"Nak kamu kenapa lama sekali? Ibu khawatir"
"Maaf bu, tadi nyarinya susah sekali bu. Sangat gelap di sana" Jawab Beni.
Dari raut mukanya ia masih ketakutan dengan apa yang ia lihat barusan. Takut jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan.
"Bu, mata air yang di atas itu milik bersama kan bu?"
"Ia nak. Kenapa memangnya?"
"Tidak bu. Cuma penasaran aja"
"Namanya mata air itu tidak boleh diperebutkan nak. Kita orang manggarai seharusnya bersyukur bahwa mata air itu masih ada. Apalagi dalam kepercayaan kita, mata air sebagai tempat tinggal bagi nenek moyang kita. Jadi kalau diperebutkan jangan sampai mengganggu kehidupan para nenek moyang kita" Jelas ibunya sambil mencampurkan bahan tradisional dengan daun yang sudah diambil Beni.
Keesokannya. Pagi-pagi sekali Beni mengganti peran ayahnya untuk menimba air untuk mengisi tong-tong yang ada di rumahnya. Sepanjang jalan ia masih kepikiran tentang pristiwa yang terjadi semalam. Jangan sampai mereka tahu Beni menguping semalam dan sekarang sedang menunggu Beni di sana.
"Tuhan apa yang akan terjadi hari ini?" Keluh Beni dalam hati.
Namun sesampainya di sana ia tidak melihat siapa-siapa lagi. Lalu ia melanjutkan aktivitas paginya. Lalu terlintas dalam benaknya bahwa, sekarang di Manggarai memang sedang mengalami krisis air yang terbilang parah.
Hujan sudah tidak turun selama kurang lebih enam bulan. Mata air semakin berkurang akibat pembalakan atau penebangan hutan secara liar akhir-akhir ini. Â