Bandara Incheon, 9 AM KST
Namanya Jenny, Jenny Park. Lahirnya di Seoul, tapi sejak umur 12 tahun dia bersekolah di Amerika. Di pagi yang mendung kelabu itu dia baru saja menginjakkan kaki di tanah kelahirannya. Dia hirup udara di bandara itu, apa benar ini Seoul? Kalau masih bau pie, berarti dia masih di Amerika! Beruntung udara yang ia hirup kala itu adalah bau ramyun, bau mi instan Korea yang sedang dimakan oleh seorang anak kecil berjaket hello kitty.
Suasana bandara itu sedikit ribut, beberapa artis sedang mengikuti darma wisata. Jadilah para fansnya berkumpul semua di bandara. Para wartawanpun tak kalah ribut guna meliput airport fashion dari para idola K-Pop. Ada seorang idola yang bercelana pendek sekali-laki-laki, pahanya kelihatan, rambutnya dicat pelangi. Jenny kala itu juga sedang memakai short yang tak kalah pendek. Dia hanya menoleh sebentar saja pada gerombolan itu.
"Appa1!!" Jenny berteriak kegirangan melihat sosok ayahnya yang sedang melambaikan tangan. Ayahnya itu tidak muda lagi tapi badannya masih tegap. Jenny berlari kecil sambil menyeret koper warna merahnya. Cara berlarinya sama seperti anak kecil, sama seperti jiwanya yang memang kekekecil-kecilan.
Mereka berpelukan sejenak. Terharu sebentar, ditatapinya anaknya yang sudah tumbuh dewasa. Sekarang kalau tidak salah hitung umurnya sudah 16 tahun, kalau di-Korea-kan jadi 17 tahun. Sudah besar, sudah cantik. Rambutnya hitam panjang, wajahnya putih bersih dengan bibir yang bentuknya lucu, monyong kalau berbicara. Kakinya jenjang, walau tak bisa dibilang tinggi. Intinya anaknya itu sudah remaja dan tumbuh cantik di Amerika! Ahh, sayang sekali, mengapa rambutnya tidak jadi blonde?
Utara Sungai Hanggang, Mapo-gu, Seoul.
Rumah Jenny tak besar, kecil tapi muat untuk kedua orang tuanya, Jenny sendiri dan dua ekor anjing yang kecil-kecil. Kamarnya masih sama seperti yang dulu, ada hiasan bintang-bintang di dindingnya. Direbahkannya tubuhnya di kasur empuk itu, lebih empuk daripada kasur bertingkat asrama Gehring yang ia tempati di Bethel, Maine. Rasanya bahagia berada di rumah sendiri, perasaan nyaman yang tak ia temui di tempat lain.
"Bommie!! Turun ada temanmu!" suara ibunya menaik ke atas.
Jenny masih lelah, matanya masih menyipit. Teman? Teman yang mana? "Bommie" lagi, aku tak suka dipanggil Bom! Nama itu sudah kutinggalkan sejak berangkat ke Amerika. Namaku sekarang Jenny! Jenny menggerutu dalam hati. Tapi dia bukan anak durhaka, dan akhirnya menurut turun ke bawah walau dipanggil "Bommie" oleh ibunya.
Seorang anak laki-laki tersenyum manis. Jenny membalasnya dengan senyuman juga.
"Noona2.." anak laki-laki itu setengah berlari ingin memeluk Jenny. Jenny minggir, tak mau dipeluk oleh anak laki-laki itu. Brukk, anak laki-laki itu bibirnya memeluk tembok.
"Eitss.. biasanya kita berpelukan kalau bertemu?" tanya TOP sambil memegangi bibirnya yang tiba-tiba bengkak. Suara bass-nya yang sangat serak sekali itu tak jelas terdengar karena tertutup tangan.
Jenny terdiam. Dia tak menyangka TOP jadi sebesar itu setelah setahun tak bertemu. Mukanya yang dulu terlihat polos sekarang terlihat seperti mafia! Garang dan seperti ingin menerkamnya. Apalagi suaranya yang berubah menjadi besar juga.
"Mianhe3, aku sedang tak ingin dipeluk.." kata Jenny.
"Ah.. arraso4, aku ingin mengajakmu jalan-jalan, bersama teman-temanku!" TOP duduk di kursi tanpa disuruh.
"Kapan?" tanya Jenny.
"Besok siang..aku akan menjemput noona! Kita akan naik kapal!"
Jenny bengong, sepertinya isi kepalanya masih tertinggal di bandara. Besok?naik kapal?. Badannya masih capek sekali hari itu, Â jet lag. Tapi kemudian ditatapinya laki-laki di depannya. TOP sedang memandangi jajangmyun5 yang baru saja diletakkan oleh ibu Jenny di meja. Mukanya kelaparan dan air liurnya sudah setengah menetes.
"Ya, yahh makanlah itu," kata Jenny.
"Wah, jadi noona setuju? Hore!" TOP langsung mengambil sumpit stainless steel dan memakan jajangmyun itu dengan tangannya, eh. Jenny langsung tersenyum melihatnya, mulut TOP belepotan sampai ke lehernya, seksi sekali!
Tas punggungnya berwarna merah, sama seperti warna pakaian dalamnya. Itu warna keramat bagi Jenny. Di dalam tas itu ada tas kecil berisi kosmetik, roti krim pisang, Samsung Galaxy S4, Iphone 5, Ipad, dan dompet kecil berisi lembaran dollar dan won. Sebuah notes dan pena berwarna merah luarnya-walaupun tintanya hitam, ikut dia masukkan juga ke tas punggungnya.
Langit mendung mengiringi keberangkatan mereka. Ada tiga orang laki-laki, TOP, Jiyong, dan Siwon yang menemani Jenny sendirian. Jenny memang terbiasa berteman dengan laki-laki. Bahkan dia lebih senang berteman dengan laki-laki, semua itu karena waktu kecil dia sering di-bully oleh sesama teman perempuannya.
"Wuzz up noona, ma name iz Ji-yong. You can call me G-Dragon!" remaja bertubuh kurus dan berkulit lembut itu mengenalkan diri dengan bahasa ke-Amerika-an. Pakaiannya memang ala-ala penyanyi hip-hop. Beberapa tattoo terlihat menghiasi lengannya.
"Anyeonghaseyo, Jenny imnida6.." Jenny tersenyum setelah memperkenalkan diri dengan bahasa Korea. Orang tuanya tak mengijinkan dia berbahasa Inggris kalau di Korea. Mereka tak mau Jenny lupa dengan negara asalnya.
"Anyeonghaseyo, Siwon imnida.." seorang lagi yang lebih tinggi mengenalkan diri. Wajahnya tampan, tapi tak seseram TOP.
Mobil BMW M II milik TOP melaju dengan kencang. Siwon yang menyupir. Sedang TOP memangku Ji-yong, sahabat karibnya. Jenny duduk sendiri sambil melihat ke luar. Menatapi rupa-rupa bangunan yang modern, mobil-mobil mewah, dan arah angin yang ia kira-kira sendiri. Ahh, Seoul sekarang sungguh sudah tak seperti waktu dia kecil.
Jembatan menuju Incheon sudah di depan mata, mobil mereka belok ke kiri. Ada sebuah tempat kapal-kapal parkir. Kapal itu tak terlalu besar, sebuah kapal pesiar yang cukup mewah. Disana, ada seorang perempuan yang menunggu kedatangan mereka. Dia seorang ibu-ibu tua yang ternyata sedang berjualan bakpao, eh.
Kapal mulai melaju, Ji-yong yang mengemudikannya. Sepertinya dia memang sangat mahir dalam mengendalikan kapal. Saat dia batuk saja kapal bisa berhenti berjalan, kalau dia berdehem kapal jadi berbelok. Tangan kecilnya memegang kemudi dengan santainya. Seperti sedang bermain-main.
Langit mulai mengelabukan diri. Beberapa suara gemuruh mengikuti awan-awan bermuatan listrik. Jenny memegang lengan TOP yang kaku seperti kayu. Mungkin sama ketakutan juga seperti Jenny. Mereka berdua memang penakut, jadi cocok. Saat pergi berdua ke taman hiburan mereka tak akan pernah lewat ke area rumah hantu.
"Strike!!" Siwon menarik alat pancingnya. Lengannya yang berotot terlihat berotot. Sungguh laki-laki sejati. TOP hanya bengong, dia bukan laki-laki yang pandai memancing seperti kawannya itu. Perlahan Jenny melepaskan pegangannya dan berlari menghampiri Siwon. Tangannya mulai beralih ke lengan kekar Siwon.
"Ah maaf, maksudku ingin membantu memegang alat pancingnya.." kata Jenny sambil melepaskan pegangan tangannya. Siwon tersenyum memperlihatkan lesung pipinya. Jenny juga tersenyum dengan mata yang ikut-ikutan membentuk senyuman terbalik. Eye smile.
TOP hanya memandangi langit, setetes air menuruni pipinya. Bukan air mata, tapi air hujan. Hujan mulai datang. Petir menyambar ke sana dan ke sini. Kapal itu mulai goyang, sayang bukan goyang dombret. Air masuk dari samping kanan. Kapal mulai oleng ke kiri. Jiyong tak bisa mengendalikan kapal lagi, dia malah memeluk boneka beruang yang ia bawa. Siwon dengan gagahnya berdiri menantang badai. TOP sembunyi di kamar kecil. Jenny bingung mencari-cari TOP. Ia ingin berpegangan ke Siwon, tapi mereka baru kenal, jadi tidak enak.
Tiba-tiba kapal terseret ke dalam air. Semua penumpangnya bertumpahan ke lautan. Laut masing mengamuk. Membentuk dirinya menjadi ukiran indah yang berkelok-kelok. Mengombang-ambingkan manusia-manusia di kapal itu. Mereka membawa tubuh-tubuh itu ke pulau kecil. Sebuah pulau yang tampak hijau dari kejauhan.
Pulau Misterius, dekat Incheon, Korea.
Cahaya matahari menyilaukan mata. Jenny membuka matanya, badannya pegal-pegal.
"Oh..shit!!" umpatan bahasa Amerikanya mulai keluar. Punggungnya sakit sekali pagi itu. Dimana dia? Hidungnya mulai kembang kempis mencoba menciumi udara di daerah itu. Tak ada bau pie..berarti bukan di Amerika. Tak ada bau ramyun, berarti bukan di Korea? Kaki Jenny terbuka, hanya ada sebuah short yang super short. Jenny memeriksa kakinya, beruntung tak ada yang lecet. Baginya kakinya adalah benda paling berharga di dunia.
Pulau yang tampak hijau dari jauh itu ternyata memiliki pasir berwarna hitam. Warna hijau hanya berasal dari warna pepohonan dan semak-semak yang tak jauh dari bibir pantai. Ada sesosok tubuh manusia yang tergeletak tak jauh dari tempat Jenny. Jenny menghampirinya. Tubuh itu sepanjang 180 cm. Kaosnya robek-robek dengan celana pendek yang robek-robek pula.
"Siwon.." badan Siwon di-toel dengan ujung telunjuknya.
Mata laki-laki itu terbuka. Sepertinya dia ada di surga, ada bidadari cantik yang berkaki mulus di depannya. Luar biasa, padahal dia sudah lama tak ke tempat ibadah. Kenapa dia bisa masuk surga?
"Siwon.. " Jenny kembali me-noel tangan Siwon. Siwon menggeleng-gelengkan kepalanya dan baru sadar kalau yang didepannya adalah Jenny.
"Dimana kita?" tanya Siwon. Jenny hanya menggeleng tak bisa menjawab.
Mereka berdua berjalan beriringan masuk ke pulau. Perut mereka sedang bermain musik. Musik folk bagi Jenny, dan musik trot bagi Siwon. Mata mereka langsung tertuju pada sebuah pohon. Pohon banana!!
Pohon itu hanya berbuah sedikit. Ada satu tandan pisang yang menggantung-gantung dengan indahnya. Kedua remaja yang keroncongan itu mulai berlari sprint ke arah pohon banana itu. Mereka berebutan menghabiskan buah pisang setandan. Sepertinya badai semalam membuat mereka jadi kehabisan tenaga dan kelaparan parah.
Sampai beberapa menit kemudian tinggallah sebuah pisang. Jenny dan Siwon saling bertatapan. Mata mereka menantang satu sama lain. Jenny mencoba merayu Siwon dengan tatapan memelas dan tangan yang memegangi dada. Sejenak Siwon terpengaruh, tapi perutnya masih kelaparan!
Akhirnya perang saling tatap-tatapan mata itu berubah menjadi perang gulat. Pisang yang diperebutkanpun tampak lemas karena ditarik kesana dan kemari.
"Kau perempuan harusnya makannya sedikit!" Siwon memegangi tangan Jenny dari belakang. Jenny sendiri sedang tertelungkup sambil menyembunyikan pisang di tangannya.
"Kau itu laki-laki harusnya mau mengalah!" Mereka kali ini berganti posisi, Jenny di atas dan Siwon di bawah.
Tak jauh dari tempat mereka bertengkar ada beberapa pasang mata yang menyaksikan kejadian yang tak pantas itu. Mereka memakai hanbok7 lusuh dengan rambut acak-acakan yang diikat dengan pita. Tangan mereka memegang pedang-pedang tumpul karena lama tak diasah.
"Berhenti!!" seorang dari mereka keluar dari semak-semak.
Orang-orang yang lain ikut memunculkan diri mereka, meloncat dari semak-semak. Beberapa ada yang terjatuh karena kakinya tersangkut akar pohon.
Jenny dan Siwon terdiam. Orang-orang itu seperti orang-orang yang berasal dari jaman kerajaan. Pakaian mereka masih menggunakan pakaian tradisional Korea. Apakah disini sedang ada syuting drama saeguk? Pikir Jenny.
"Kalian sudah berbuat hal yang tak senonoh di pulau ini.. kalian harus dihukum!"
"Hukum! Hukum! Hukum!" yang lain hanya teriak-teriak saja mengikuti sang pemimpin.
Siwon dan Jenny tangannya diikat. Sedang buah pisang yang sudah lemas dan pingsan itu dibawa sebagai barang bukti. Kedua remaja itu dibawa masuk terus ke dalam hutan. Di sana ada sebuah perkampungan, serupa tapi tak sama seperti yang ada di drama saeguk yang sering tayang di MBC.
Hanok-hanok bertipe chogajip8 berjejer dalam jumlah sedang. Anak-anak dan orang-orang dewasa semua memakai hanbok. Penduduk-penduduk di sana memandangi dua orang itu dengan takjub. Tak ada laki-laki setampan Siwon di pulau itu, dan tak ada wanita yang secantik itu pahanya.
Ada sebuah bangunan yang paling bagus disana. Beratapkan rumbia-sedang yang lain jerami. Seorang wanita berdiri dengan angkuhnya, hah? Mukanya mirip sekali dengan Tiffany SNSD, tapi pakaiannya itu seperti pakaian Mishil di drama Queen Seon Deok. Rambutnya disanggul besar tak sepadan dengan wajahnya yang munggil.
"Tiffany??!!, aku fansmu!" kata Siwon berteriak. Sedang perempuan itu malah mengacungkan tongkatnya ke muka Siwon.
