“Yang perempuan.”
“Safira… aaah Safira siapa tadi…”
“Bapak tidak salah dengar Pak?”
“Maksudnya?”
Hilal tak menjawab. Dada Hilal semakin gemuruh. Detak jantunnya tak teratur. Mata laki-laki itu jelalatan ke sana ke mari mencari-cari seseorang. Tak ada. Dengan bergegas Hilal menyibak kerumunan orang banyak, ia berlari ke tempat yang sepi menjauh dari kerumunan orang.
Topaz….. Aini … Ainiii…… angkat! Ayo angkat HPmu! Gumam Hilal dengan bibir bergetar. Jemarinya juga tampak bergetar. Tak ada respon. Laki-laki itu mencoba menghubungi sekali lagi.
“Assalamu’alaikum …..” terdengar suara lembut. suara Topaz Aini! Hilal berbinar. Mata laki-laki itu berkaca-kaca.
“Topaz …. di mana kau? Dimana?”
“Kakak di Majalengka?”
“Iya laahhh ini di Majalengka! Di pernikahanmu, tapi ini seperti mimpi! Apa…. apa yang terjadi Topaz? Kenapa harus Safira? Kenapa? Kau di mana Topaz? Di mana?”
“Saya di Talaga kakak….. “