Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sastra: Menolak Suara Perempuan Subaltern dalam Novel "Larasati"

23 November 2021   09:29 Diperbarui: 23 November 2021   09:33 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tak ada satu kekuatan dapat menghalangi aku, Ara. Kau kepunyaanku sekarang." (hlm. 137-138)

 

            Jusman mengetahui bahwa kondisi Ara saat bertemu dengan dirinya sedang berada pada kondisi yang lemah. Ara kehilangan semangat dan perlawanannya saat satu per satu kekuasaan republik berhasil direbut Belanda. Kondisi ini dimanfaatkan Jusman untuk menguasai Larasati sepenuhnya. Penguasaan Larasati diperolehnya melalui ancaman dan tekanan. Jusman pun melakukan eksploitasi seksualitas Larasati sebagai bentuk kuasa kepemilikan diri Larasati.

 

... Ia rasai beberapa lembar ujung misai menusuk mukanya dan terdengar olehnya bisikan bercamput bau abab yang asam dan aneh, mencabar penciumannya. Ia rasai tangan yang menulang-nulang seperti besi yang mengandung daya berani itu melayang-layang di atas tubuhnya. Akhirnya kesadarannya padam lagi.

Waktu malam telah berganti pagi, ia masih dalam keadaan seperti itu. ... Ia hendak melompat turun. Tetapi tubuh hitam panjang disampingnya itu kembali menangkap pergelangannya. Ia melawan. Mereka bergumul. Tapi ia kalah. Dan ia terlempar ke atas ranjang lagi. Kini ia hanya bisa menunggu dan menderitakan serangan tanpa bisa membela diri. (hlm. 141)

            Kutipan di atas memperlihatkan gambaran penunjukkan dan kekuasaan laki-laki melalui seks. Jusman meneguhkan penguasaannya akan Larasati dengan menjadikan simbolisasi seks sebagai pusat kesenangan laki-laki dalam meraih kenikmatan dan kemenangannya. Dalam hal ini, seks telah baralih fungsi dari tujuan prokreatif menjadi rekreatif. Sebaliknya, apa yang telah diperlakukan Jusman terhadap dirinya, dipandang Larasati sebagai bentuk kekalahan luar biasa karena ia tidak dapat mempertahankan kuasa atas pemilikan tubuhnya sendiri. Hal ini membuat Larasati merasa dijatuhkan kehormatan dan harga dirinya, serta dijatuhkan dari kehidupannya sendiri.

            Rasa kepemilikan yang besar terhadap Larasati membuat Jusman bersikap posesif dan ekstrem. Ia perlakukan Larasati sebagai tawanan seksualitasnya. Sehingga ia dapat memperlakukan Larasati sekehendak hatinya. Refleksi tersebut ia tunjukkan dengan penguasaan diri, jiwa, dan hidup Larasati. Di hadapan Jusman, Larasati adalah patung yang harus siap sedia menjadi mesin seks Jusman dalam konsidi apapun. Efek dari hal ini adalah Jusman melakukan pemerkosaan terhadap tubuh Larasati.

 

"Antara aku dan kau tidak ada salah faham. Tapi kesalahan benar-benar. Kau telah rampas kemerdekaanku. Kau telah tawan aku."

"Apa salahnya? Aku selalu rindukan kau. Aku tak mau sia-sia menanggung rindu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun