Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bahasa Using Banyuwangi: Kurikulum, Identitas, dan Kepentingan

4 Januari 2022   17:25 Diperbarui: 7 Februari 2022   07:49 2147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kamus Bahasa Using. Foto: Antariksawan Yusuf 

Untuk memperkuat legitimasi keberadaan bahasa Using, Hasan Ali pun mengikuti beberapa Kongres Bahasa Jawa karena selama ini para linguis memosisikan bahasa ini sebagai bahasa Jawa dialek Using. Setidaknya, teradapat dua kali Kongres Bahasa Jawa yang memberikan kontribusi penting bagi usaha Hasan, yakni kongres tahun 1991 dan 1996. Pada Kongres Bahasa Jawa 1991, Arps (2010: 235) menggambarkan kiprah Hasan sebagai berikut.

Di hadapan ratusan  guru, sarjana, dan ahli bahasa Jawa lainnya, Hasan Ali menekankan keistimewaan bahasa Using. Menurut dia, ide bahwa bahasa Using berbeda dari bahasa Jawa berasal dari "orang Using sendiri". Hasan Ali juga mengatakan bahwa sebuah bahasa seperti itu, yang dipelihara oleh masyarakat penuturnya, seharusnya dapat diajarkan di sekolah-sekolah. 

Dia melaporkan bahwa sejak Sarasehan Bahasa Using pada 1990 (hanya setengah tahun sebelumnya!) Dewan Kesenian Blambangan telah mengambil beberapa langkah perencanaan bahasa. Langkah yang dikutipnya berupa saran-saran dalam makalah yang dibawanya sendiri pada Sarasehan itu.

Menarik untuk mencermati pernyataan Hasan bahwa “ide bahasa Using berbeda dari bahasa Jawa berasal dari orang Using sendiri.” Bisa jadi memang Hasan sudah melakukan riset sebelum membuat pernyataan di hadapan para akademisi dan praktisi. Namun apakah benar pada waktu itu orang-orang keturunan Blambangan sudah menyatakan mereka berbahasa Using atau sebagai suku Using yang berbudaya Using pula? 

Ini masih menuntut kajian tersendiri. Penguatan istilah Using tidak lepas dari usaha para budayawan yang berada dalam lingkar kekuasaan. Mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung sosialiasi penggunaan bahasa Using di tengah-tengah masyarakat.  

Setidaknya, dengan mengatakan wargalah yang mengatakan bahasa Using berbeda dengan bahasa Jawa, Hasan memiliki legitimasi kultural yang disampaikan ke forum sehingga mereka akan memberikan persetujuan untuk menyematkan istilah bahasa Using, menggantikan kesepakatan akademis sebelumnya yang mengatakan bahwa Using hanyalah dialek bahasa Jawa.

Pada Kongres Bahasa Jawa Tahun 1996, Hasan Ali melakukan manuver dengan meminta peserta menebak maksud sebuah ungkapan yang sudah ia siapkan. Menurut Arps (2010: 236), Hasan Ali berargumen bahwa sebuah bahasa dikatakan dialek apabila penutur dari bahasa induk masih bisa memahami varietas dialek yang disampaikan. Ternyata, tak satupun dari peserta yang bisa mengerti. Berbekal kekhususan itulah dinas terkait di provinsi memberikan rekomendasi untuk pengajaran bahasa Using. DPRD Banyuwangi pun menyetujuinya.

Tidak lama setelah itu, Bupati Purnomo Sidiq memutuskan untuk menjadikan bahasa Using sebagai muatan lokal. Tahun 1996 ia mengeluarkan SK Bupati Nomor 428 tahun 1996 tentang Pembentukan Tim Penyusunan Buku-buku Materi Bahasa Using sebagai Kurikulum Muatan Lokal pada Pendidikan Dasar di Kabupaten Banyuwangi (http://www.antarajatim.com/lihat/berita/19625/lihat/kategori/7/lihat/kategori/2/Sospol). 

SK ini merupakan terobosan politik yang luar biasa karena melegitimasi kebijakan-kebijakan lanjutan terkait penyiapan pembelajaran bahasa. Ini tentu bisa menjadi pintu masuk untuk memperkuat posisi bahasa dan budaya Using di tengah-tengah masyarakat Banyuwangi multikultural. Lebih dari itu, tentu ada  celah untuk memperkuat bahasa Using yang sebelumnya sudah mulai dikembangkan melalui siaran radio dan aktivitas-aktivitas kultural lainnya. 

Kalau ditelaah dari aspek politik, sangat mungkin si Bupati dengan kebijakan tersebut ingin mendapatkan konsensus dari warga Using. Terlepas dari kepenitngan itu, SK itu pun ditindaklanjut oleh jajaran birokrat terkait, khususnya dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Apalagi, pada tahun 1997, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI mengizinkan pengajaran bahasa Using di Banyuwangi. Hal ini tentu cukup membanggakan buat Hasan dan para budayawan yang memiliki kesamaan gagasan. 

Pada awal 1997, uji coba untuk menjadikan bahasa Using sebagai muatan lokal dilaksanakan di tiga sekolah dasar di Kecamatan Banyuwangi, Rogojampi, dan Kabat, sebagai basis komunitas Using selain di Glagah, Kalipuro, Srono, Songgon, Cluring, Giri, Gambiran, Singojuruh, Licin, dan Genteng. 

Memang, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banyuwangi tidak menjalankan kebijakan itu untuk seluruh sekolah di Banyuwangi. Pertimbangan utamanya adalah bahwa terdapat sekolah yang menolak memasukkan bahasa Using dalam kurikulum muatan lokal mereka. Hal itu terjadi di sekolah-sekolah yang terdapat di komunitas berbasis etnis Jawa dan Madura. 

Berkembang kekhawatiran bahwa kebijakan ini akan menjadikan para siswa non-Using diwajibkan menggunakan bahasa Using dalam kehidupan sehari-hari, padahal tujuannya hanya sekedar mengenalkan. Lambat-laun kebijakan ini bisa berkembang ke sekolah lainnya. Pada awalnya tidak kurang dari 10 sekolah di tiga kecamatan yang menerapkan pembelajaran bahasa Using dan berlanjut hampir di tujuh kecamatan dengan jumlah 210 sekolah dasar yang menerapkannya. 

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun