: 20), bicara pada umumnya dapat diartikan sebagai penyampaian maksud (ide, pikiran, gagasan, atau isi hati) seseorang kepada orang lain dengan manggunakan bahasa lisan sehingga maksud itu dapat dipahami oleh orang lain. Pengertian bicara secara khusus banyak dikemukakan oleh para pakar. Begitu pentingnya berbicara bagi anak, maka anak harus mendapatkan stimulasi agar dapat terampil dalam berbicara terutama dalam mengemukakan pendapat. Keterampilan berbicara yang dimaksud menurut pendapat-pendapat sebelumnya dapat diartikan sebagai kecakapan anak dalam mengungkapkan ide/gagasan yang ada dalam diri anak secara lisan kepada orang lain. Pengungkapan ide tersebut dapat dilihat dari kemampuan anak dalam mengemukakan pendapatnya.
  • Pengertian Konsep Berbicara Anak
  • Berbicara mengenai perkembangan kecakapan berbicara anak tidak dengan perkembangan perolehan (akuisisi) bahasa anak. Perkembangan akuisisi bahasa anak lebih menekankan pada pemerolehan bahasa yang biasanya ditandai oleh awal kelahiran bayi, sedangkan perkembangan bicara anak mempersoalkan bagaimana perkembangan kemampuan berbicara yang berhubungan dengan fonologi, morpologi, sintaksis, dan sematik. Menurut Mansoer Pateda (1990: 59), berikut ini adalah penjelasan tentang fonologi, morpologi, sintaksis, dan sematik.
  • Suhartono (2005: 22), menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perkembangan bicara anak adalah usaha meningkatkan kemampuan anak untuk berkomunikasi secara lisan sesuai dengan situasi yang dimasukinya. Usaha meningkatkan kemampuan anak untuk berkomunikasi secara lisan dapat dilakukan oleh orang tua maupun guru, sehingga peran orang yang ada di sekeliling anak sangat penting, yaitu dalam membimbing dan mengembangkan kemampuan berbicara anak. Pengembangan berbicara berguna bagi anak untuk memperlancar kemampuan berbicara anak itu sendiri sehingga dapat terampil berbicara dan bisa mengungkapkan pendapat.
  • Berkaitan dengan pentingnya pengembangan berbicara, maka berbicara perlu dikembangkan. Suhartono (2005: 123), menyatakan bahwa terdapat lima tujuan umum dalam pengembangan berbicara anak, yaitu: (1) Supaya anak memiliki perbendaharan kata yang cukup sehingga dapat digunakan untuk berkomuniksi sehari-hari; (2) Supaya anak masa mendengarkan dan memahami kata-kata serta kalimat; (3) Supaya anak mampu mengungkapkan pendapat dan sikap dengan lafal yang tepat; (4) Supaya anak berminat menggunakan bahwa yang baik; dan (5) Supaya anak berminat untuk menghubungkan antara bahasa lisan dan tulisan.

Manfaat Berbicara Di Taman Kanak-Kanak

Agar anak dapat melafalkan bunyi bahasa yang digunakan secara tepat. Maksudnya adalah anak dapat secara tepat dalam mengucapkan dan melafalkan kata-kata yang diucapkan anak.

Agar anak mempunyai pembendaharaan kata yang memadahi untuk keperluan berkomunikasi. Perbendaharaan kata yang dimaksud adalah anak dapat mengucapkan banyak kata yang berbeda dalam menyampaikan pendapat.

Agar anak mampu menggunakan kalimat secara baik untuk berkomunikasi secara lisan. Kalimat yang baik untuk anak adalah dalam mengucapkan pendapat anak dapat secara urut dan lancar dalam mengucapkan kalimat. Tidak terputus-putus dan terampil dalam mengungkapkan pendapatnya.

Tujuan umum pengembangan bicara pada anak terbagi menjadi 5 menurut Hartono (1992: 58) tujuan umum dalam pengembangan bicara anak, yaitu supaya anak :

Memiliki perbendaharaan kata yang cukup yang diperlukan untuk berkomunikasi sehari-hari

Mau mendengarkan dan memahami kata-kata serta kalimat

Mampu mengungkapkan pendapat dan sikap dengan lafal yang tepat

Berminat menggunakan bahasa yang baik

Berminat untuk menghubungkan antara bahasa lisan dan tulisan.

Faktor Pemerolehan Keterampilan Berbicara

Sabarti Akhadiyah, dkk (1992: 154-160), menyatakan bahwa pada dasarnya faktor-faktor yang dinilai berdasarkan kedua faktor penunjang keaktifan berbicara adalah sebagai berikut:

Faktor kebahasaan meliputi: pengucapan vokal, penempatan tekanan, penempatan persendian, penggunaan nada/ irama, pilihan kata, pilihan ungkapan, variasi kata, tata bentukan, struktur kalimat, dan ragam kalimat.

Faktor non kebahasaan meliputi: keberanian, kelancaran, kenyaringan suara, pandangan mata, gerak-gerik dan mimik, keterbukaan, penalaran, dan penguasaan topik.

Brooks (dalam Suhartono, 2005: 28), menyatakan bahwa dalam mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang pada prinsipnya harus memperhatikan lima faktor, seperti berikut:

Apakah bunyi vokal dan konsonan diucapkan dengan baik ?

Apakah pola-pola intonasi, naik turunnya suara tekanan suku kata
memuaskan ?

Apakah ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang dipergunakan ?

Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat ?

Sejauh manakah kelancaran yang tercermin bila seseorang berbicara ?

Ruang Lingkup Berbicara Di Taman Kanak-Kanak

Menurut Suhartono (2005: 138), aspek-aspek kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara di TK antara lain:

Merangsang minat anak untuk berbicara, dimaksudkan supaya anak mempunyai keberanian untuk mengungkapkan apa-apa yang ada dipikirannya sesuai dengan kegiatan sehari-hari. Kegiatan ini dapat dilakukan meminta anak mengutarakan pendapat mengenai suatu cerita atau peristiwa.

