Mohon tunggu...
Tirto Karsa
Tirto Karsa Mohon Tunggu... Buruh Pabrik -

"Hidup hanya senda gurau belaka"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hakim dalam Senyap

2 Oktober 2018   16:24 Diperbarui: 2 Oktober 2018   16:31 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rozi memberikan selembar tisu padanya. "Kebejatan seseorang tidak dinilai dari seberapa buruknya seseorang memperlakukan dirinya." Rozi memberanikan diri untuk mengelus Rambunya. " Kamu tentu ingat janjiku padamu ketika kelulusan SMPmu?"

Rina memandang Rozi kemudian menggelengkan kepala. Dia hanya ingat kalau Rozi-lah orang yang mewakili orang tuanya untuk mengambil nilai Ujiannya. Memang bukan sebuah kebetulan jika Rozi menjadi walinya. Karena memang secara kekerabatan, keduanya merupakan saudara sepupu.

" Saking bangganya aku pada peringkat UN mu waktu itu, aku berjanji padamu untuk terus menjadi walimu." Rozi memeluk Rina. 

**** 

Suara bentakan masih beberapa kali terdengar dari ruang pasiennya. Sinta mencoba menutup telinganya dengan headset dan memutar lagu Panggung Sandiwara yang dinyanyikan oleh Nike Ardila. Namun suara teriakan Ibu Rina masih terdengar jelas oleh telinganya. Segera dia berdiri sambil mengambil rokoknya dari laci kerjanya, dan kemudian pergi meninggalkan ruangan menuju kantin Puskesmas. 

Sinta mencoba menenangkan diri, dia telpon teman-teman lamanya sambil berusaha menyalakan rokoknya. Tangannya yang gemetar membuat dia kesusahan untuk menjaga api koreknya membakar ujung rokoknya. Ketika sudah berhasil menyalakan rokoknya, beberapa pengunjung kantin itu memperhatikan pemandangan ganjil itu. Seorang dokter perempuan menghisap rokok di tempat umum. Sintapun tidak menghiraukannya, pikirannya masih terfokus pada gawainya yang berulang kali mengeluarkan suara " maaf, nomer yang anda hubungi sedang sibuk."

Pada saat tubuhnya semakin gemetar, dia teringat dengan teman kecilnya yang telah lama tidak dihubunginya dan kebetulan mengajar di sekolah tempat Rina belajar. Segera dia pilih namanya dan kemudian dia telpon, " Halo, Rozi. Apa kabar?"

" Baik Sin. Tumben kamu menghubungiku terlebih dahulu?"

" Ah, sahabat manalagi yang dapat aku hubungi disaat kondisi seperti ini selain dirimu."

" Suaramu bergetar Sin. Pasti ada masalah serius."

" Kamu kenal Rina anak sekolahmu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun