Mohon tunggu...
Budi Hikmat
Budi Hikmat Mohon Tunggu... profesional -

Menulis itu seperti menghembuskan nafas, setelah sebelumnya menghirup nafas melalui membaca. Menulis untuk bersyukur...\r\n

Selanjutnya

Tutup

Money

Kesaksian Spiritual Haji

9 Maret 2012   03:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:20 2976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Jemaah haji senantisa kembali dengan cerita-cerita yang sering kali tidak masuk akal. Sahabat pembaca, sadarilah pengalaman mereka adalah kesaksian spiritual yang memantapkan keimanan. Boleh jadi pengalaman itu terdengar memalukan. Tetapi nikmatilah. Sebab itu teguran Allah di dunia. Pasti lebih ringan ketimbang di akhirat. Dan aku hanyalah menambah koleksi kesaksian itu.

Kesaksianku adalah kembali mendengar ‘suara-suara’. Patut kuingatkan ‘suara-suara’ itu bukan produk akustik yang dapat didengar setiap orang. ‘Suara-suara’ itu melintas di dalam hati dalam bentuk dialog maupun teguran. "Suara" itu mengurai hikmah di balik peristiwa, menjawab pertanyaan kritis, atau menyertai diri menghalau ketakutan. “Suara” itu sangat kuat saat menjalani ibadah tawaf.

Teguran Allah: Jangan Menunda Berbuat Baik

Saat itu kami telah mengenakan busana ikhrom. Baru tiba di sebuah penginapan di Mekkah dekat kawasan Pasar Seng dari miqot Bir Ali. Badanku terasa letih. Selain perjalanan cukup jauh dan lalu lintas Mekkah padat, jemaah harus memindahkan koper yang cukup berat. Sebagai yang pertama kali masuk kamar, aku merasa mendapat hak memilih tempat tidur yang paling menyenangkan. Kamar itu memuat lima tempat tidur, empat di antaranya bertingkat dua. Jadi tidak salah bila aku memilih tempat tidur tunggal.

Aku merebahkan diriku sejenak, melepaskan penat. Sayup terdengar satu per satu teman-temanku datang. Ada yang bergembira mendapat dipan bawah. Namun ada yang berceloteh sebab mesti menempati dipan atas. Kulirik yang terakhir datang adalah seorang kakek yang harus menempati dipan atas terakhir. Dan terjadilah konflik bathin. Haruskah aku memberikan tempatku?

Karena merasa letih aku memutuskan untuk menunggu sampai teman-temanku saja yang menempati dipan bawah rela memberikan tempatnya. Tiba-tiba aku merasa mual. Dan muntah tak terkendali muncrat mengotori sepre. Tibatiba terdengar "suara": “Mengapa kamu seperti itu, padahal kamu sudah mengenakan ikhrom?”

Segera aku istigfar. Ya Allah, ampunilah perbuatan buruk hambaMu. Muntahku tidak kunjung reda. Istriku datang menghampiri setelah diberitahu kondisiku. Kepadanya kubisikkan bahwa aku sedang ditegur. Akhirnya kuputuskan untuk membersihkan tempat tidurku dan memberikannya kepada sang kakek. “Pak, pindah saja ke tempat saya. Tetapi maaf yah, tempatnya agak kotor kena muntah.” Usulku sambil sambil membuka sepree untuk dipindahkan.

“Terima kasih Mas, nggak apa-apa kok. Tempatnya masih bersih.” Sang kakek itu menyetujui tawaranku. Namun, rasa mualku belum reda. Rasa malu bertambah ketika hampir semua jemaah sudah berangkat tawaf umrah dan pimpinan rombongan berkata: “Wah kalau Mas Budi masih sakit, tawaf umrahnya bisa diundur besok saja.” Tidak ada lain yang dapat kukerjakan kecuali memperbanyak istigfar. Sementara istri dengan setia menggosok minyak angin di sekitar leher dan dada. Secara berangsur badan terasa segar. Dan aku putuskan ikut rombongan terakhir untuk tawaf umrah.

Ada rasa takzim saat pertama kali memasuki pintu Babus Salam Masjidil Haram. Alhamdulillah, aku bisa melihat masjid itu. Teringat cerita seorang karibku yang lebih dulu pergi haji. Ada salah satu anggota jemaahnya yang tidak bisa melihat masjid sebesar itu. Jemaah itu baru bisa melihatnya setelah istigfar beberapa kali.

Karena pelataran utama padat sekali, kami memutuskan untuk tawaf di lantai dua yang lebih lowong. MasyaAllah!!! Aku yang dikira kurang sehat ternyata mampu tawaf dengan penuh semangat. Bahkan sering ditegur karena berada jauh di depan meninggalkan rombongan. Pimpinan rombongan kaget, “Lho, tadi Mas Budi kelihatannya sakit. Kok sekarang nampak sehat sekali”

Allah tidak saja Maha Pengampun, Allah membalas kebaikan dengan kebaikan. Aku mendapat ganti tempat tidur yang lebih baik. Lebih empuk, lebih dekat ke kamar mandi dan kamar makan. Juga ada jendela kaca sehingga aku bisa melihat kondisi jalan di luar. Subhanallah. Teguran itu pelajaran seumur hidupku.Tidak ada rasa malu sedikitpun untuk menceritakannya kepada siapapun. Berbuat baik jangan ditunda-tunda!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun