Â
Teologi Absensia sebagai Tawaran dalam Berteologi
Â
      Teologi Absensia adalah gaya baru dalam berteologi dengan menggunakan paradigma absensia. Sebetulnya paradigma ini bukanlah hal yang baru karena sebelumnya telah ada para pemikir filsafat dan teologi yang juga sudah mencapai titik ini, hanya mereka belum menemukan sebuah istilah yang memadai. Para pemikir itu ialah seperti Psedo-Dionysius yang membentangkan "jalan ketiga" dalam berteologi yaitu sebuah usaha dialektik antara gaya berteologi Katapatif dan gaya berteologi Anapatif. Selain itu ada juga Meister Eckhart yang membahas lebih lanjut terkait dengan Katapatif dan Anapatif hingga sampai pada suatu argumentasi yang memampukannya untuk melampaui kedua gaya berteologi tersebut. Maka dalam bagian ini, penulis hendak memaparkan bagaimana paradigma absensia menjadi sesuatu yang baru dalam teologi. Ini adalah sebuah tawaran yang menjadi hal menarik jika menjadi bahasa dalam berteologi.Â
Â
Arti Teologi Absensia
Â
      Sebelum beranjak lebih jauh, perlu kiranya diberi rumusan tentang arti dari teologi absensia. Secara sederhana, berdasarkan rangkuman penulis atas pemikiran Rm. Haryo Tejo, teologi absensia merupakan bahasa Manusia dalam memahami Allah dalam paradigma absensia. Paradigma absensia berarti penalaran akan Allah yang didasarkan bukan pada prinsip kehadiran (presensia) tetapi prinsip ketidakhadiran. Yang hendak ditekankan dalam rumusan ini ialah bahwa bahasa manusia pada hakikatnya adalah terbatas. Manusia tidak bisa meletakkan persoalan tentang Allah dalam logika kehadiran karena Allah jelas sulit dimengerti secara logis. Maka boleh dikatakan bahwa teologi absensia adalah bahasa teologi yang lahir dari situasi keterbatasan manusia sebagai pemilik bahasa akan Allah sang Realitas absolut.
Â
      Teologi absensia hendak menekankan sisi kerendahan hati manusia di hadapan Allah. Bercermin dari pengalaman masyarakat modernis, Allah tidak serta merta bisa dijangkau oleh akal budi karena Allah jauh berada dari konseptualitas manusia dan lagi pula Allah tidak memiliki hukum yang pasti karena Ia sendiri dalam diri-Nya memuat hukum yang bagi manusia tidak pasti. Teologi absensia juga bukanlah bahasa yang hanya mampu memberi afirmasi atau negasi atas Allah. Teologi absensia lebih kepada bahasa untuk bisa masuk ke dalam kemisterian Allah.
Â