"Memang Yang Mulia Jin-Yi itu siapa?" tanya TOP.
"Dia anak orang kaya, beberapa tahun lalu dia membeli pulau itu dan membawa serta semua pembantunya untuk tinggal di sana. Pemerintah sebenarnya tak membolehkan hal itu. Tapi dia berhasil menyogok pihak Kementrian Pulau," polisi itu menjelaskan.
Akhirnya mereka berempat pulang ke rumah masing-masing. Barang-barang bawaan mereka selamat semua berkat tersangkut di jala para nelayan.
TOP mencubit lengan Jenny yang duduk di sebelahnya. Dia senang sekali menggoda Jenny. Sementara Siwon menggigit bibirnya sendiri. Ahh, seandainya mereka bisa lebih lama di pulau itu. Mungkin dia bisa lebih dekat dengan Jenny.
Jenny juga curi pandang ke Siwon. Hmm.. sebenarnya Siwon sangat baik. Baik muka dan sikapnya. Seandainya saja kejadian ini terjadi 5 atau 6 tahun lagi, pasti dia benar-benar mau menikah dengan Siwon. Pernikahannya kemarin tidak sah karena tidak ada walinya. Seandainya saja, tapi aku masih harus sekolah di Amerika. Jenny mulai berandai-andai.
Beberapa hari kemudian.
Jenny memasang gerusan bunga balsam di kuku-kuku tangannya. Membungkusnya dengan plastik lalu tersenyum. Sebentar lagi kuku-kukunya akan berwarna, warna yang sama seperti waktu dia masih kecil.
Seorang laki-laki berdiri di depan pagar. Masih memakai pakaian taekwondo dan sabuk hitam melingkar di pinggangnya. Tangannya membawa sebuah bungkusan, bungkusan untuk Jenny.
"Ahh.. Siwon.." Jenny berlari kecil ke arah laki-laki itu.
Langit sedang memberi nuansa oranye di udara sore itu. Kedua anak manusia itu saling berpandangan. Hati mereka seperti dipijit-pijit dengan pijatan yang lembut, rasa yang aneh mulai menjalar ke sekujur tubuh.
Bingkisan itu disodorkan oleh Siwon. Ada keranjang buah dengan isi pisang, pisang, dan pisang. Ada tiga pisang kembar siam, jadi kalau dikalikan jadi enam. Jenny menerimanya dengan senang. Kenapa pisang? Pikirnya dalam hati.