"Lagi timba air nak? Kenapa memangnya?" Jawab ibunya penasaran
"Tidak bu. Aku pamit bermain dulu ya ibu"
"Iaiai nak, hati-hati nak, jangan kamalaman pulangnya"
"Sip bu"
Siang itu berlalu dengan percakapan antara Beni dan ibunya. Tumben siang itu Beni pamit untuk bermain. Â Dan hal ini berlangsung terus hingga masa liburannya. Seperti biasa dia dan ayahnya menyempat diri mengais rejeki di kebun kopi belakang rumah mereka.Â
Mencoba melihat-lihat apakah masih tersisa sedikit biji kopi untuk bisa dijual di kota. Namun nyatanya sama seperti 6 bulan lalu ketika terakhir kali mereka ke kebun.
"Ya ayah, kosong nih" Kata Beni
"Hehehe mau bagaimana lagi Ben. Yaudah kita pulang saja"
Seperti sebagian besar masyarakat manggarai, kopi adalah komoditas utama yang menjadi modal usaha. Namun hari itu mereka pulang dengan tangan hampa.
Hingga pada suatu malam, ayahnya jatuh sakit tanpa alasan yang jelas. Suhu tubuhnya sangat tinggi disertai pilek dan batuk. Semua sangat bingung apa yang harus diperbuat. Apalagi mereka tidak tahu siapa yang harus dihubungi.Â
Telpon genggam saja mereka tidak punya dan rumah para tetangga sangat jauh dari rumah mereka. Ibunya sibuk melihat-lihat di lemari apakah ada yang bisa dipakai sebagai obat. Namun tidak ada.