"Berani-berani kau berbicara seperti itu ke Yang Mulia Jin-yi!"
"Pak!" Tubuh Siwon dihantam dengan sapu. Tak hanya seorang, beberapa orang juga ikut menghajarnya dengan kemoceng dan sumpit. Anak-anak juga ikut menghajarnya dengan bulu ayam.
"Sudah, biarkan. Karena mereka telah berbuat tak senonoh mereka harus dinikahkan. Segera!!" Tak senonoh yang dimaksud di pulau itu adalah mempermainkan buah pisang. Buah pisang adalah buah keramat yang tak boleh disakiti dan harus dilindungi.
"Kyaaa... tidak!!" Jenny berteriak. Mencoba melepaskan ikatan di tangannya tapi tak bisa.
Hah? Menikah? Siwon melihat perempuan di sampingnya. Gadis yang menarik. Pintar bahasa Inggris, kulitnya putih bersih, badannya bagus, mukanya unyu-unyu. Luar biasa! Awesome! Marvelous! Daebakk!
"Kamsahamnida9 Yang Mulia," Siwon malah mengucapkan terima kasih.
Malam itu juga mereka dinikahkan. Ada sebuah gubuk kecil tempat malam pertama mereka. Gubuk kecil yang hanya berdindingkan kayu-kayu tipis dan beratapkan daun-daun kering. Ada sebuah jendela yang menampilkan bulatan kuning rembulan yang sedang bulat-bulatnya. Wajah rembulan malam itu terlihat turun ke bumi, sepertinya itu yang membuat air pasang terjadi. Di sudut kamar itu Jenny jongkok sambil menangis.
"Jangan menangis, aku tak akan menyakitimu.." Siwon ikut jongkok dan menenangkan Jenny.
"Huwa!!!!...Oemma10!!..Appa..huwa.."
Tak jauh dari tempat itu. TOP sedang berada di kamar Yang Mulia Jin-yi. Ternyata dia dari tadi bersembunyi agar tak terlihat oleh Jenny dan Siwon. TOP malu karena dia telah menjadi suami Yang Mulia Jin-yi. Padahal cita-citanya adalah menikah di umur 40 tahun.
Semua ini karena kesalahannya juga. Tadi, saat baru tiba di pulau itu dia menemukan sebuah laguna. Laguna yang saat itu menjadi tempat mandi Yang Mulia Jin-Yi. Karena ketahuan mengintip akhirnya TOP ditangkap dan harus bertanggung jawab. Tanggung jawabnya adalah menikahi Yang Mulia Jin-yi yang saat itu memang baru saja kehilangan suaminya yang terjun ke laut.
Beruntung sekali TOP tidak diapa-apakan. Ternyata Yang Mulia Jin-Yi hanya membuatnya menjadi patung di sudut ruangan, tak boleh bergerak. Di sudut lain Yang Mulia Jin-Yi malah asyik mengukir di tongkatnya yang berkepala ular itu. TOP benar-benar diam seperti patung, beberapa kali ia ingin menggaruk pantatnya namun langsung dibentak oleh Jin-Yi.
"Siwon.. kita berteman saja ya? Kita kan masih kecil.. baru 16 tahun.."
Siwon bengong, dia mengantuk parah. Sedari tadi hanya menemani Jenny menangis dan memanggil-manggil ayah dan ibunya. Akhirnya Siwon mengangguk. Kepalanya langsung jatuh ke paha Jenny dan tertidur. Jenny tersenyum melihat Siwon tertidur, dia pun memutuskan untuk tidur juga meskipun dengan posisi duduk.
Pagi datang begitu cepat. Beberapa penduduk mulai berkokok.
"Kok kok kok kok..." begitu bunyinya.
Jenny membuka mata. Gubuknya tampak terang terkena cahaya matahari yang masuk melalui jendela dan melalui celah-celah diantara dinding-dinding kayu. Menggeliat sebentar, dirasakannya pahanya mati rasa. Pegal sungguh semalaman ditimpa oleh kepala Siwon yang besar dan berat itu. Lalu dimana Siwon sekarang?
Siwon duduk di dekat pintu. Memandangi anak-anak kecil yang sedang bermain-main dengan cacing tanah. Pandangannya memang mengarah ke anak-anak itu tapi pikirannya melayang jauh. Dia sedang berpikir bagaimana caranya bisa kabur dari pulau itu.
"Siwon.." Jenny memegang pundaknya.
"Jenny.. ahh..kepalaku pusing sekali.."
"Biar aku pijat.. "
Sebenarnya Jenny merasa tak enak juga dengan Siwon karena menolak melakukan malam pertama. Mana mungkin dia bisa melakukan hal itu?
Tiba-tiba ada suara dari arah selatan. Suara yang modern, suara bunyi-bunyian yang modern! Benar ada suara mobil polisi yang masuk ke pulau itu.
Beberapa orang berseragam hitam-hitam tampak memegang pistol. Mereka akan diselamatkan! Ji-yong dengan lembutnya turun dari mobil polisi itu. Dialah orang yang bertemu dengan polisi yang sedang patroli di laut. Mulai kemarin sore mereka sudah mulai mencari penumpang kapal lainnya.
"Kami mau mencari anak-anak dari Seoul! Kami harap kalian menyerahkannya!" seorang polisi berteriak.
Penduduk bersembunyi di hanok-nya masing-masing. Yang Mulia Jin-Yi keluar dari istananya, bersama dua orang penjaga yang berbulu dada lebat.
"Mereka tanpa ijin datang kemari dan berbuat onar di pulauku! Enak saja!" kata Yang Mulia Jin-Yi.
Polisi itu menggaruk-garuk kepalanya. Ini bukan pertama kali dia datang ke pulau itu. Waktu itu dia sendiri yang terdampar namun akhirnya bisa melarikan diri. Dia membuat sampan dari pelepah pisang. Yang Mulia Jin-Yi jelas-jelas marah sekali melihat pisangnya dijadikan sampan. Tapi akhirnya polisi itu mengganti pohon pisang itu dengan bibit-bibit pisang yang lain. Sekarang lihat, ada beberapa pohon pisang yang tumbuh di sana.
"Yang Mulia Jin-Yi, aku dapat kabar baik. Ada varietas pisang baru yang datang dari Asia Tenggara. Namanya "Pisang Agung". Buah yang dihasilkan sangat besar, bisa mencapai setengah meter. Kalau kau melepaskan mereka, aku akan mengirimkannya kepadamu.." polisi itu berbicara dengan sungguh-sungguh.
"Apa? Setengah meter? Daebakk.." tak sadar Yang Mulia Jin-Yi mulai luluh.
Berkat pertolongan polisi tadi akhirnya Jenny, Siwon, dan TOP bisa keluar dari pulau itu. Mereka sangat senang sekali. Apalagi TOP, akhirnya dia bisa menggaruk pantatnya yang gatal dari kemarin!
"Memang Yang Mulia Jin-Yi itu siapa?" tanya TOP.
"Dia anak orang kaya, beberapa tahun lalu dia membeli pulau itu dan membawa serta semua pembantunya untuk tinggal di sana. Pemerintah sebenarnya tak membolehkan hal itu. Tapi dia berhasil menyogok pihak Kementrian Pulau," polisi itu menjelaskan.
Akhirnya mereka berempat pulang ke rumah masing-masing. Barang-barang bawaan mereka selamat semua berkat tersangkut di jala para nelayan.
TOP mencubit lengan Jenny yang duduk di sebelahnya. Dia senang sekali menggoda Jenny. Sementara Siwon menggigit bibirnya sendiri. Ahh, seandainya mereka bisa lebih lama di pulau itu. Mungkin dia bisa lebih dekat dengan Jenny.
Jenny juga curi pandang ke Siwon. Hmm.. sebenarnya Siwon sangat baik. Baik muka dan sikapnya. Seandainya saja kejadian ini terjadi 5 atau 6 tahun lagi, pasti dia benar-benar mau menikah dengan Siwon. Pernikahannya kemarin tidak sah karena tidak ada walinya. Seandainya saja, tapi aku masih harus sekolah di Amerika. Jenny mulai berandai-andai.
Beberapa hari kemudian.
Jenny memasang gerusan bunga balsam di kuku-kuku tangannya. Membungkusnya dengan plastik lalu tersenyum. Sebentar lagi kuku-kukunya akan berwarna, warna yang sama seperti waktu dia masih kecil.
Seorang laki-laki berdiri di depan pagar. Masih memakai pakaian taekwondo dan sabuk hitam melingkar di pinggangnya. Tangannya membawa sebuah bungkusan, bungkusan untuk Jenny.
"Ahh.. Siwon.." Jenny berlari kecil ke arah laki-laki itu.
Langit sedang memberi nuansa oranye di udara sore itu. Kedua anak manusia itu saling berpandangan. Hati mereka seperti dipijit-pijit dengan pijatan yang lembut, rasa yang aneh mulai menjalar ke sekujur tubuh.
Bingkisan itu disodorkan oleh Siwon. Ada keranjang buah dengan isi pisang, pisang, dan pisang. Ada tiga pisang kembar siam, jadi kalau dikalikan jadi enam. Jenny menerimanya dengan senang. Kenapa pisang? Pikirnya dalam hati.
Sementara itu dari kejauhan ada mata yang memperhatikan mereka. Saat Jenny dan Siwon mulai duduk-duduk di bangku taman dan memakan pisang bersama-sama, mata itu mulai beralih. Mata itu beralih ke pedagang yang gerobaknya berasap.
Sekelebat bayangan berlari lagi ke rumah Jenny. Tangan bayangan itu memegang sesuatu berbentuk lonjong. TOP mengerem mendadak, hampir menabrak pagar. Keringatnya bercucuran. Dia membawa sesuatu untuk Jenny, tak berpita dan tak berkeranjang.
"Noona.. " TOP mendekat, tangannya ke belakang menyembunyikan sesuatu.
"Ah.. Tabi11, kau mau pisang?"
"Tidak, ahh..kenapa kau memakan buah aneh itu? aku membawa makanan kesukaanmu.."
"Oh ya!!" Jenny terlihat senang. Sementara Siwon bingung. Dia pikir pisang adalah buah penuh kenangan bagi mereka.
"Oksusu12!!!" TOP "mengeluarkan" sebuah jagung rebus.
"Uwoo... sarangheyo13.." Jenny langsung memeluk TOP lalu merebut jagung rebus itu.
Siwon bengong. Padahal dia sudah susah payah mencari buah pisang. Seharian dia keliling Seoul tapi tak menemukannya. Saat itu bukan musim buah pisang di Seoul. Tapi dia tak menyerah. Dia menelpon teman kecilnya, Agnes Monica, untuk mengirimkan buah pisang dari negara tropis bernama Indonesia. Sungguh apa yang dilihatnya sekarang menyakitkan hati.
Jenny mengambil satu-persatu biji jagung dan memakannya. TOP dengan rasa senang menemani Jenny sambil sesekali melongo karena tak diberi sebiji jagung pun. Sementara beberapa buah pisang tergeletak kaku di rerumputan.
TAMAT.
1 Ayah
2 Kakak perempuan
3 Maaf
4 Aku mengerti
5 Mie Korea dengan black bean paste
6 Memperkenalkan diri dalam Bahasa Korea
7 Pakaian tradisional Korea
8 Rumah tradisional Korea beratapkan jerami
9 Terima kasih
10 Ibu
11 Salah satu nama panggilan TOP
12 Jagung
13 Aku cinta padamu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H