Sepulang dari rumah sakit, anjuran perawat tak pernah putus dilakukan. Nadine diberi air gula dan air mineral. Lewat beberapa hari, sakit Nadine semakin parah. Nadine demam.
"Matanya menguning parah, seperti kuning kunyit," ucap Ivan - ayah Nadine - mengingat kejadian itu . Setiap kencing, lanjutnya, ada semacam lumut. Lumut warna kuning.
Dua minggu setelah keluar dari rumah sakit, Erna membawa Nadine ke Gunung Sitoli lagi. Tetapi kali ini, Erna tidak ke rumah sakit. Erna menilai diagnosis dari pihak rumah sakit tidak menjawab kekhawatirannya.
Erna menemui dokter spesialis kebidanan dan kandungan yang selama masa kehamilan memeriksanya, dr. Sim Romi Sp.OG di Jalan Diponegoro no. 174, Kelurahan Ilir, Gunung Sitoli.
Di tempat dr. Romi, Erna seperti tersambar petir di siang bolong. Dengan menggunakan USG, dokter Romi memeriksa Nadine.
"Ah kenapa kamu baru bawa ke sini, kenapa kamu nggak bawa ini ke rumah sakit umum. Hati anak ini sudah bengkak, terus empedunya tidak nampak, tidak ada," kata Erna menirukan ucapan dr. Romi.
Dokter Romi menyarankan Erna membawa Nadine ke dokter spesialis anak. Penyakit Nadine harus ditangani lebih serius. Sayangnya, di Kepulauan Nias, hanya ada 2 dokter spesialis anak.
Berbilang hari, Erna akhirnya menemui dr. Dewi M. Pasaribu M.Ked (Ped). Sp.A, dokter anak kedua yang ditemuinya.
Dari dokter Dewi-lah, Erna mengetahui bahwa ada organ tubuh di sebelah kanan yang tidak terlihat. Selain itu, ada pembengkakan di hati Nadine.
Keadaan Nadine-lah yang membuat Erna tak menyerah begitu saja. Demi kesembuhan Nadine, apapun dilakukan.
Erna membawa Nadine ke sejumlah tempat di Pulau Nias untuk mencari alternatif penyembuhan.