Siang itu keduanya makan dalam suasana yang damai. Angin persawahan yang terus menerus berhembus memberikan hawa sejuk. Sesejuk hati Putri saat ini. Ini aneh. Persahabatan dengan Radite telah berlangsung selama di kelas XII ketika Putri baru pindah. Putri merasa, pandangan mata Radite berbeda dengan yang lain. Radite yang dulu ia kira pendiam, ternyata banyak bicara juga.
Putri juga merasa aneh, Radite tak pernah menyatakan kata apa-apa, tapi keduanya seolah pernah menyatakan sesuatu yang dijadikan pengikat. Tidak. Putri tidak mendengar perkataan suka, kagum atau bahkan mungkin cinta. Kata itu belum pernah, Putri ingat betul. Namun sanjungan bahwa dirinya spesial dalam suasana apapun ia simpulkan bahwa Radite memang suka kepada dirinya.
“Put .... esnya diminum! Kok malah diaduk-aduk saja..... tuh makannya juga...”
“Iii ... ii..iiya... iya....”
“Kok kaya nggak selera makan Put? Nungguin kado ya?” tanya Radite menggoda.
“Iiiih .... paling juga kadonya apa gitu.”
“Mau kado sekarang Put? Makannya nanti?”
“Boleh. Tapi ... nggg... ini kado apa?”
“Kado perpisahan.”
“Perpisahan dengan SMAN 1 Majalengka Put .... tempat yang paling membahagiakan aku. Karena di situlah aku mengenal gadis kiriman Allah dari Krangkeng, gadis Indramayu. Ya Allah, dulu ketika pertama kamu mengenalkan diri .... pas pelajaran Matematika ya?”
“Iya betul itu. Pak Didik gurunya, yang meminta aku mengenalkan diri.”