Mohon tunggu...
Datuak Bandaro Sati
Datuak Bandaro Sati Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Coffee

Secangkir ialah rasa; ribuan cangkir juga rasa. Seberapapun, semua tentang rasa. Warna yang serupa tiada bisa untuk saling membatasi! #CoffeeTime

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

#CoffeeTime Cerita Singkat untuk Mbak Sri

18 Juli 2019   10:32 Diperbarui: 18 Juli 2019   10:39 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabut tebal Penyelimut Lara

Kenapa aku bertanya tentang dimana Mataharimu?

Matahari, Kamu dimana?

Bersembunyi di balik kelamnya?

Ataukah diam-diam; namun tetap menyinari siapa!

Meski tak jua utuh


#CoffeeTime

Rinai dan Kabut penyelimut kokohnya Talang pagi itu. Ufuk Barat Langit Andalas tak lagi mendung, bias gerimis tak henti-hentinya mengutuhkan diri menjadi Hujan. Seorang gadis berusia dua kali usia Murid kelas Enam Sekolah Dasar tengah merenung (Sri Putri Tanjung). Gadis kelahiran Kabupaten Solok Selatan, DuaPuluhTiga tahun yang lalu. Ia mempunyai ciri yang selama ini diidam-idamkan seorang aku; sang penakhluk semu. Raut wajahnya polos, senyumnya begitu kikir; pelit, hanya sedikit saja. Seakan hanya isyarat, bahwa dia juga ingin membalas senyuman milik siapa saja yang menyajikannya senyuman.

 Tapi aku tau, dia setia bersenandung dalam diam, menatap nanar keadaan di sekitarnya. Seperti terpaku, tetapi tidak sedikit pun terlihat ada luka. Jika untuk pribadinya, dia kerap bercerita dalam hening miliknya; seakan tiada pernah membagi kepada siapa yang dia percaya sekalipun. Bahkan seumpama derai-debu kristal yang bercecer tajam dan sedia menggores, jika ada siapapun yang berani menyentuh ataupun bertanya tentang sunyi yang dia tutup-tutupi. Ada apa ini? Bahkan memang tiada yang mau atau berani bertanya.

 Ingin tau kelanjutannya? Checkitout...,

Pagi itu, 08.00Wib, 21 September 2018 ...

Hari pertama kuliah bagi seorang Perindu yang tak lagi berusia Muda. Tapi apa? Bukankah Menuntut ilmu tak bergantung pada Usia? Begitu prinsipnya. Sedangkan di sisi lain, aku ialah seorang staff sekretariat yang bekerja di salah satu Badan Pemerintahan Kota Padang Panjang; kota dimana aku dilahirkan dan dibesarkan.

Impianku Kuliah saat ini, kemarin dan waktu-waktu sebelumnya adalah ingin berdiri di atas awan. Apa hubungannya Kuliah dengan Berdiri di Atas Awan? *Pertanyaan kedua yang penuh tanda tanya*

Usiaku sudah berkepala Tiga. Di Dompet, terselip dua photo gadis-gadis lucu yang mirip denganku, di bagian lain juga ada photo lelaki kecil berambut panjang, namun mirip dengan Istri kedua. Upps... Di sekeliling pandangan mata sanggup memahami keadaan, Cakrawala tak jua biru. Masih saja samar, penuh rahasia. Ahh.. Apa perjalanan ini akan tetap ditempuh? Atau nati saja setelah langit kembali biru?

Di hari pertama harus paham dengan keadaan rekan-rekan yang entahlah siapa mereka. Itulah sebabnya BD  penakhluk semu itu bersikeras untuk tetap menlaju menuju Ibu kota.

Perjalanan pun dimulai. Duapuluhlima Menit waktu berselang, atau Lebih Kurang Tigapuluhlima Kilo Meter perjalanan, Seorang perindu; pengendara Sepeda Motor buatan Jepang terpeleset saat mencoba berhenti tergesa-gesa(hampir saja jatuh). Seperti orang panik kebingungan. Ahh, mungkin karena (aku)tidak menggunakan Mantel dan takut seragamku kebasahan. Sedangkan Ibu kota kan masih jauh, *ungkapku dalam hati*.

Mumpung masih pagi dan jam Kuliah nanti pukul Dua; sehabis Shalat Jum'at. Hmm ... Hingga hujan ini reda, sebaiknya aku menikmati secangkir Kopi saja di sini, di sebuah warung kaki lima, di perbatasan antara Kabupaten Solok dan Padang. Dari pada menantang titik-titik air yang berjatuhan dari udara karena proses pendinginan.

Dua jam berselang, hujan pun terhenti. Sang perindu melanjutkan lagi perjalanan menuju IbuKota Sumatera Barat.

Hahhaaaaa ..... Jreeennnnngggg....

Langsung menuju Universitas, aku menemui staff yang bekerja di Sekretariat kampus tersebut. Maksud hati hanya ingin menanyakan jam kuliah dan local berapa?

Kocak .... Unreguler, Lokal 1H8, Fakultas Hukum, Universitas Ekasakti kota Padang.

Suasana yang tadinya hening, saling pandang dan sekedar berbagi tatap, tiba-tiba sedikit hiruk berhubung diantara mereka yang saling memperkenalkan diri satu sama lain. Anehnya, keakraban begitu mudah terjalin. Entah sebab apa, dari sisi pekerjaan pun tidaklah mungkin, sebab tidak ada di antara mereka yang bekerja di satu kantor atau Perusahaan. Dari segi tempat tinggal pun apa lagi, Satu kota berbeda Kecamatan, satu Provinsi namun terpencar di berbagai Kota dan Kabupaten. Dari segi usia pun ibarat tak ada yang seumuran. Ya, meski ada beberapa yang berbeda bulan, di tahun yang sama.

Beberapa dari kami adalah anggota Kepolisian Daerah Sumatera Barat, Ada aku yang bertugas sebagai Staff Sekretariat Pengadilan Negeri kota Padang Panjang, ada juga Kepala Sekretariat KPU Kabupaten Agam, Staff KPU Provinsi Sumatera Barat, Pegawai Badan Pertanahan Nasional, Pejuang Gamer(Online), Staff Penerbangan Nasional, Lulusan SLTA/SMK, Pegawai swasta, ada juga yang berstatus Anak Mami. Hahhaaa...

******

Hari yang cerah di Ibukota Sumatera Barat, Sore itu. Baghda Ashar, di sebuah Kantin di ujung halaman kampus Fakultas Hukum Universitas Ekasakti, sesosok gadis manis berjilbab Ungu sedang duduk membaca Novel, dengan lembut dia membuka satu persatu halaman yang berada tepat di samping cangkir Kopi(Entah milik siapa), yang jelas di kiri lengannya juga ada segelas Es Teh dan Air Mineral yang masih terkemas rapi. Dengan anggun dia duduk dan tersenyum membaca helai demi helai yang dia nikmati. Dari arah meja yang terletak berseberangan, aku, Secangkir Kopi dan Sebungkus gulungan Tembakau seperti baru melihat bidadari jatuh tepat di hadapanku.

Oh, Tuhan ...

Terpesona melihatnya, baru saja mencoba mendekati, tiba--tiba seorang cewek dengan rambut panjang memanggilnya dari kejauhan dengan nama Mbak Sri. Looh, aku terheran! Kenapa Utari memanggilnya dengan sapaan Mbak? Padahal perkenalan kami di kelas tadi, dia mengakui dirinya Minang Tulen. Apa karena namanya "Sri" nama yang biasa diberikan kepada gadis-gadis Jawa?

Hmm..Tak ada pentingnya tentang nama atau siapalah panggilannya, yang penting dia memang cantik, secantik dan seanggun parasnya berbalut hijab Ungu.

Tiba--tiba Jantung ini berdebar tak menentu ketika melihatnya melangkah mengarah ke arahku, makin dekat, mendekat, berjarak sejengkal dari bibir meja, dia melemparkan sumringah dari bibirnya dan berkata "Yuuk bang kita masuk kelas, Dosen Pengantar Ilmu Hukum sudah masuk",  Terbata mulut ini menjawab I..iya, silahkan duluan, nanti aku nyusul.. Lalu dengan langkah kaki tegap, ia pergi dari hadapanku.

Heii....heii...heiii... Membuaiku termenung, (baru saja alam bersahabat denganku) begitu yang tiba tiba tersurat tepat di Jantung-Kalbu. Namun hanya sejenak, diri ini tersadar akan status yang tertulis jelas di selembar Kartu Tanda Penduduk(KTP), serasa alam memusuhiku.

Di sisi lain dan tanpa disadari, pertemuan tersebut membuatku menjadi sesosok pria yang paling bahagia saat itu, meski pertemuan hanya sesaat dan tanpa disengaja; mungkin untuk di awal, namun menurutku pertemuan itu merupakan pertemuan yang berkesan.

Dalam kelas, aku sengaja memilih duduk tepat satu baris di belakangnya. Dalam kata lain, dari arah Kanan tempat dia tersipu, aku menikmati suasana damai yang tak biasa aku rasakan. Tiba-tiba, dia menoleh ke kanan tepat ke arah Pena yang tadinya nyaman di tangan seorang Bidadari terjatuh. Yaa, bisa dibilang tepat ke bahagian bawah kursi tempatku menikmati paras yang baru saja aku kenal. Sontak tanpa basa-basi, tangan ini reflek mengarah ke bawah, mengambil Pena tersebut dan mengulurkannya tepat ke arah lembut Jemari sang Bidadari yang sedang tersenyum sembari mengucapkan, *makasih yaa*.

Terima kasih ketiga yang aku tak jua mampu menjawabnya, entah kenapa. Hanya kembali melemparkan senyum.

Sebenarnya bagiku, ada apa dengan ucapan "Terima Kasih" kenapa seorang aku kerap gugup bila mendengar kata itu? Kenapa jua tak bisa Menjawabnya? Bukan hanya dari seorang Sri, melainkan dari siapa saja yang mengucapkannya kepada saya pribadi.

Ohh Tuhan, ada apa denganku

 Gadis berkerudung Ungu,

Apa citamu?Yang pastinya bukan denganku

Bagaimana ceritamu?Yang pastinya aku ingin tau

Siapa cintamu? Yang pastinya bukan aku

 

Entah kalau nanti,

Di kala bulan lelah bersembunyi

Padang, 21 September 2018

#CoffeeTime

 Usai melaksanakan shalat Magrib, kami melanjutkan lagi kuliah Bahasa Indonesia. Yaa, Pelajaran kesukaanku, yang paling aku senangi semenjak SLTA. Saat-saat dimana aku adalah aku; penulis tanpa media yang setia memaparkan tulisan demi tulisanku di Mading sekolah. Bagaimana tidak, tooh aku yang mengatur tiap bulannya yang terpajang disana. Hehehe... BD  itu inisial yang aku gunakan.

Kenapa aku tidak mengambil jurusan Bahasa Indonesia saja? *Simak cerita Pendek ini*

Tepat pukul Sembilan malam itu, aku merebahkan tubuhku di kasur yang nyaman ini. Hari ini rasanya melelahkan. Apa karena sudah begitu lama Otak ini tidak diasah untuk menyimpan Ilmu? Entahlah...

Sabtu, 22 September 2018...

 Pagi yang tak mengenal Hujan ... Kota Padang memang jarang diguyur Hujan. Tidak ada hubungannya dengan bahagia yang aku dapati. Hahhaaaa.... Cerita pun dimulai!

Hari ini harus siap untuk Lima macam mata Kuliah, Lima Orang Dosen yang mempunyai Tipikal berbeda pastinya. Sama halnya dengan kami, yangmana di antara kami mempunyai banyak perbedaan namun mempunyai kesamaan; kesamaan yang tak biasa aku miliki dengan teman-teman kampusku dulu atau kesamaan dengan rekan kerja. Kalau dikata contoh, contoh kesamaan di antara kami bersama ialah sama-sama butuh hiburan. Loooh....

Pagi itu Pukul Sepuluh TigaPuluh, setelah jam kampus selesai aku berencana untuk mengajak gadis itu menyandingkan Kopi kami di meja yang sama. Tapi apa, dia bergegas menuju kelas berikutnya, padahal senggang waktu masih ada beberapa menit lagi menjelang masuk mata Kuliah berikutnya. Batal sudah, mungkin ini belum waktunya.

Planga-plongo, memainkan kepura-puraan dengan beberapa modus, aku bertanya ke sana ke sini tentangnya kepada Utari, Yulia, Sentya. Bisa dikata, aku; bagaikan seorang pujangga yang sedang kehilangan puisi. Namun tak ada yang mengenali secara utuh.

Tanpa terasa, Empat mata kuliah terlewati, Matahari mulai condong ke arah barat, warna matahari pun mulai menjadi merah seperti oranye. Memerah darah, Ufuk barat langit Andalas begitu mempesona senja itu. Bagaimana tidak, ini karya Tuhan, ciptaan-Nya.

Dari lantai Empat Kampus Fakultas Hukum, aku menikmatinya sendiri(dalam hitungan beberapa menit). Tapi di sisi lain tempatku berdiri, juga ada beberapa orang yang mengabadikan Moment tersebut lewat kamera Gadgednya.

Entah kenapa, aku merindukan lagi secangkir Kopi di kantin tempat Linda(Mahasiswi Fakultas Ekonomi) bekerja. Baru dua hari kuliah, tapi aku sudah merasakan indahnya. Apa mungkin karena ada cinta yang tak patut diungkapkan dengan kata-kata? Ups... Linda Mahasiswi Fakultas Ekonomi yang berasai dari Kepulauan "SIPORA" Kabupaten Mentawai. Dua hari Kuliah, sudah kali ke Lima aku meminta dia membuatkan aku Kopi.

Nda, Kopi satu nggak pake Gula ya, ucapku biasanya. Tapi kali ini beda, justru Linda yanmg lebih dulu menyuguhkan kepadaku? Apa bang, aku udah tau katamnya. Kopi satu nggak pake gula kan ya? Hahhaa...sembari tertawa, aku mengiyakan pertanyaannya tersebut.

Disuguhkannya Kopi di Mejaku, lalu aku bertanya kepadanya "Nda, apa bahasa Mentawainya --Kopi satu nggak pake Gula?-" -Linda Menjawab, Kopi Sara Bakakau Gulana-

Dan itulah yang selalu aku ucapkan jika ingin menikmati Kopi di pekan-pekan selanjutnya di kantin kampus ini.

 Dua bulan berlalu menuju tahun baru

 Jum'at siang itu udara tak bersahabat. Desaw angin begitu menyisir ke segala arah. Kami yang ingin belajar di lantai dua pun menikmati gigil yang cukup semu. Namun di arah kanan tempatku duduk, seorang wanita turut mendung seperti cuaca tengah menerawang di balik jendela Kelas, seakan ia dalam jeratan kesedihan yang mendasar. Ia menyapa senyuman dengan kelam.

Apa dia menanti sapa-sapa manja dari seorang aku yang bukan lah kekasihnya(Tanyaku dalam hati)? Hmm...Penuh harap, waktu untuk kami saling berbagi ceritapun dimulai.. Sri, itulah sapaannya sejak memasuki dunia nyata.

Ada yang bisa aku bantu? Sembari melemparkan senyuman.

Ada, tapi aku lupa (Jawab Sri sembari menyunggingkan tepian bibirnya).

Ya sudah, aku kasih waktu untuk kamu memikirkan apa yang bisa aku bantu. Nanti kalau sudah ingat jawabannya; hubungi aku di nomor yang tertera di bawah ini *Memperagakan gerak Host acara-acara di siaran televisi Swasta*...

Hahaha,... *Cantik* sontak dia tertawa seperti orang tanpa masalah dan berkata, Makasih ya...

Lagi dan lagi terimakasih. Terimakasih kedua yang tak pernah aku jawab dan pernah terlontar dari mulutnya(Mungkin hatinya) untukku..

Dosen Pancasila tidak masuk hari ini, ucap Fadly(seorang Polisi yang juga satu kelas dengan kami) kata beliau, Minggu depan kita isi Absen ganda bagi siapa yang sudah mengumpulkan Tugas.

Asiiikkkk....Teriakku.,

Kenapa Asik bang? Kan kita bisa melanjutkan cerita kalau Dosen tidak masuk. Tersipu malu, Sri mengangguk ya ya ya...

Hingga Senja di ufuk Barat yang begitu mempesona, kami bercerita panjang lebar dan saling tanya-jawab satu sama lain.

Sejenak kami  sama sama terdiam...

Ahh.. Sebentar lagi senja. Senja yang membuatku terbuai hingga aku lupa akan segalanya. Ya, segala masalah yang membuatku gundah, resah dan gelisah. Aku benci ketika kerap seorang diri. Karena, kenangan-kenangan masalaluku akan muncul lagi dalam memori ingatanku. Dan luka itu akan menganga kembali. Perih. Dan pada akhirnya sesak, seakan paru-paruku terhimpit. Menunggu datangnya senja membuat pikiranku berjalan jauh menapaki lorong masa lalu. Namun, senja pulalah yang melegakan hati ini. Hingga sesak itu sejenak pergi. Ucapnya saat itu.

"Cinta yang tak akan usai, cerita yang tak sepenuhnya terurai, cita yang seyogyanya menjadi derai."

 Jawabku, sembari menatap miris ke arah matanya yang tengah berbinar; kemerahan.

"Artinya?"

"Sri, masa lalu adalah masa dimana segalanya tak akan pernah terulang apalagi untuk bisa digapai kembali. Cerita yang masih terceritakan ialah histori yang masih tersimpan dalam hati; sedangkan baginya, mungkin hanya sekedar buaian menuju masa depan. Tentang cita bagimu, adalah segala sesuatu hal yang kamu inginkan untuk bisa sepenuhnya tercapai tapi caramu salah, kamu menjadikan segala hal yang pernah terjadi sebagai harapan---bukan sesuatu yang dikatakan ujian kehidupan."

"Sri, apa arti semua itu? Ada apa? Jika yang menjadi beban bagimu ialah apa yang tak mungkin diwujudkan akan tetapi masih saja kamu jadikan pemikiran."

*Hening*"

"Bang, aku boleh nanya?"

"Apa?"

"Siapa bagimu cinta?"

"Cinta bagiku ialah siapa yang mampu membuaiku ke arah nyaman. Cinta bagiku ialah dia yang sanggup membuatku berdamai. Cinta bagiku ialah dia yang sanggup membuiaiku ketika kesedihan lebih tajam dari peluru, sanggup membuatku lupa akan perih yang pernah aku dapati. Cinta bagiku adalah sosok yang terlahir sebagai pengusung langkah demi langkahku menuju pengharapan baru; bukan siapa yang hadir dan pernah mengisi waktu-waktuku hening di masa lalu."

Aduuh,, Serasa bercerita dengan sastrawan! Ucap Sri, sembari menyuguhkan sepelintir senyum. Ayuuk bang, aku temenin nyeruput Kopi; tapi kita ngopinya dimana? Kantin kan sudah tutup!

Masalah tempat, nanti saja kita perbincangkan, tentang Kuliah malam kita sama-sama meliburkan diri bukan?

Masalah harapan; bagaimana kalau kita segerakan sekarang? Sebab aku tak tahan untuk menunggu lama agar bisa menyaksikan Kopi kita bersanding di Meja yang sama---Meski tidak akan mungkin kita yang bersanding.. Eehh... BD  sumbringah... Just kidding sist..Diseriusin aku juga ikhlas..Looh...Makin menjadi-jadilah pokoknya..

Palanta Coffee, 19.00Wib

 "Palanta Coffee" Menurut Imajinasimu, apa makna dari Palanta coffee?

Maknanya yaa, Serambi tempat penikmat Coffee menuangkan Imajinasinya. Kalau Akronimnya, PALANTA -- Penikmat Luapan Cinta. Hehheeee... (Mbak Sri turut tertawa kecil)

Rasanya sudah dua bulan saja kita saling mengenal, meski ketemunya cuma beberapa jam dalam dua hari perminggu, tapi kenapa ya; baru sekarang kita saling berbagi cerita? Rasanya udah hampir berganti tahun kita saling kenal, tepatnya lusa. Tapi kenapa baru sekarang kita memanfaatkan waktu untuk hal bermanfaat seperti ini? Ucap Sri.

Hei, tak bosankah kamu bermain denghan rasa-rasa? Yang harus kita nikmati utuh ialah waktu yang kita jalani saat ini dan mungkin hingga nanti. Itu menurutku. Bukankah tadi te;lah kita kaji? Bahwasanya waktu, tidak akan dapat kita kembalikan lagi. *Seruput Kopi*.

Sri kembali tersenyum, tampak jelas mimik di pipinya sudah kembali cerah seperti pertama kali aku memandangnya.

Cerita kami bukan hanya cerita. Dalam bercerita, kami saling menyelipkan beberapa bahasa dalam bahasan yang seharusnya sudah dari dahulu kami sampaikan. Tapia pa, ooh Tuhan baru sekarang memberikan kami waktu untuk saling berdekatan; meski duduk kami berseberangan.

Tanpa terasa, Jarum Panjang telah berputar dua putaran. Tepat pukul 22.00Wib

 Bagaimana kalau sekarang kita pulang? Aku antar kamu pulang  ke Kontrakanmu dan aku pulang ke rumah Tanteku yang tak jauh dari Kontrakanmu. Besok kan masih ada waktu untuk kita bertemu, rindunya dipendam dulu saja untuk mala mini? Bagaimana? *Gombalan maut mulai merambat di antara keakraban mereka*

Sembari tersenyum, Mbak Sri menjawab Gombalan BD. Baiklah, biar malam ini segala rasa tentangmu aku luapkan ke dalam pelukanku(Sebut saja Bantal Guling), agar tak akan terlepas di bawah alam sadarku sekalipun dan memberi kehangatan hingga Fajar kembali menyinsing.

Tak sia-sia kita menikmati Kopi di Meja yang sama bukan? Tooh cantikmu kembali utuh setelah segala kisah-kasih-lusuh masalalu yang melekat dalam pikiranmu tercurah sudah kepada pemulung segala rasa seperti aku. Hehheee.. BD kembali tertawa riang.

Sesampainya di depan Kontrakan Mbak Sri, BD  menitip pesan. Sri, jangan lupa untuk memeluk Gulingmu seerat mungkin, karena ada aku di dalamnya. Hehheeee...

Terima kasih ya bang, ditunggu traktiran berikutnya. (Canda Sri malam itu).

Lagi dan lagi Terima kasih, kali ke Empat ucapan yang sama dan hanya dibalas dengan senyuman semata.

Ya sudah kalau begitu, aku pamit dulu. Sembari mengucapkan salam BD  melanjutkan perjalanannya menuju rumah Tantenya di Perumahan Belimbing, kota Padang.

Sabtu terakhir di 2018,

Sebait Puisi milikku

 

Taqdir,

Apa-apa yang kita kerjakan

Apa saja yang kita rasakan

Tersurat; menjadi Suratan

Tersirat menjadi kenyataan

 

Nasib,

Apa-apa yang kita dapatkan

Apa saja tentang perbuatan

Tersurat, menjadi kenyataan

Tersirat namun jelas di Mata Tuhan

 

Rezeky,

Jodoh,

Maut,

Ialah apa yang dirahasiakan-Nya

Ialah apa yang akan menjadi penentu Umat-Nya

 

Padang Panjang, 30 Desember 2018

#CoffeeTime

 Siang Teman semua, Sorai Utari siang itu. Habis ini kan kita sama bu Devi, naah Karaokean yuuk sehabis perkuliahan dengan Beliau(Dosen Pengantar Hukum Indonesia), Dosen Pancasila pasti nggak masuk(Tegasnya). Nanti seusai Karaokean, kita bersama kembali ke Kampus dan melanjutkan pelajaran Bahasa Inggris. Bagaimana?

Yulia, Gadis gembul yang selalu membuat suasana kelas menjadi riang langsung menjawab; Yuukkk... Tapi kita pergi bersama ya, nggak usah ada yang tinggal di Kampus biar nanti kalau Dosen Pancasila masuk, kita kan nggak masuk satu kelas. (Serempak, mereka pada setuju).

Klau di data satu persatu kami yang ikut ada Sebelas Orang. Utari, Yulia, Sentya, Anis, Wahyu, Rifki, Rahmatul, Fadly, Sony, Sri dan aku. Yang lain memilih pulang karena tidak suka Karaokean(Bising) katanya.

Mumpung Utari yang punya kartu Member sebuah tempat Karaokean, Utari yang mengatur semuanya. Kami Cuma ngikut aja. Hahhaaaa...

Di Room Karaokean, kami semua nyanyi bergantian. Rencana awal Cuma 2Jam, namun karena titik kepuasan Manusia ciptaan-Nya tiada batas, kami Karaokean menjadi 3Jam. Begitu teruis di hari Sabtu berikutnya.

Yang paling berkesan ialah menit-menit terakhir kami Karaokean. Suasana semakin marak bisa dibilang :Kegirangan: tanpa disadari kami semua bergoyang tanpa birama.. hahhaaa.. Ups, Ralat, bukan semua tapi ada satu (Sri) yang hanya duduk diam namun menyisihkan senyum ke arah mereka yang tengah menghibur kegalauan. Hahhaaaaaa ...

Lalu, Sontak Sri bertanya. Bang tau lagu "Memori Berkasih"? Kita duet lagu Ini yuuk.

Duuh, awalnya saya terheran karena lagu ini Vokalnya rterlalu tinggi. Tapi ya apa di kata, cukup Ke'PDan saja untuk bernyanyi, tooh nggak ada team Penilai disini; apa lagi Juri, kita kan nggak sedang berkompetisi.

Tapi dalam Hati, aku pribadi sungguh tersayat dengan lagu ini. Terlebih di bahagian lirik "Sungguh ku terharu dan Pilu, Kasih kusemai kau abaikan. Putusnya Ikatan Cinta, Mungkin tiada Jodoh kita." Entahlah itu kenapa, Cuma merinding saja mendengar Sri menyampaikan bait lagu ini. Itu aku, entah bagi dia atau mereka. Hehheeeee...

Tiga jam berlalu begitu saja. 17.50Wib ketika itu. Bagaimana teman-teman Ucap Wahyu, kita makan dulu atau langsung ke Kampus? Sebahagian besar hanya mengikut untuk keputusan bersama. Kita makan dulu saja, Ucap Yulia.

Berbarengan pun kami pergi makan, bercanda ria, bercengkrama, bercerita dan banyak ber ber lainnya yang sulit dirinci satu persatu. Dan selanjutnya kami kembali ke Kampus ketika Senja telah berlalu.

Sembari berbisik ke kanan tempat Sri duduk, aku melantunkan tanya kepada Sri.

"Hei Mbak, Ada apa dengan Senjamu tanpa langit Jingga hari ini?" *Tersenyum*

"Senjaku penuh nyanyian, ada Suara yang tak seharusnya aku suarakan, namun tersuarakan."

"Bagaimana dengan Senjamu" Tangkas Sri,-

"Senjaku tak hanya Jingga, Senjaku penuh warna. Hingga kemerlapnya tak sanggup aku bendung sendirinya; bagaimana kalau "kita" yang membendungnya berdua?"

Hihihi...Hanya dengan Tawa Sri menjawabnya.

Diam-diam Anis dan Sentya mengimak bisik bincang kami. Mereka hanya tertawa kecil seperti tidak tau apa-apa. Apa?? Ada yang lucu? Tanyaku kepada mereka.. Ssttt...Justru mereka yang meminta saya diam. Lanjutkan perbincangannya, kami sedang menikmati hidangan ini, katanya.

"Di antara kami tak ada cinta, tapi di diri saya ada cinta yang tersisa."

 2018 berlalu begitu saja, layaknya waktu yang seharusnya berdetak pada alur yang telah ditentukan.

 Kini, 2019. Tak ada yang mengubah keadaan. Kecuali keakraban kami yang memang seharusnya mempunyai batasan.

Di Semester dua aku memilih tidak satu lokal dengan Sri, karena aku memilih lokal yang terpisah dari teman-teman 1h8 yang lain. Mencari jati diri namun tetap menghargai mereka. Tooh, aku dan mereka masih kerap berkumpul di kantin yang sama, bahkan di meja yang sama.

Yang masih saja aku pertanyakan, ialah "Kapan kami berdua memiliki waktu untuk Karaokean sepuasnya?" Hingga tiada yang lusuh atau risih lagi di dalam hati ini. Sementara, hampir di setiap Sabtu di 2019 kami masih tetap karaokean bersama. Hahhaaaaaa ...

#CoffeeTime ~ Entah

Di sekelebat bayang-bayang penantian

Tiap waktu-Di setiap hela napasku  #CeritaSingkatUntukMbakSri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun