Tak lama kemudian Pak RT datang dengan masih berbalutkan Songke Manggarai (kain khas Daerah Manggarai).
"Ada perlu apa ya pag-pagi Pak Ari?" Tanya Pak RT
"Maaf sudah mengganggu pagi-pagi begini pak. Ini kami sudah menangkap pencuri yang merusak dan mengambil sayur di lahan bapa dan warga" Jawab Pak Ari dengan tegasnya.
"Apa??!!! Yang benar saja kamu. Kamu anaknya Domi kan?" Tanya Pak RT ke Beni.
Beni tidak mampu mengucapkan sepatah katapun. Ia masih menangis hingga tidak tahu harus berbuat apa. Suaranya seperti sudah habis untuk berteriak. Tangan, kaki, dan bibir, hingga seluruh tubuhnya bergetar ketakutan.
Jauh di dalam hati kecilnya ia berpikir bahwa mungkin ia akan dihukum karena tuduhan yang tidak tepat ini. Ia tidak bisa berdiri tegak dan bahkan untuk duduk pun ia sudah tidak sanggup. Ia hanya bisa menangis dan sesekali berlutut supaya ia dilepaskan karena ia tidak bersalah.Â
Namun Pak Ari bersikeras bahwa Beni lah yang melakukan semua tindakan tersebut. Pak RT memang sempat ragu kalau Beni betul-betul melakukan hal sejahat itu.Â
Ia tahu kalau Beni anaknya jujur, rajin, dan suka membantu sesama. Namun semakin siang, suasana semakin ramai saja oleh orang-orang yang penasaran dengan kejadian di rumah Pak RT.
Sedangkan di rumahnya, ibunya sangat khawatir dengan Beni yang tak kunjung pulang. Kemudian ia memilih mengikuti Beni ke mata air. Namun sesampainya di sana ia melihat jerigen tertinggal begitu saja dekat sosor.Â
Dia tidak tahu kemana perginya Beni. Ia mencari-cari di sekitar tempat tersebut, tetapi ia tidak menemukan jejak Beni sediktipun. Kemudian Bu Aty datang dari arah yang berlawanan.
"Bu, lihat Beni tidak?" Tanya Ibunya.