Latihan menggabungkan bunyi Bahasa diawali dengan melakukan pengenalan bunyi-bunyi bahasa. Pengenalan dapat dilakukan secara bertahap dari peniruan bunyi huruf vokal dan peniruan bunyi huruf konsonan.

Memperkaya perbendaharaan kata dapat dilakukakan dengan mengenalkan kata-kata mulai dari yang sederhana Keraf (dalam Suhartono, 2005: 194).

Dalam penelitian ini akan membahas mengenai pembelajaran untuk keterampilan berbicara yaitu kunci utama ialah guru menghubungkan kegiatan pembelajaran dengan kebutuhan dan keseharian anak. Anak dapat dilatih berkomunikasi secara aktif yaitu dengan cara melakukan kegiatan yang memungkinkan anak berinteraksi dengan temannya maupun orang lain.

Media Boneka Tangan

Pengertian Boneka Tangan

Tadkiroatun Musfiroh (2005: 115), menyatakan bahwa boneka tangan adalah boneka yang terbuat dari kain yang dibentuk menyerupai wajah dan bentuk tubuh dari berbagai bentuk dengan berbagai macam jenis sifat yang dimainkan dengan menggunakan tangan dan digerakkan menggunakan jari-jari tangan. Boneka tangan juga merupakan media yang dapat meningkatkan imajinasi anak.

Alat peraga yang paling sederhana salah satunya adalah boneka. Menurut Bachtiar S. Bachri (2005: 138) boneka merupakan representatif wujud dari banyak objek yang disukai anak. Boneka dapat mewakili langsung berbagai objek yang akan dilibatkan dalam cerita. Di samping itu boneka juga memiliki daya tarik yang sangat kuat pada anak. Menurut Nurbiana Dhieni, dkk., (2005: 9.38), boneka tangan banyak digunakan di sandiwara-sandiwara, untuk mengisahkan sebuah kisah kehidupan atau berimajinasi. Anak-anak menggunakan boneka tangan untuk mengungkapkan apa yang ada dipikiran mereka. Boneka tangan mendorong anak untuk mengembangkan kemampuan berbahasa.

Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian boneka tangan adalah boneka yang terbuat dari kain yang dibentuk menyerupai wajah, bentuk tubuh dan berbagai bentuk dengan berbagai macam jenis sifat yang dimainkan dengan menggunakan tangan yang digerakkan menggunakan jari-jari tangan. Boneka tersebut terbagi menjadi 4 jenis boneka yaitu boneka tangan, boneka gagang, boneka gantung, dan boneka tempel sedangkan yang digunakan peneliti yaitu boneka tangan.

Manfaat Boneka Tangan 

Beberapa manfaat yang diambil dari permainan menggunakan media boneka tangan ini, antara lain menurut Tadkiroatun Musfiroh (2005: 22) adalah :

Tidak memerlukan waktu yang banyak, biaya, dan persiapan yang terlalu rumit.

Tidak banyak memakan tempat, panggung sandiwara boneka dapat dibuat cukup kecil dan sederhana.

Tidak menuntut keterampilan yang rumit bagi pemakaiannya.

Dapat mengembangkan imajinasi anak, mempertinggi keaktifan dan menambah suasana gembira.

Langkah-langkah Pembelajaran Media Boneka Tangan

Boneka tangan digunakan dalam kegiatan belajar, harus dipersiapkan dengan matang sesuai dengan tema yang dipergunakan. Hal ini agar tujuan pembelajaran terlaksana dengan baik. Menurut Yeni Rachmawati dan Euis Kurniati (2005: 78), maka perlu kita perhatikan beberapa hal, antara lain:

Merumuskan tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran sehingga tercapai hasil pembelajaran yang optimal

Membuat naskah atau skenario sandiwara boneka tangan dengan jelas dan terarah sesuai kemampuan dalam berbahasa anak usia dini

Memberikan variasi nyanyian agar menarik perhatian penonton dan mengajak penonton untuk ikut bernyanyi bersama-sama

Permainan boneka hendaknya dengan durasi sesuai tahapan penerimaan informasi anak

Isi cerita disesuaikan dengan usia anak

Melakukan diskusi sederhana bersama anak setelah penampilan panggung boneka selesai berkaiatan dengan peranan anak dalam kegiatan tersebut.

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di TK Kuntum Harapan, peneliti menemukan berbagai macam permasalahan yaitu keterampilan berbicara anak, kurangnya perbendaharaan kata pada anak karena jarang melakukan komunikasi aktif bersama teman dan orangtua, guru kurang memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan keterampilan berbicaranya, terutama untuk bertukar pendapat dan gagasan, anak kurang mampu menyusun/merangkai kata-kata yang tepan saat mengemukakan ide, pikiran, gagasan, dan perasaan dalam komunikasi lisan. Hal tersebut dikarenakan pada saat pembelajaran guru lebih sering menggunakan metode konvensional / ceramah di mana pembelajaran berpusat pada guru. Anak lebih sering diminta untuk mendengarkan apa yang diucapkan guru, diam di tempat, mengerjakan tugas apabila diperintah, dan kurang memberi ruang pada anak untuk berkomunikasi aktif melalui sesi tanya jawab. Selain itu keterampilan anak dalam menyusun kalimat masih kurang baik dan benar. Hal tersebut dapat dilihat dari bahasa yang masih sering dicampur-campur dengan bahasa lainnya misalnya bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, sehingga penyusunan kalimat menjadi kurang sempurna.

Faktor penyebab lain adalah penggunaan media pembelajaran yang kurang menarik, dalam proses pembelajaran guru sering hanya menggunakan Lembar Kerja Anak (LKA) daripada media yang membuat anak senang dan tertarik mengikuti pembelajaran. Guru kurang memanfaatkan penggunaan media boneka tangan yang ada di sekolah, sehingga saat proses pembelajaran berlangsung tampak beberapa anak yang tidak fokus dan cencerung bermain sendiri, beberapa yang lain tampak masih kebingungan, dan beberapa lainnya kurang berminat dalam mendengarkan cerita yang guru sampaikan.

