"Jangan,"teriak Runi. Tiba-tiba ia melompat menghalangi Devi yang sudah memegang sandal untuk membunuh kecoa itu.
"Itu, kecoa, Runi. Kasihan apa?" sahut Devi tak kalah jengkel.
"Itu juga hewan hidup. Bagaimana kalau... Bagaimana kalau..."
"Kalau apa?"sahut Devi makin geram. "Sudah minggir sana!"
"Jangan Kak Devi. Dia bisa terbang sendiri. Dia bisa keluar sendiri, dia ga usah dibunuh,"
Sundari dan Lyn hanya diam menempel di dinding seperti cicak ketakutan. Antara takut kecoa, dan takut pertengkaran dua sahabat ini berubah menjadi sebuah pertempuran yang sengit.
"Itu kecoa juga punya keluarga, Kak Dev. Masak Kakak ga kasihan. Biarin hidup knp sih?"
"Itu kecoa, hanya kecoa, binatang menjijikan tak berguna, Runi. Minggir....minggir...," desak Devi yang tak mau kalah, masih dengan sandal sebelah yang ada di tangan kanannya.
"Engga, biar dia hidup!" teriak Runi tak mau kalah.
Tiba-tiba, Pak Maman, suami Bu Jannah masuk dan mengambil kecoa yang sedari tadi pun masih menantikan vonis hidupnya dari pertikaian dua manusia bernama Devi dan Runi.
Tak ada yang berani melarang Pak Maman. Melihat sekelebat Pak Maman, maka meredalah pertikaian Devi dan Runi.