Di sisi lain, Asuransi Jiwasraya menginvestasikan dana nasabah di instrumen-instrumen keuangan yang tidak menjamin keuntungan yang tetap. Karena asuransi menawarkan satu bentuk produk yang disebut Saving Plan. Saving Plan itu sifatnya sebetulnya tabungan biasa, tapi kesalahan utama menjanjikan fix return, itu yang sangat tidak dibenarkan. Jalan keluar otoritas harus melarang seluruh asuransi jiwa menjual bentuk Saving Plan dengan janji fix return.
Perusahaan ini juga menawarkan jangka waktu investasi. Jiwasraya melakukan investasi di instrumen saham dan reksa dana berjangka panjang. Artinya, harga saham menjadi sangat fluktuatif dan tidak bisa ditebus setiap saat karena menimbulkan kerugian. Namun, kepada nasabah, Jiwasraya berjanji polisnya bisa ditebus setiap tahun.
Dalam laporan keuangan pada 2017, Jiwasraya melakukan investasi terbesar hingga Rp19,17 triliun ke reksa dana. Namun, investasi ini terus turun menjadi Rp16,32 triliun pada 2018 dan menjadi Rp6.64 triliun pada 2019. Begitu juga dengan investasi di sektor saham, dari Rp 6,63 triliun pada 2017, menjadi Rp3,77 triliun pada 2018 dan menjadi Rp2,48 triliun pada 2019. Untuk deposito, laporan keuangan Jiwasraya berada pada Rp4,33 trilun pada 2017, lalu turun ke Rp1,22 triliun pada 2018 dan menjadi Rp0,8 triliun pada 2019.
Kasus gagal bayar perusahaan asuransi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini juga disebabkan oleh lemahnya pengawasan dari regulator. Hal ini menyebabkan kesenjangan antara ketatnya aturan dengan lemahnya pengawasan di lapangan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Jika perusahaan yang tata kelolanya baik yang bisa bertahan. Tata kelola atau GCG ini menjadi hal yang sangat penting untuk industri demi melindungi kepentingan investor dan pemegang polis. Karena itu pengurus perusahaan harus memiliki integritas yang kuat dan didukung auditor eksternal dan komisaris independen yang mewakili kepentingan pemegang polis. Â
Adapun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap kasus gagal bayar yang dialami Jiwasraya disebut telah lama terjadi. Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengungkapkan pihaknya telah melakukan investigasi pendahuluan terhadap Jiwasraya pada 2018 lalu. Dari hasil investigasi, dia menyebut permasalahan sudah terjadi sejak 2006.
Sebagaimana diketahui bahwa permasalahan Jiwasraya ini sebenarnya sudah terjadi sejak lama, meskipun sejak 2006 perusahaan masih membukukan laba, tapi laba tersebut sebenarnya adalah laba semu sebagai akibat dari rekayasa akuntansi atau window dressing di mana perusahaan sebenarnya sudah mengalami kerugian.
APA SAJA DAMPAK YANG AKAN TERJADI DARI BIDANG INDUSTRI TERHADAP KASUS ASURANSI JIWASRAYA ?
Beberapa kasus gagal bayar (asuransi), memang cukup mempengaruhi kepercayaan masyarakat kepada industri asuransi. Beberapa dampak yang ditimbulkan :
- Melemahnya permintaan asuransi, lebih dipengaruhi melemahnya daya beli masyarakat.
- Dampak dari kasus gagal bayar asuransi ini adalah mempengaruhi kepercayaan masyarakat kepada industri asuransi.