Salah satu inovasi pembelajara yang bisa dijadikan media inovatif untuk mengembangkan keterampilan berbicara anak dalam mengemukakan pendapat adalah menggunakan media boneka tangan. Di mana pada teknik ini, setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk mengeluarkan pendapat dan ide yang ada dalam diri anak dan memberikan kesempatan anak untuk menceritakan alur cerita yang telah dicontohkan menggunakan media boneka tangan sesuai dengan daya tangkap masing-masing anak. Melalui permainan ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbicara, khususnya pada anak TK karena masing-masing dari mereka akan dapat mengungkapkan perasaan, daya imajinasi, dan berusaha mengolah kata dengan baik ketika anak bercerita menggunakan boneka tangan.

Hubungan Berbicara Dengan Boneka Tangan

Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang menjadi variabel penelitian dan muncul dalam penulisan adalah sebagai berikut :

Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbicara yang dimaksud adalah keterampilan dalam menyampaikan maksud (ide, pikiran, gagasan, dan perasaan) kepada orang lain menggunakan bahasa lisan dengan jelas, sehingga maksud tersebut dapat dipahami orang lain. Data mengenai peningkatan keterampilan berbicara tersebut diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Observasi dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Observasi berpedoman pada lembar observasi berupa panduan observasi yang berisi indikator keterampilan berbicara. Wawancara yang dilakukan yaitu antara peneliti dan guru kelas dan pertanyaan yang digunakan yaitu tentang keterampilan berbicara di Kelompok A TK Kuntum Harapan.

Media Boneka Tangan

Boneka tangan adalah salah satu media visual dengan ukuran 15 cm x 40 cm, namun biasanya tergantung pembuat terkadang ada yang lebih kecil dan ada yang lebih besar. Boneka ini terbuat dari kain flanel yang dibentuk menyerupai wajah dan bentuk tubuh dari berbagai bentuk dengan berbagai macam jenis sifat yang dimainkan dengan menggunakan tangan dan digerakkan menggunakan jari-jari tangan.

 

 

 

  • Pelaksanaan Penelitian Perbaikan Pembelajaran
  • Subjek, Tempat dan Waktu Peneltian
  • Subyek dalam penelitiana ini adalah sejumlah 20 anak dari kelompok A yang terdiri dari 10 anak laki-laki dan 10 anak Perempuan dengan rentang usia 4-5 tahun.
  • Lokasi Penelitian di lakukan di TK Kuntum Harapan, Kelurahan Wonokusumo Kecamatan Semampir, Kota Surabaya. Pemilihan tempat ini sebagai lokasi penelitian atas dasar pertimbangan sebagai berikut:
  • Peneliti sebagai guru di TK Kuntum Harapan      
  • Peneliti ingin mengetahui kemampuan siswa untuk berbicara
  • Peneliti ingin mencari alternatif metode pengembangan kognitif dalam berbicara tentang cerita Kelinci mencuri wortel yang lebih menyenangkan.
  • Peneliti sendiri ingin meningkatkan pemahaman siswa dalam berbicara.
  • Waktu penelitian dilaksanakan pada semester dua tahun pelajaran 2020-2021. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan pada awal bulan Mei 2021 dengan pelaksanaannya terdiri dari dua siklus, yaitu:

Tabel 3. 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

  • No
  • Tanggal
  • Siklus
  • Waktu
  • Pengamat
  • 1
  • 3 s/d 4 Mei 2021
  • I
  • 07.30 -- 10.00
  • Iwan Tri Wahyuni, S.Pd
  • 2
  • 20 s/d 22 Mei 2021
  • II
  • 07.30 -- 10.00
  • Iwan Tri Wahyuni, S.Pd

 

  • Deskripsi Rencana Tiap Siklus
  • Sesuai dengan prosedur penelitian yang dilakukan dengan bersiklus, maka jika siklus yang di lakukan pertama belum berhasil, di lakukan siklus kedua dan berlanjut ke siklus berikutnya sampai berhasil. Menurut (Arikunto, 2008:16) ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan dengan bagan yang berbeda, namun secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Pengamatan, (4) Refleksi.

Gambar 3.1 :  Siklus Penelitian Tindakan Kelas ( Arikunto, 2008 )

 

  • Perencanaan (Planning) :
  • Penerapan model pembelajaran kelompok dengan sudut pengaman yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran meningkatkan kemampuan berbicara dalam mengemukakan pendapat anak sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai melalui rancangan kegiatan penelitian berupa:
  • Membuat perangkat pembelajaran (RKM, RKH, Lembar Observasi).
  • Mempersiapkan fasilitas dan sarana pembelajaran berupa boneka tangan dan panggung boneka mini
  • Mempersiapkan cara merekam dan menganalisis data (kamera, lembar observasi)
  • Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan berupa simulasi mengajar.
  • Pengembangan instrument untuk mengukur keberhasilan tindakan (lembar observasi).



  • Pelaksanaan (Action)
  • Pelaksanaan merupakan penerapan metode yang dipilih dalam kegiatan untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak dalam mengemukakan pendapat melalui rancangan kegiatan sebagai berikut :
  • Melakukan penjaringan data awal di lokasi penelitian, seperti karakteristik anak, guru, materi, metode, media dan sebagainya.
  • Memilih metode pengumpulan data yang tepat yaitu metode observasi.
  • Hasil studi awal dianalisis, untuk membuat rencana tindakan selanjutnya.
  • Pengamatan (Observing)
  • Mengamati merupakan proses pengamatan dan penelitian pada kegiatan pembelajaran dengan menerapkan metode yang dipilih untuk membantu anak meningkatkan kemampuan belajarnya melalui rancangan kegiatan sebagai berikut:
  • Pelaksanaan tindakan di kelas.
  • Perlu pengamat yaitu teman sejawat.
  • Pada saat yang sama dilakukan observasi dan interpretasi. Pelaksanaan observasi dilakukan dengan mendengarkan, melihat, mencatat, merekam, dan sebagainya.
  • Refleksi (Reflecting)
  • Mengidentifikasi kelemahan dan keunggulan penerapan metode yang dipilih dalam kegiatan untuk meningkatkan kemampuan belajar anak melalui rancangan kegiatan sebagai berikut :
  • Menjawab penyebab kondisi yang terjadi.
  • Merenungkan kembali kekuatan dan kelemahan tindakan.
  • Memperkirakan keluhan yang ada.
  • Mengidentifikasi kendala yang mungkin dihadapi.
  • Memperkirakan akibat dan implikasi tindakan yang direncanakan.
  • Hasil refleksi digunakan untuk rencana siklus berikutnya.               
  • Teknik Analisis Data
  • Kegiatan analisis data dalam penelitian tindakan kelas bertujuan untuk
    membuktikan tentang ada tidaknya perbaikan yang dihasilkan setelah dilakukan penelitian tindakan. Dengan adanya analisis data, maka dapat diketahui seberapa besar mengenai peningkatan kualitas pembelajaran. Analisis data yang digunakan pada makalah ini adalah analisis data deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data kualitatif menggunakan model Miles dan Hubbermas (Sugiono, 2010: 91) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan dilakukan secara terus menerus sampai tuntas. Pengumpulan data kuantitatif diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan pada saat tindakan berlangsung.
  • Analisis data kuantitatif digunakan untuk menentukan peningkatan hasil belajar anak sebagai pengaruh dari setiap tindakan yang dilakukan guru (Sanjaya, 2011: 106). Data kuantitatif yang diperoleh peneliti menggunakan instrumen lembar observasi yang telah ditentukan peneliti. Data observasi yang diperoleh dihitung kemudian dipersentase. Dalam hal ini, analisis data kuantitatif yang digunakan oleh peneliti adalah rumus penilaian menurut Purwanto (2006: 102) yaitu sebagai berikut:

  • Keterangan:
    NP     =          Nilai persen yang dicari atau diharapkan
  • R       =          Skor mentah yang diperoleh anak
  • SM    =          Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan
  • 100    =          Bilangan tetap

  • Langkah selanjutnya peneliti menentukan kriteria keberhasilan berdasarkan hasil persentase. Krtiteria berupa presentase kesesuaian dalam Arikunto (2010: 44) yaitu sebagai berikut:
  • Kesesuaian (%) : 0-20     = sangat kurang
  • Kesesuaian (%) : 21-40   = kurang
  • Kesesuaian (%) : 41-60   = cukup
  • Kesesuaian (%) : 61-80   = baik
  • Kesesuaian (%) : 81-100 = sangat baik

Tingkat keberhasilan sebesar 80% dari rata-rata seluruh jumlah anak di Kelompok A di TK Kuntum Harapan Surabaya. Jika pada siklus II masih belum memenuhi tingkat keberhasilan maka peneliti harus menyusun perencanaan pelaksanaan pada siklus berikutnya.

  • Hasil dan Pembahasan
  • Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran Pengembangan
  • Deskripsi Aktivitas Siklus I 
  • Siklus I ini dilakukan pada hari Senin dan Selasa tanggal 03 Mei 2021 s.d 4 Mei 2021.
  • Tahap Perencanaan Tindakan
  • Pada tahap perencanaan tindakan, hal-hal yang dilakukan sebagai berikut:
  • Membuat Rencana Kegiatan Harian (RKH) tentang materi yang diajarkan. Rencana Kegiatan Harian (RKH) digunakan oleh guru sebagai acuan dalam penyampaian pembelajaran yang akan dilaksanakan.
  • Mempersiapkan rancangan kegiatan berbicara dalam bercerita. Menyiapkan alat dan bahan, menetapkan rancangan alur kegiatan oleh guru.
  • Mempersiapkan lembar observasi yang akan digunakan untuk memperoleh data selama penelitian berlangsung.

  • Tahap pelaksanaan Kegiatan
  • Pada tahap ini yang dilakukan adalah melaksanakan kegiatan perbaikan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disiapkan sebelumnya. Tahap--tahap tersebut adalah
  • Pada kegiatan awal, peneliti menyapa anak melalui WA (whatsapp), dan dilanjutkan dengan berdoa bersama untuk memulai pembelajaran. Kemudian guru melakukan absensi siswa. Sesudah itu guru bercerita sesuai tema hari itu yaitu binatang peliharaan. Guru bercerita tentang "Kelinci Mencuri Wortel"
  • Melakukan apersepsi dengan memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan tema binatang peliharaan dan binatang kesayangan. Seperti "Apakah kalian memiliki hewan peliharaan?" dan "Ada berapa jumlah kelinci yang kalian miliki dirumah?". Menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai setelah proses pembelajaran selesai.
  • Merangkum kegiatan yang telah dilakukan hari itu.

  • Tahap Pengamatan
  • Tahap pengamatan ini dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Pengamatan ini dilakukan oleh rekan sejawat. Guru menjadi fokus pada proses perbaikan pembelajaran yang sedang berlangsung dan tidak memikirkan hal-hal yang tidak berkaitan dengan pembelajaran. Berikut Hasil Pengamatan yang telah dilakukan selama kegiatan pembelajaran pada siklus I.
  •  
  • Pengamatan Aktivitas Guru Siklus I

Tabel 4.1. Lembar Aktivitas Guru Siklus 1

No

Aktivitas guru yang diamati

Penilain

1

2

3

4

1.

Guru bercerita tentang binatang peliharaan

 

 

 

2.

Guru melakukan apersepsi

 

 

 

3.

Guru melakukan tanya jawab tentang tema

 

 

 

4.

Guru melakukan tanya jawab tentang hewan peliharaan yang dimiliki anak dirumah

 

 

 

5.

Guru meminta anak membilang hewan peliharaan

 

 

 

6,

Guru membimbing siswa yang mengalami kesulitan

 

 

 

7.

Guru memberi motivasi kepada anak yang masih belum mampu menyelesaikan dengan baik

 

 

 

8.

Guru memberi reward bagi anak yang mampu menyelesaikan tugas dengan baik

 

 

 

9.

Guru memanfaatkan media pembelajaran

 

 

 

10.

Guru menyimpulkan bersama- sama .

 

 

 

Jumlah

 

14

9

 

Persentase

57,5 %

Berdasarkan data tabel lembar pengamatan aktivitas guru sebesar 57,5%, dimana jika dilihat dalam interval nilai maka kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran cukup.

Pengamatan Aktivitas Anak Pada Siklus I

Berdasarkan hasil pengamatan observer yang terangkum dalam tabel berikut. tentang aktivitas anak, terlihat jelas keaktifan anak hanya mencapai 54% yang berarti siswa cukup aktif dalam mengikuti proses pembelajaran dikelas. Hal ini tentu saja masih sangat kurang mengingat keberhasilan suatu pembelajaran sangat ditentukan oleh tingkat keaktifan anak dikelas.

Tabel 4. 2. Lembar Aktivitas Anak Siklus 1


  •  
  • Pengamatan Kemampuan Berbiacara Dalam Bercerita Pada Siklus I

Dari pengamatan/observasi yang dilakukan oleh peneliti bersama teman sejawat, didapatkan data dari hasil kegiatan yang diperoleh pada siklus I, yang terdapat pada Lembar Observasi Kemampuan Berbicara. Berdasarkan hasil pengamatan/observasi yang dilakukan, dari 20 anak diperoleh skor sebagai berikut: sejumlah 5 anak mendapat skor 1, dan sejumlah 12 anak mendapat skor 2, sedangkan 4 anak memperoleh skor 3. Jumlah anak yang memiliki skor 1 apabila diprosentase sebesar 25%, Jumlah anak yang memiliki skor 2 apabila diprosentase sebesar 60% dan jumlah anak yang mendapat skor 3 sebanyak 15%. Dari data di atas dapat diperoleh nilai prosentase peningkatan kemampuan membilang benda anak pada pertemuan 1 sebesar 47,5%.

  • Tahap Refleksi
  • Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan peneliti dengan guru pada akhir Siklus I, secara umum kemampuan anak dalam membilang benda belum berkembang secara optimpal. Hal ini berdasarkan hasil pengamatan peneliti pada Siklus I belum mencapai 80% dari jumlah anak hingga perlu dilaksanakan tindakan perbaikan pada siklus II.
  • Adapun pengamatan dari observer yang hasilnya terangkum dalam lembar pengamatan atau lembar observasi diperoleh hasil sebagai berikut :

Pada kegiatan awal guru sudah melaksanakan kegiatan bercerita, tetapi gaya bercerita guru kurang atraktif sehingga tidak menarik perhatian anak.

Guru sudah melaksanakan apersepsi tetapi apersepsi yang dilakukan guru tidak dihubungkan dengan materi pembelajaran

Guru sudah melakukan tanya jawab dengan anak-anak, tapi sebaran pertanyaan guru kurang merata. Guru kurang memberi perhatian kepada murid yang pasif dengan memberi pancingan pertanyaan kepada murid yang pasif. Guru cenderung menanggapi siswa yang aktif saja.

Guru tidak membantu membetulkan anak yang masih kurang tepat dalam menyebut nama binatang. Saat guru menunjuk gambar kelinci dan siswa bersama-sama mengucap nama binatang, ada anak yang kurang tepat dalam menyebut dan guru tidak berhenti membetulkan.

Guru tidak memberi kesempatan pada anak untuk mencoba

Guru tidak membimbing secara khusus kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam berbicara.

7)    Meskipun penguasaan materi dari guru sudah cukup baik tetapi tidak memotivasi anak untuk memunculkan rasa keingintahuan.

8)    Guru tidak pernah memberikan reward pada anak yang dapat menyelesaikan dengan baik

9)    Guru tidak memanfaatkan media pembelajaran dan Alat Permainan Edukasi untuk membantu menjelaskan materi pembelajaran. Guru hanya menggunakan gambar di lembar kertas yang bisa jadi hal tersebut membuat anak jenuh karena kegiatan pembelajaran berlangsung monoton dan tidak menarik.

Proses pembelajaran pada Siklus I masih memiliki beberapa kekurangan,
sehingga perlu dilakukan perbaikan pada Siklus II untuk mencapai hasil yang optimal. Diperlukan beberapa langkah-langkah untuk memperbaiki proses pembelajaran yang akan dilakukan pada Siklus II. Berikut langkah-langkah perbaikan yang akan dilaksanakan pada Siklus II :

Guru akan menggunakan beberapa media dan alat permainan edukasi untuk menarik minat anak dan rasa antusiasme mereka mengikuti kegiatan membilang benda.

Guru akan memberikan bimbingan berbicara kepada siswa bergantian secara satu per satu sehingga anak paham dan mengerti cara membuat kalimat sederhana yang baik dan benar.

Guru akan memberikan kegiatan mewarnai gambar kelinci kepada anak sebagai kegiatan pengaman saat guru membimbing berbicara secara bergantian.

  • Guru menyediakan reward berupa stiker bintang kepada anak yang dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik.

  • Deskripsi Hasil Perbaikan Siklus II
  • Kegiatan perbaikan pembelajaran siklus II dilaksanakan pada tanggal 21 Mei 2021. Langkah-langkah yang dilakukan pada siklus II adalah sebagai berikut:
  • Tahap Perencanaan
  • Menentukan pengembangan yang akan dijadikan bahan penelitian dalam hal ini adalah Peningkatan Kemampuan Berbicara Anak Dalam Bercerita.
  • Menyusun rencana perbaikan dalam bentuk RPP.
  • Menentukan media yang akan digunakan dalam melaksanakan perbaikan pembelajaran dalam hal ini adalah Boneka tangan. Media ini dipilih agar siswa tertarik dalam berbicara dalam bercerita.
  • Menyiapkan instrumen penilaian yang akan digunakan pada kegiatan observasi.
  • Tahap pelaksanaan.
  • Pada tahap ini yang dilakukan adalah melaksanakan kegiatan perbaikan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disiapkan sebelumnya. Tahap-tahap tersebut adalah :
  • Kegiatan awal dibuka dengan guru bercerita sesuai tema. Dalam cerita, guru juga menyelipkan materi tentang hewan peliharaan, disini guru mengajak anak menyebutkan nama binatang yang ada dalam cerita.
  • Melakukan apersepsi dengan memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan tema binatang. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai setelah proses pembelajaran selesai.
  • Mengajak anak untuk menyebut nama binatang yang ada di dalam cerita dengan menggunakan gambar yang disediakan oleh peneliti.
  • Secara bergantian membimbing anak berbicara
  • Memberikan reward stiker bintang buat anak yang sudah mampu bercerita dengan benar.
  • Pada kegiatan penutup, guru melakukan refleksi dengan membuat kesimpulan dari pembelajaran yang telah berlangsung

  • Tahap Pengamatan
  • Tahap pengamatan ini dilakukan selama kegiatan perbaikan pembelajaran berlangsung. Pengamatan ini dilakukan oleh rekan sejawat. Guru menjadi fokus pada proses perbaikan pembelajaran yang sedang berlangsung dan tidak memikirkan hal-hal yang tidak berkaitan dengan pembelajaran. Berikut Hasil Pengamatan yang telah dilakukan selama kegiatan pembelajaran pada siklus II

Pengamatan Aktvitas Guru Siklus II

Tabel 4.6 Lembar Aktivitas Guru Siklus II

No.

Aktivitas Guru yang diamati

Penilaian

1

2

3

4

1.

Guru bercerita tentang binatang kelinci

2..

Guru melakukan apersepsi

3.

Guru melakukan tanya jawab tentang tema

4.

Guru melakukan tanya jawab tentang hewan peliharaan yang dimiliki anak dirumah dan jumlahnya

5.

Guru meminta anak membilang benda

6.

Guru membimbing anak yang mengalami kesulitan

7.

Guru memberi motivasi kepada anak yang masih belum mampu menyelesaikan dengan baik

8.

Guru memberi reward bagi anak yang mampu menyelesaikan tugas dengan baik

9.

Guru memanfaatkan media pembelajaran

10.

Guru menyimpulkan bersama-sama.

Jumlah

21

12

Persentase

82,5%

Berdasarkan data tabel lembar pengamatan aktivitas guru sebesar 82,5% dari sebelumnya pada siklus I sebesar 57,5%. Skor yang didapat sebesar 82,5% ini jika dilihat dalam interval nilai maka kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran baik.

Pengamatan Aktivitas Anak Pada Siklus II

Berdasarkan hasil pengamatan observer yang terangkum dalam tabel berikut tentang aktivitas anak, terlihat jelas keaktifan anak 87,5% yang berarti keaktifan anak dalam mengikuti proses pembelajaran dikelas sudah baik.


Lembar Pengamatan Aktivitas Anak

Tabel 4.8. Lembar Pengamatan Aktivitas Anak Siklus 2

No.

Aktivitas siswa yang diamati

Penilaian

1

2

3

4

1.

Anak memperhatikan ketika guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

2

Anak menyimak cerita guru dengan seksama

3.

Anak menjawab pertanyaan yang diberikan guru

 

4

Anak mampu mengikuti guru menyebutkan nama lama bilangan

5

Anak mampu membilang benda dengan baik

6

Anak dan guru mampu menarik kesimpulan pembelajaran

 

Jumlah

 

 

9

12

 

persentase

87,5 %

 

Data Hasil Observasi Kemampuan Anak Berbicara dalam Bercerita Pada Siklus II

Dari pengamatan/observasi yang dilakukan oleh peneliti bersama teman sejawat, didapatkan data dari hasil kegiatan yang diperoleh pada siklus II yang terdapat pada Lembar Observasi Kemampuan Kreativitas Anak (tabel 4.). Berdasarkan hasil pengamatan/observasi yang dilakukan, dari 20 anak diperoleh skor sebagai berikut: sejumlah 2 anak mendapat skor 2, dan sejumlah 15 anak mendapat skor 3 dan 3 orang anak mendapat skor 4. Jumlah anak yang memiliki skor 2 apabila diprosentase sebesar 5%. Jumlah anak yang memiliki skor 3 apabila diprosentase sebesar 70% dan jumlah anak yang mendapat skor 4 apabila diprosentase sebesar 25 %. Dari data di atas dapat diperoleh nilai prosentase peningkatan kemampuan anak membilang benda pada siklus II pertemuan ke 1 sebesar 80%.

  • Refleksi
  • Pada tahap refleksi ini guru yang bertindak sebagai peneliti mengoreksi kegiatan apa saja yang telah dilaksanakan dengan baik, dan kegiatan apa saja yang belum terlaksana secara maksimal. Berdasarkan pengamatan dari observer yang hasilnya terangkum dalam lembar pengamatan atau lembar observasi diperoleh hasil sebagai berikut :

Pada kegiatan awal pembelajaran guru sudah memberikan tujuan pembelajaran

Guru sudah menjelaskan tentang tema

Guru sudah melakukan apersepsi

Guru bercerita dengan menarik dengan menggunakan buku cerita bergambar, dan mengadakan tanya jawab dengan anak

Guru sudah memberikan perhatian dan kesempatan yang rata saat melakukan tanya jawab dengan siswa sehingga semua anak menjadi aktif melakukan tanya jawab dengan guru.

Guru sudah menggunakan media yang menarik yaitu boneka tangan untuk mengenalkan nama hewan.

Guru sudah menggunakan media yang menarik untuk mengajak anak berbicara   membuat kalimat sederhana.

Guru menggunakan media yang menyenangkan saat membimbing anak secara satu persatu berbicara membuat kalimat sederhana (menggunakan boneka tangan)

Guru memberikan reward stiker bintang kepada anak yang sudah mampu menyusun kalimat sederhana dengan menggunakan boneka tangan dengan benar.

Guru melakukan refleksi dan merangkum kegiatan hari itu bersama anak.

 

  • Pembahasan Tiap Siklus
  • Berdasarkan hasil yang diperoleh melalui Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan pada siklus I dan II dapat dinyatakan berhasil. Hal ini didasarkan pada peningkatan hasil kemampuan berbicara anak kelompok A dengan menggunakan media boneka tangan di TK Kuntum Harapan mengalami peningkatan. Temuan-temuan yang muncul dari kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ini akan dibahas dalam tiap siklus.
  • Siklus I
  • Pada kegiatan Penilitian siklus I guru sudah cukup dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang ditunjukkan oleh persentase perolehan nilai aktivitas guru dalam lembar pengamatan aktivitas guru yaitu 57,5%. Beberapa langkah pembelajaran telah dilakukan guru dengan baik, tetapi ada beberapa langkah pembelajaran yang tidak dilaksanakan dengan maksimal. Dari lembar observasi aktivitas guru, ada beberapa aktivitas yang tidak dilakukan oleh guru. Pada kegiatan pembukaan guru sudah melakukan apersepsi, namun guru kurang interaktif ketika melakukan tanya jawab dengan anak. Perhatian yang diberikan guru juga hanya pada anak yang aktif menjawab pertanyaan saja, sehingga apersepsi di awal kegiatan kurang maksimal didapatkan semua anak.
  • Guru juga kurang memotivasi anak untuk tertarik dengan materi pelajaran yang sedang berlangsung. Alat peraga yang digunakan kurang menarik minat dan perhatian anak dalam mengasah kemampuan berbicara. Selain itu guru juga kurang memberikan penghargaan bagi anak atau kelompok yang berprestasi sehingga anak tidak termotivasi untuk melakukan yang terbaik. Pada kegiatan penutup, guru dan murid meresume kegiatan hari itu meskipun belum maksimal. Dari sepuluh aktivitas yang diamati, guru hanya melaksanakan 55% kegiatan.
  • Siklus II
  • Pada kegiatan perbaikan pembelajaran siklus II guru banyak melakukan perbaikan terhadap kekurangannya selama pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus I diantaranya :
  • Pada kegiatan awal, pemberian apersepsi yang dilakukan guru melalui kegiatan bercakap-cakap dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari
  • Sebaran pertanyaan guru saat melakukan sesi tanya jawab dengan anak tidak hanya terfokus pada anak yang aktif saja tetapi pada semua anak.
  • Penyampaian tujuan pembelajaran lebih terarah, sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi dan lebih spesifik.
  • Pada kegiatan inti pembelajaran, guru lebih memperhatikan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh tiap-tiap anak.
  • Peningkatan kemampuan berbicara anak dengan media boneka tangan yang dilakukan secara bergantian satu per satu, sehingga guru bisa lebih fokus mengamati dan meneliti berapa anak yang masih mengalami kesulitan dalam berbicara.
  • Pada kegiatan akhir guru melibatkan anak dalam pengambilan kesimpulan, selain itu guru juga memberikan kesempatan kepada anak untuk mengeluarkan pendapatnya tentang apa yang sudah dibuat atau disusunnya.

Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil akhir lembar pengamatan aktivitas guru, lembar pengamatan aktivitas siswa, dan lembar kemampuan kreativitas anak, dapat dikatakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas ini telah berhasil dilaksanakan dengan baik. Meningkatkan kemampuan berbahasa anak dalam menyusun kalimat lisan secara sederhana menggunakan media boneka tangan dibuktikan dengan adanya peningkatan persentase aktivitas guru dari 57,5% pada siklus I meningkat menjadi 87,5 % pada siklus II, persentase keaktifan siswa dari 54 % pada siklus I menjadi 83 % pada siklus II. Dan persentase peningkatan kemampuan berbahasa anak dalam berbicara dari 47,5 % pada siklus I menjadi 80% pada siklus II.

 

Gambar 4.1. DiagramTingkat Aktifitas Guru Siklus I dan Siklus II

Berdasarkan data yang terangkum pada Diagram 4.1 diatas tentang Kemampuan Mengajar Guru memperlihatkan peningkatan aktivitas guru yang signifikan sebesar 30 poin yaitu dari 57,5 % pada siklus I menjadi 87,5 % pada siklus II. Peningkatan aktivitas guru ini sangat berpengaruh pada peningkatan aktivitas anak pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.2. Diagram Tingkat Aktivitas Anak Siklus I dan II

Pada Diagram 4.2 kita dapat melihat adanya peningkatan keaktifan anak selama proses belajar berlangsung. Berdasarkan data yang diperoleh selama kegiatan observasi tentang aktivitas anak pada siklus I dan siklus II yang terangkum dalam diagram 4.2 maka terlihat adanya peningkatan kreatifitas siswa sebanyak 24 poin yaitu dari 54% pada siklus I menjadi 87,50 % pada siklus II. Dengan adanya data tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan media boneka tangan dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak dalam berbicara dan melibatkan anak secara lebih aktif selama proses pembelajaran.

Gambar 4.3. Diagram kemampuan Berbahasa Anak dalam Menyusun kalimat secara Lisan dan Aktivitas Anak

Pada Diagram 4.3 diatas kita dapat melihat adanya peningkatan kemampuan berbahasa anak dalam membilang benda. Berdasarkan data yang diperoleh selama kegiatan observasi tentang aktivitas siswa pada siklus I dan siklus II yang terangkum dalam diagram 4.3 maka terlihat adanya peningkatan kemampuan berbahasa anak dalam berbicara dan menyusun kalimat secara lisan dari 47,5% pada siklus I menjadi 80 % pada siklus II. Dengan adanya data tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan media boneka tangan dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak dalam berbicara dan menyusun kalimat secara lisan dalam mengemukakan pendapat secara signifikan.

Gambar 4.4. Hasil Grafik Aktivitas Guru serta kemampuan Kogitif siswa dalam Mengenal Macam-macam Binatang Peliharaan dan Aktivitas Siswa

Selanjutnya pada diagram 4.4 diatas dapat diamati bahwa aktivitas guru, aktivitas siswa dan kemampuan kognitif siswa dalam membilang benda mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada siklus II. Nilai prosentase aktivitas guru meningkat dari 57,5 % menjadi 82,5%, yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas guru sebesar 30%.  Sedangkan nilai prosentase aktivitas anak meningkat dari 54 % menjadi 87,5%, hal ini menunjukkan adanya peningkatan nilai aktivitas anak sebesar 29%. Kedua hal tersebut sangat berpengaruh pada peningkatan kemampuan kognitif siswa dalam membilang benda. Pada diagram 4.4 bisa kita lihat bahwa kemampuan kognitif siswa dalam membilang benda meningkat sangat signifikan dari 47,5% menjadi 80%, sehingga ada kenaikan nilai kemampuan kognitif siswa dalam membilang benda sebesar 32,5%.

  • KESIMPULAN DAN SARAN
  • Kesimpulan
  • Berdasarkan pembahasan pada hasil perbaikan, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media boneka tangan dapat membantu meningkatkan kemampuan berbicara dan kognitif anak dengan hasil yang memuaskan. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan aktivitas anak dalam mengikuti pembelajaran. Anak lebih antusias dan aktif pada kegiatan kegiatan pembelajaran yang sudah direncanakan oleh guru.  Keaktifan anak dalam pembelajaran ini berpengaruh sangat signifikan pada peningkatan hasil belajar anak.
  • Penggunaan Alat Permainan Edukatif yang dalam penelitian ini berupa boneka tangan terbukti mampu meningkatkan rasa ketertarikan anak pada proses pembelajaran berbahas, mengungkapkan pendapat dan pada kelanjutannya mampu meningkatkan keaktifan dan partisipasi anak dalam proses pembelajaran tersebut. Melalui media boneka tangan dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak juga memenuhi kebutuhan kreatifitas dan imajinasi anak, sehingga membuat anak lebih tertarik dan bersemangat dalam mengungkapkan pendapatnya. Rasa senang ini membuat anak lebih mudah mencerna materi cerita yang diberikan guru. Hal ini juga sesuai dengan prinsip utama pembelajaran bagi anak usia dini yakni 'belajar seraya bermain' dimana kegiatan belajar untuk anak usia dini sebisa mungkin dilakukan dengan cara bermain.
  • Saran
  • Pihak sekolah selalu mendorong dan memotivasi guru untuk melakukan pengembangan inovasi pembelajaran yang bervariasi dan menyenangkan bagi anak didik.
  • Pihak sekolah agar mendukung penerapan prinsip "bermain seraya belajar" dengan menyediakan berbagai fasilitas pendukung berupa media dan APE
  • Hendaknya guru selalu menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran anak usia dini
  • Mengupayakan penggunaan Alat Permainan Edukatif (APE) dan media pembelajaran yang menarik serta kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Aisyah, Siti. (2007) Perkembangan dan Konsep Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta

Arikunto,   Suharsimi.   (2006). Prosedur   Penelitian   Suatu   Pendekatan   Praktik. Jakarta:       PT. Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Citra, Cut.(2017) Program stimulasi Bidang Kognitif AUD. Jurnal cakrawala ,volume 10 diakses tanggal ,[Diakses 11 Mei 2020]

Elizabeth B. Hurlock. 1978. Perkembangan Anak:Jakarta:Penerbit Erlangga

Fadlillah, dkk. 2014. Edutainment Pendidikan Anak Usia Dini: Menciptakan Pembelajaran         Menarik, Kreatif, dan Menyenangkan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group

Hartati Sofia.  2005. Perkembangan Belajar Pada Anak Usia Dini. Jakarta:  Departemen  Nasional

Hidayani, Rini dkk. (2013) Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta; Universitas     Terbuka  

Hijriati. (2016) .Tahapan Perkembangan Kognitif pada masa Early Childhood.Yogyakarta:  UIN Sunan Kalijaga

Istiaty, Catarina. (2006). Pembelajaran Baca Tulis Hitung di Sekolah. Depdiknas Dirjen PMP dan TKPP dan PGM. Yogyakarta

Isy Yahya (2014). Peningkatan Kemampuan Mengerjakan Maze Melalui Metode Proyek pada Anak KelompokB di TK Cempaka KecamatanKabila Kabupaten Bone Bolango. Eprints. Universitas Negeri Gorontalo

KBBI, (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).[Online] Available at: http://kbbi.web.id/pusat,[Diakses 24 April 2020].

Kemdikbud, (2010) Standar Pecapaian Perkembangan Anak.

Komariah. (2013)Memperkenalkan Bilangan. Jurnal Cakrawala Dini. Vol 4 no 2 ,[Diakses 11 Mei 2020]

Musfiroh, Tadkiroatun.   2005. Bermain    Sambil    Belajar dan    Mengasah Kecerdasan.            Jakarta: Depdinas

Rosidah, layli. 2014. Peningkatan Kecerdasan visual Spasial Anak Usia Dini melalui Permainan Maze. (http://pps.unj.ac.id/journal/jpud/article/view/78) diakses pada 10 Mei 2020

Runtukahu, J Tombokan.(2014) Pembelajaran Matematika Dasar Bagi Anak Berkesulitan Belajar,  Yogyakarta: Ar-Ruz Media

Sudono, Anggani. (2020) Sumber belajar dan Alat Permainan ( Untuk PAUD ).Jakarta: PT Grasindo

 Triharso, Agung.  (2013). Permainan  Kreatif  dan  Edukatif  untuk  Anak  Usia  Dini. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun