Mohon tunggu...
dodi dinar
dodi dinar Mohon Tunggu... Lainnya - mahasisa

Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Seorang Anak yang Baik

17 Mei 2020   07:58 Diperbarui: 17 Mei 2020   13:44 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ruteng. Kita mengenalnya sebagai kota kecil yang berlatar gunung tinggi menjulang dengan suguhan udara yang selalu sejuk, dingin, dan membuat anda selalu merindu. Di bawah kaki gunung itu, kita bisa menyaksikan begitu banyak orang dengan ciri, cara bicara, dan sikap yang berbeda.

Ruteng selalu memberikan cerita ceria bagi kita semua. Jika ada yang rindu suasana kampung, anda tinggal meluncur ke Ruteng. Di sana suasana khas kampung akan terasa sekali.  

Dan di Ruteng juga, nilai tradisioanl yang diwariskan nenek moyang masih dipelihara dengan baik, nilai gotong royong masih bisa anda saksikan di mana-mana, sikap saling membantu dan anak-anak yang masih sangat menghormati orang yang lebih tua anda bisa lihat di sana.

Dan kisah ini adalah tentang seorang anak yang tanpa pamrih selalu menyempatkan dirinya membantu sesamanya. Di bawah kaki gunung itu, tepatnya di sebuah daerah bernama Leda, hidup sebuah keluarga dengan gubuk reoknya yang sudah sangat memprihatinkan. 

Jikalau anda menyempatkan melihat ke bagian dalam gubuk itu, suasana yang memprihatinkan terlihat dengan jelas. Kasur yang sobek sana-sini, malahan sudah usang lagi. 

Gubuk kecil yang hanya terdiri dari dua kamar. Di kamar satunya lagi, yang anda bisa lihat hanyalah ruangan tidur yang berasalkan tikar. Dan sinar matahari mencuri-curi masuk ke dalam ruangan rumah, atap rumah itu sudah bocor di sana sini. 

Gambaran yang jauh dari kata layak dihuni. Tetapi, satu keluarga kecil itu tidak pernah mengeluh. Mereka selalu bersemangat untuk tetap menjalani hidup mereka.

"Kita tidak pernah mati meski dengan kondisi kita sekarang ini. Tuhan selalu melihat ke bawah dan tidak membiarkan anak-anaknya kesusahan. Yang penting kita harus terus bekerja dan berusaha" Demikianlah sang Ayah terus menyemangati istri dan kedua anaknya setiap hari. Jelas bahwa ia tidak ingin melihat mereka murung.

Anak pertamanya bernama Beni yang saat ini duduk dibangku kelas 2 SMP di salah satu SMP negeri non-unggulan di daerah itu. Dan anak keduanya Naldy, yang masih berusia 5 tahun. 

Sedang sang istri hanya penggangguran yang harap-harap cemas menunggu panggilan kerja dari tetangga, seperti membersihkan kebun, memanen padi dan lain-lain. Selebihnya dia hanya duduk di rumah menyiapkan hal-hal yang layak dibuat oleh istri. Sedangkan sang suami hanya buruh kasar yang menerima layanan tukang bangunan jika memang ada rejeki, namun dengan upah seadanya. 

Gambaran yang memang jauh dari kata berkucupan, apalagi penghasilan dari keluarga itu harus dibagi untuk biaya uang sekolah Beni. Bahkan pernah sekali, uang komite wajib tidak dibayar selama 3 bulan pertama. Hingga sekolah mengeluarkan surat peringatan dan panggilan orangtua untuk membahas tunggakan uang sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun