Mohon tunggu...
Budi Hikmat
Budi Hikmat Mohon Tunggu... profesional -

Menulis itu seperti menghembuskan nafas, setelah sebelumnya menghirup nafas melalui membaca. Menulis untuk bersyukur...\r\n

Selanjutnya

Tutup

Money

Kesaksian Spiritual Haji

9 Maret 2012   03:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:20 2976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tawaf Latihan Berislam

Buku Haji karangan Dr. Ali Syariati – semoga Allah membalas kemurahannya membagi ilmu – menegaskan jemaah haji hendaknya berlaku pasif selagi tawaf. Pasif dalam kepasrahan sepenuhnya mengikuti simulasi gerak objek semesta di dalam orbitnya masing-masing mengelilingi pusat semesta. Pasif seperti elektron berotasi seputar inti atom. Pasif seperti aliran sungai menuju samudera. Jemaah harus menghindari lonjakan ekspresi hawa nafsu yang menimbulkan gesekan atau membuat diri terlempar keluar orbit. Pasrahkan jiwa sepenuhnya di dalam genggaman pengaturan dan pewalian Allah. Leburlah diri di dalam penghayatan doa yang melantunkan kepapaan hamba di hadapan Allah, Rabb Semesta Alam Yang Maha Perkasa dan Maha Agung.

Aku memperingatkan istri untuk disiplin menghayati makna tawaf itu. Ketika memulai tawaf haji, kami memutuskan untuk mendekap sikut sebab kuatir tidak sengaja menyikut orang lain. Pandangan kami lebih sering tertumpu ke lantai. Bila ada barang yang dapat mengganggu, seperti tissue atau peniti, kami pungut sembari berdoa: “Ya Allah, sebagaimana hambaMu membuang halangan ini, maka hilangkan pula halangan dalam perjalanan hidup hamba.”

Kami bergerak mengambang mengikuti arus. Pada putaran keenam kami terdorong mendekati bangunan Kabah hingga menempel di dindingnya. Alhamdulillah, aku tetap diberikan disiplin memperingatkan diri sendiri dan istri "Ingat, ini hanya batu bangunan biasa. Tidak memberikan mudharat atau manfaat. Kalau ingin menyentuhnya, sentuh saja sekarang tanpa mengharap apa-apa."

Kami menempelkan tangan sekali di dinding Kabah. Lalu melanjutkan tawaf.

Kesempatan Mencium Hajar Aswad

Melewati Rukun Yamani, kami melihat banyak orang berebut ingin mencium Hajar Aswad. Dalam hati aku merintih, “Ya Allah, tentu saja hambaMu ini ingin mengikuti sunah rasulMu mencium Hajar Aswad. Namun bila untuk itu kami harus menyakiti orang lain, kami tidak mau.”

Terdengar ‘suara’, “InsyaAllah, engkau akan diberikan kesempatan mencium Hajar Aswad.” Tangan kananku tak terkendali bergerak sehingga terkecup bibir. Aku sampaikan pesan ‘suara’ itu kepada istriku Adelina yang rapat memegang pinggangku.

Kami terus ikut mengambang mendekati Hajar Aswad. Ketika jaraknya semakin mendekat, kulihat seorang mengambil tongkat dari balik gamisnya. Aku kaget. Untuk apa tongkat itu? Ketika memperhatikan orang-orang saling berebut, aku sempat histeris dan memperingatkan semua orang dalam bahasa Indonesia dan Inggris, “Jangan menyakiti orang di sini. Don’t hurt anybody here!” Teriakku lantang beberapa kali.

Situasi tidak membaik. Akhirnya aku kembali membathin. “Ya Allah, hambaMu ini tidak ingin mencium Hajar Aswad sebab nanti akan menyakiti orang lain.”

Kami kemudian terdorong keluar mendekati Maqom Ibrahim dan sudah memulai putaran ketujuh. Terakhir! Ya, itu putaran terakhir. Jadi tidak mencium Hajar Aswad adalah ketentuan Allah. Kami pasrah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun