Sejak Muhammad Khalid Arsya didiagnosis Atresia Bilier, oleh dokter di RSUD Dr. H. Â Abdul Moeloek, Bandar Lampung, Sartiani -- Ibu Arsya -- tak menunggu waktu lama untuk mencari tahu tentang penyakit yang baru kali pertama didengarnya itu.
Saat itu, Arsya baru berumur 4 bulan. Sartiani harus meminjam telepon pintar milik tetangga untuk mengetahui penyakit Atresia Bilier, mulai dari penyebab, sampai biaya yang dikeluarkan untuk proses penyembuhan anak ketiganya itu.
Setelah mengetahui besaran biaya yang akan dikeluarkan, Sartiani meminta kepada pihak rumah sakit agar pengobatan Arsya bisa dilakukan di Lampung.
Meski waktu tempuh dari rumah menuju rumah sakit sekira 3 jam menggunakan bus, Sartiani mengaku rela jika harus setiap hari pergi ke Bandar Lampung.
"Demi kesembuhan Arsya," kata Sartiani.
Kenyataan tak sesuai dengan harapan. Pihak rumah sakit mengaku kurang memiliki peralatan yang memadai untuk penanganan penyakit Arsya. Pada akhirnya, Arsya tetap dirujuk ke RSCM, Jakarta.
"Saya tidak ada keluarga di Jakarta. Banyak yang menakut-nakuti soal Jakarta. Tapi ada juga yang memberi kabar baik tentang Jakarta. Katanya, masih banyak orang baik di Jakarta. Saya semangat lagi," kata Sartiani.
Pada 28 Mei 2019, Sartiani, Arsya dan suami memutuskan untuk pergi ke Jakarta dengan menyewa travel. Itupun dengan meminjam uang saudara.
Di tengah perjalanan Lampung -- Jakarta yang memakan waktu sekira 9 jam, Sartiani berpikir, begitu sampai RSCM, Arsya langsung ditangani, operasi, perawatan beberapa bulan, kemudian pulang.
Kenyataan -- sekali lagi - berkata lain. Semua jauh dari perkiraan. Sartiani, Arsya dan suami sudah hampir 2 tahun tinggal di Rumah Singgah milik Yayasan Rumah Satu Hati yang tak begitu jauh dari RSCM. Kini, usia Arsya sudah 1 tahun 7 bulan.
"Aku juga belum tahu kapan anakku akan dioperasi. Semoga pandemi ini cepat berlalu," ucap Sartiani.