"Anak saya tidak mencuri pa. Anak saya tidak mungkin mencuri pa" Kata ayanya
"Ia, saya tahu Domi. Makanya ayo kita beramai-ramai ke Mbaru Tembong dan kita bahas semuanya di sana" Sambung Tua Adat.
Kemudian semuanya beramai-ramai menuju rumah adat. Mbaru tembong sebuah simbol persatuan bagi masyarakat manggarai. Disini semua hal bisa didengarkan, dibuat musyawarah, dan bisa diputuskan.
"Selamat siang semua. Maaf sudah mengganggu waktu saudara semua. Saya tadi pagi, jujur, sangat keget mendengar berita bahwa ada anak berusia sekitar 10 tahun melakukan kegiatan tidak terpuji. Lalu kemudian saya tahu kalau namanya Beni. Anak yang sekarang berada di depan kita dan terlihat sangat lemas. Saya kaget, jujur sangat kaget. Karena bagi saya dan sebagian besar warga di kampung sini tahu bahwa Beni adalah anak yang baik, jujur, suka membantu, dan pekerja keras. Makanya saya turun tangan untuk menangani masalah ini. Jadi di sini sudah hadir beberapa saudara kita, yang kebetulan lewat di jalan sekitar lahan warga sekalian dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa lahan sampai rusak parah dan sayur semua pada hilang. Maka dari itu saya sarankan agar kita semua bisa mendengar kesaksian dari beberapa saudara kita" Tandas Tua Adat.
Beberapa orang bapa menceritakan semua hal yang mereka tahu ketika hari kejadian. Sekitar 30 menit bercerita, semua akhirnya tahu bahwa yang menyebabkan semua permasalahan itu adalah sekelompok kera yang iseng mencari makan di lahan warga terdekat.Â
Mereka mengobrak-abrik lahan warga makanya menjadi rusak dan beberapa sayur hilang. Dan juga mereka mengatakan bahwa, air yang selama ini mengalir lancar ke lahan warga adalah karena ketekunan dari Beni untuk membuat saluran air sehingga air bisa mengalir lancar ke semua lahan warga. Ia takut kalau terjadi perkelahian di antara warga hanya gara-gara air. Padahal air di ulu wae bisa dinikmati oleh siapa saja.
Suasana seketika menjadi sangat hening. Tidak ada yang berani mengeluarkan sepatah katapun. Mereka tahu bahwa mereka sudah salah. Menuduh anak yang berumur 10 tahun adalah kesalahan yang besar.
"Jadi saudara semua saya selaku tua adat di kampung ini, meminta maaf kepada bapa Domi sekeluarga, terlebih khusus untuk Beni. Nak kami memintaa maaf karena kami sudah main hakim sendiri ya nak"
Ayahnya mempersilahkan Beni untuk berdiri sebisanya. Ayah dan ibunya tersenyum penuh ketulusan kepadanya. Mereka ingin meyakinkan bahwa semuanya sudah baik-baik saja. Melihat ayah dan ibunya sudah tidak menangis lagi, Beni dengan pelan menganggukkan kepalanya.Â
Ia sepertinya memaafkan semua yang terjadi tadi pagi. Meski ia tahu bahwa ini sangat sakit, namun ia dengan hati kecilnya yang masih tegar bersedia memaafkan semuanya. Bagi dia, ia gampang memaafkan semuanya, karena ia bukan tipe pendendam dan memang pada dasarnya ia adalah anak yang baik.
Setelah kejadian itu, banyak warga yang bersedia menyumbangkan rejekinya ke rumahnya, baik berupa sayur hijau, sedikit beras, dan juga pengobatan untuk ayahnya yang selama ini bertahan dengan obat tradisional hingga ayahnya yang pada akhirnya memiliki peerjaan tetap di salah satu perusahaan jasa pengiriman barang.