Mohon tunggu...
Diefani Khatyara
Diefani Khatyara Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN RADEN MAS SAHID SURAKARTA

Semoga bermanfaat guyss

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Pencatatan Perkawinan

22 Februari 2023   22:15 Diperbarui: 22 Februari 2023   22:22 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

SEJARAH PENCATATAN PERKAWINAN

Pernikahan di Indonesia bukan hanya untuk seks, karena pernikahan adalah

sesuatu yang sakral bagi setiap orang sehingga perlunya pencatatan nikah di

Indonesia. Dalam sejarahnya pencatatan perkawinan mengalami banyak perubahan

pada setiap zamannya. Awalnya ada pengaturan dalam Undang-Undang No. 22

tahun 1946 tentang pencatatan perkawinan, perceraian dan pemukiman. UndangUndang tersebut berlaku di Jawa dan Madura pada tanggal 1 Februari 1947 pertama

kali. Sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan,

Adriaan Bedner & Stijn van Huis menjelaskan:

Sebelum tahun 1974 penduduk Indonesia merupakan tunduk dalam banyak

sekali peraturan perkawinan yg diwarisi menurut pemerintah kolonial. Dengan cara

yg umumnya bersifat pragmatis, Pemerintah kolonial nir pernah berusaha buat

membawa seluruh masyarakat negara pada bawah satu undang-undang, melainkan

hanya ikut campur pada ihwal famili apabila diperlukan sang tekanan eksternal,

semisal menurut gereja pada Belanda yg ingin peraturan spesifik buat semua umat

Kristen mereka pada Hindia Belanda. Detail menurut pluralisme aturan perkawinan

tadi jua masih ada pada Penjelasan Umum menurut Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 mengenai Perkawinan Nomor 2, menjadi berikut:

Bagi orang-orang Indonesia Asli yang beragama Islam berlaku aturan yang sudah

diresipiir pada Hukum Adat;

a. Bagi orang-orang Indonesia Asli lainnya berlaku Hukum Adat;

b. Bagi orang-orang Indonesia Asli yamg beragama Kristen berlaku Huwelijks

Ordonatie Christen Indonesia (Staatsblad 1933 Nomor 74);

c. Bagi orang Timur Asing Cina & masyarakat negara Indonesia keturunan Cina berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata menggunakan sedikit perubahan;

d. Bagi orang-orang Timur Asing lainnya & warganegara Indonesia keturunan

Timur Asing lainnya tadi berlaku Hukum Adat mereka;

e. Bagi orang-orang Eropa dan warga Negara Indonesia keturunan eropa dan yang dsamakan dengan mereka berlaku Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Hukum perkawinan tersebut, jika disimpulkan maka akan terdapat empat sistem

hukum perkawinan yaitu:

1. Hukum perkawinan adat

2. Hukum perkawinan Islam

3. KUHPerdata (BW)

4. Huwelijks Ordonnantie Christen- Indonesiers (HOCI).

Menurut Sumarni dari Fraksi PNI beliau berpendapat bahwa Undang-Undang

perkawinan harus mencakup semua lapisan masyarakat tanpa membeda-bedakan

agama, ras, dan etnis. Sedangkan ketika memenuhi jabatan sebagai Menteri Agama,

Bapak Ilyas ingin menyampaikan prioritas kepentingan umat Islam ke parlemen,

karena mayoritas penduduknya beragama Islam. Pada akhirnya setelah banyak

perdebatan, tanggal 2 Januari 1974, DPR mengesahkan Undang-Undang Perkawinan

menjadi Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Keputusan

Pemerintah No.9 Tahun 1974, bahwa "Pencatatan bagi yang beragama Islam

menjadi tanggung jawab Departemen Agama Islam, sedangkan bagi yang beragama

non muslim menjadi tanggung jawab Departemen Kebudayaan." Dalam Pasal 2 UU

Perkawinan mengatakan bahwa:

"(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku."

Tetapi pada kenyataannya banyak WNI yang tidak memenuhi keduanya,

mereka hanya memenuhi tuntutan agama saja, sedangkan tuntutan administrasi

berdasarkan pasal 2 ayat 2 tidak dipenuhi.

Pada dasarnya, pencatatan dalam suatu perkawinan tidak menjadi syarat sah

suatu perkawinan sehingga tidak mempengaruhi keabsahan status suami istri.

Adanya putusan MK Nomor PUU-VIII/2010 yang mengatakan bahwa pencatatan perkawinan bukan faktor yang menentukan sahnya perkawinan. Adapun

materi pokok dalam putusan tersebut berisi pembahasan untuk membuktikan bahwa

Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan mengenai hubungan perdata anak di luar

perkawinan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

(UUD 1945) sepanjang diartikan menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki,

yaitu dalam hal ini seorang ayah.

Dalam putusan MK juga dikatakan bahwa pencatatan hanya menjadi

kewajiban administratif yang membuktikan terjadinya suatu perkawinan berdasarkan

peraturan perundang-undangan. Putusan tersebut menegaskan makna pentingnya

kewajiban administrasi yang dimaksud adalah supaya negara dapat memberikan

perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia yang

bersangkutan. Akan tetapi, perkawinan yang tidak dicatatkan dapat menimbulkan

beberapa akibat hukum yang meliputi konsekuensi yuridis terhadap akibat-akibat

perkawinan seperti hak keperdataan, kewajiban pemberian nafkah, dan hak waris.

Dengan ini pencatatan perkawinan menjadi syarat formal untuk legalitas yang dapat

mengakibatkan konsekuensi yuridis baik dalam hak-hak keperdataan maupun

kewajiban nafkah dan waris.

Pencatatan perkawinan merupakan faktor yang sangat penting dalam sahnya

perkawinan. Dengan tujuan untuk melindungi hak warga negara dalam berkeluarga.

Karena jika perkawinan tidak tercatat, maka perkawinan tersebut tidak mempunyai

kekuatan hukum. Perkawinan yang tidak tercatat juga sangat merugikan perempuan

karena perempuan dianggap sebagai istri yang tidak sah, perempuan tidak berhak

atas nafkah dan warisan jika suaminya meninggal dunia, perempuan tidak berhak

atas harta bersama jika terjadi perceraian karena perkawinan tersebut tidak pernah

sah.

DIPERLUKANNYA PENCATATAN PERKAWINAN

Pencatatan Perkawinan dalam Hukum Perkawinan Nasional Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (2) UU

1/1974 secara tegas memerintahkan bahwa setiap perkawinan harus dicatat

menurut peraturan perundang undangan yang berlaku. Bilamana ketentuan Pasal 2

ayat (2) UU 1/9174 ini dihubungkan dengan Pasal 2 ayat (1) UU 1/1974, jelaslah

bahwa setiap perkawinan yang dilakukan secara sah menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu harus dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku agar perkawinan itu diakui keabsahannya.

Tujuan pencatatan perkawinan yaitu sebagai berikut:

a. Untuk tertib administrasi perkawinan;

b. Jaminan memperoleh hak-hak tertentu (memperoleh akte kelahiran, membuat

Kartu Tanda Penduduk, membuat Kartu Keluarga, dan lain-lain);

c. Memberikan perlindungan terhadap status perkawinan;

d. Memberikan kepastian terhadap status hukum suami, istri maupun anak;

e. Memberikan perlindungan terhadap hakhak sipil yang diakibatkan oleh adanya

perkawinan;

MAKNA FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, RELIGIUS DAN YURIDIS DARI PENCATATAN

PERKAWINAN

Di dalam konteks filosofis, pencatatan perkawinan melambangkan akan suatu

ikatan sosial, keadilan dan kesetaraan, tanggung jawab, kelangsungan hidup

manusia dan juga spiritual. Oleh karena itu, pencatatan perkawinan wajib dilakukan

dengan penuh kesadaran dan keikhlasan untuk menjalani hidup Bersama dengan

pasangan hidupnya.

Sedangkan dalam konteks Sosiologi itu sendiri, masyarakat harus menjadi

saksi atau tahu bahwa pasangan tersebut sudah menikah dan sudah tercatat di

dalam negara agar tidak menimbulkan fitnah, dan dapat hidup damai serta

menghasilkan keturunan yang sah di dalam agama dan juga negara.

Lalu dalam konteks Religius sendiri ialah dalam agama wajib memenuhi hakhak nya. Banyak ulama fiqih yang berpendapat bahwa, sebuah pernikahan itu bisa

menjadi penyempurna dalam maslahah mursalah. Banyak sekali manfaat dari

pencatatan pernikahan itu sendiri, maka karena itu diwajibkan hukumnya bagi

mereka yang beragama untuk mencatatkan pernikahan.

Dan terakhir yakni dalam konteks Yuridis, didalam pencatatan perkawinan

ialah perbuatan percatatan hukum sekaligus sebagai peristiwa hukum yang

mengandung nilai sakral oleh kententuan hukum agama dan juga penentu dari

keapsahan perkawinan tersebut.

DAMPAK DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGIS, YURIDIS DAN RELIGIUS JIKA

PERKAWINAN TIDAK DICATATKAN

Menurut pendapat kelompok kami Pencatatan perkawinan itu sangat penting

karena pengaruh pencatatan perkawinan baik secara Sosiologis, Yuridis dan religius

sangatlah penting sebab :

1. Dalam hal Sosiologis itu sangat berpengaruh terhadap urusan keperdataan

perkawinan tersebut, misalnya status anak yang lahir dari perkawinan

tersebut, waris, harta bersama, dll. Pencatatan perkawinan secara Sosiologis

juga dapat digunakan sebagai bukti sosial adanya suatu perkawinan dan

mencerminkan adanya kontrak sosial di dalam masyarakat.

2. Dampak Yuridis Pentingnya pencatatan perkawinan yakni jika perkawinan itu

tidak dicatatkan maka sangat di khawatirkan berdampak terhadap anak yang

dilahirkan, sebab anak itu tidak memiliki kekuatan di mata hukum (anak yang

lahir dari perkawinan siri tidak dapat dilegalisasi oleh negara) , dan jika terjadi

sebuah perceraian maka istri tersebut tidak memiliki kekuatan hukum untuk

menuntut suami, selain itu tidak ada kejelasan status wanita sebagai istri

dimata hukum ataupun masyarakat.

3. Secara Religius berdampak terhadap sah tidak nya sebuah perkawinan.

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 perihal perkawinan dan

Kompilasi Hukum Islam menetapkan bahwa perkawinan dianggap tidak sah

apabila perkawinan itu tidak dicatatkan secara legal.

Kelompok 7 Hukum Perdata Islam di Indonesia HKI 4A, beranggotakan :

1. Nidaa' Nurul Fajri_212121006

2. Diefani Khatyara Cahyani_212121017

3. Ariavani Isnandia_212121022

4. Dwi Safty Wulandari_212121030

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun