Mohon tunggu...
Diana NovitaPermataSari
Diana NovitaPermataSari Mohon Tunggu... Guru - Guru/Pendidik

Menjadi pendidik di salah satu sekolah menengah kejuruan Negeri. Hobi utama membaca, sekarang sedang giat berlatih menulis, dan sangat suka jalan-jalan, kadang kulineran, dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Memang Bukan Dewi Persik

21 Juli 2023   11:59 Diperbarui: 21 Juli 2023   12:01 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika melewati kedua satpam tersebut, Dewi tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Yang dibalas dengan senyum ramah dan anggukan kepala sang satpam.

Setelah sampai di toilet dan sekaligus tempat wudhu, Dewi mengamati rekan-rekan kerjanya yang semuanya adalah seniornya,

"Kok tidur kayak orang mati sih, Mba, rekan-rekannya sudah turun semua, sudah dibangunkan juga, Mba Dewi masih diam saja, tetap tidur di atas bis. Ya sudah kami tinggal saja! Biasa bangun siang ya?" tanya bu Yuna, senior Dewi, yang baru selesai berganti pakaian, sambil menatap Dewi dengan lirikan tidak sukanya.

Meskipun sudah senior, dalam kondisi santai atau tidak terlalu formal, seseorang biasanya tetap memanggil dengan awalan 'Mba' kepada juniornya, dengan alasan, katanya mengajari siswa-siswi untuk menyapa dengan sapaan hormat.

"Saya dengar Ibu membangunkan saya, hanya saja saya sedang tidak sholat, jadi saya pikir untuk apa juga saya buru-buru bangun..?" kata Dewi membela diri jengah, ditatap oleh sekitar sepuluh pasang mata wanita di tempat tersebut. Tatapan mata yang menghakimi dan menyalahkan. Seolah paling junior sendiri, tapi juga paling membuat kesalahan sendiri.

"Ya sudah tidak apa-apa. Yang penting sekarang sudah berada di sini. Kami tadi khawatir kamu akan ketinggalan agenda rombongan, dan terlambat, dan sebagainya.." kata bu Rinda, yang lebih senior dari bu Yuna, sambil tersenyum ke arah Dewi. Yang membuat semua pasang mata yang tadi menghakimi dan menyalahkan Dewi, sekarang tenang dan tidak tegang, pun mulai ada yang tersenyum kepada Dewi.

"Ayo, segera mandi!" perintah bu Ita, yang berusia sekitar empat atau lima tahun lebih tua dari Dewi, sambil tersenyum.

Dewi tersenyum sambil mengangguk ke bu Ita. Ia lalu berjalan akan meletakkan tasnya di atas wastafel, sambil mengamati semua wanita yang menjadi rekan kerjanya. Semua sudah mandi, meski masih ada beberapa yang masih berganti pakaian, tapi sisanya sudah mulai menggunakan tata rias.

"Ini kita udah mau pada selesai, kamu mau ditinggal apa gimana? Berani nggak sendirian di tempat ini?" tanya bu Ita sambil mengoleskan lipstik di bibirnya.

"Berani Bu, ditinggal saja tidak apa-apa, toh sedang tidak solat!" kata Dewi lagi sambil tersenyum.

Dewi mengeluarkan sikat dan pasta giginya sambil merenung, sudah memutuskan untuk tidak ikut bersama ya berarti berani, termasuk konsekuensi sendirian di kamar mandi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun