"Aku cuma pengen tau aja gus, kenapa Retno lebih memilih Pram daripada aku..."
"Andi, Andi... Retno tau bahkan aku juga tau banget kalau Retno itu lebih sayang sama kamu daripada Pram. Tapi gak semudah itu di kalau sudah menyangkut keluarga besar, apalagi yang berdarah biru..."
"Kayaknya kamu tau banget deh soal Retno gus, kenapa kamu sembunyiin selama ini dari aku gus? Lagian aku dengar Retno itu gak bahagia dan udah pisah rumah dari Pram!"
"Buset tau dari mana sampeyan urusan ranjang orang?"
"Ya dari Maya! Ingat gus, aku itu dulu satu kosan dengan Maya. Maya itu udah seperti adikku sendiri gus, apalagi Maya itu juga sohibnya Retno. Gus, sampeyan pikir tanpa bantuan Maya selama ini, aku bisa ngajak Retno keluar?"
"Astaga, kenapa aku sampai lupa ya?" Agus terkekeh...
"Udah gini aja deh, aku butuh bantuan kalian berdua, kalian atur aja supaya aku bisa ketemu Retno"
"Bisa aja di, tapi ingat, mereka itu mungkin udah pisah ranjang, tapi Retno itu masih isteri sah Pram!"
"Aku paham gus, aku sadar kalau Retno itu masih isteri Pram. Aku cuma pengen ketemu aja gus. Aku janji..."
***
Sore itu gerimis yang turun membasahi kota Solo sejak pagi hari semakin menambah kegelisahan hati Andi. Jantungnya berdebar tidak karuan menunggu kehadiran Retno. Baru setengah jam dia menanti di cafe ini, namun terasa seperti setengah abad saja.