Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sastra: Menolak Suara Perempuan Subaltern dalam Novel "Larasati"

23 November 2021   09:29 Diperbarui: 23 November 2021   09:33 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Representasi seksualitas Larasati lainnya dapat dilihat dari pergaulannya dengan para pemimpin Jepang. Salah satunya adalah Saburo Saka, seorang Letnan Kolonel Angkatan Laut Jepang. Ia memperoleh banyak harta dan pengalaman yang menjadikan dirinya istimewa dibandingkan dengan perempuan lainnya.

 

 ... Apa saja yang tak diterimanya dari dia: dari karung beras sampai gelang jambrut buatan Tiongkok dan cincin delima buatan Birma! Dan sjimizu: dari kimono sutra komplet dengan bakiak dan kipasnya sampai penyerbuan Jepang ke Australia! Ah, itu serdadu manja kalau menang perang sekali saja! Kemenanganku.

 

Lebih banyak dari padanya. Aku pernah menguasai ia karena aku tidak seperti perempuan-perempuan lain -- aku tidak pernah beranak. Mungkin ada satu kemenangan padaku: kelebihan yang dikaruniakan Tuhan. Kelebihan daripada yang lain-lain kewanitan sejati dan opsir-opir revolusi itu ...Sartono, Sardjono, Hassan Basri, Gultom... Ia tersenyum tak nyata - begitu muda, begitu belum berpengalaman, lebih banyak petengteng-petengteng mau mendapatkan hatinya, tubuhnya! (hlm. 5-6)     

 

"Keistimewaan" yang Larasati ungkap dari kutipan di atas tidak ditunjukkan pada fisiknya, akan tetapi Larasati merasa "istimewa" karena ia dapat menaklukan laki-laki melalui seksualitasnya. Ia menyindir kemenangan yang diperoleh serdadu Jepang yang ia panggil sebagai serdadu manja dan ia bandingkan dengan kemenangan dirinya yang berulang ketika beraktivitas seks bersamanya. Larasati pun memberikan penegasan terhadap dirinya sebagai perempuan sejati, perempuan yang memilki aktivitas seks yang kuat dan hebat sebagai antonim dari laki-laki sejati. Melalui tubuhnyalah, Larasati mampu menyuarakan pembebasan dirinya dan mengeksplorasi seksualitasnya sesuai dengan keinginannya. Mengenai hal ini, Faderman dalam Aminuddin mengungkapkan bahwa:

 

Perempuan bebas mengeksplorasi atau menemukan seksualitasnya sendiri sebagai nama yang mereka impikan. Sebebas dan semandiri  apa pun perempuan, bila tidak dapat menikmati seksualitas dirinya, mereka tidak akan menemukan kebebasan yang sebenarnya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun