Mohon tunggu...
Tirto Karsa
Tirto Karsa Mohon Tunggu... Buruh Pabrik -

"Hidup hanya senda gurau belaka"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hakim dalam Senyap

2 Oktober 2018   16:24 Diperbarui: 2 Oktober 2018   16:31 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

15 hari sebelumnya ..

Malam itu, perutnya tiba-tiba mual dan kepalanya terasa pusing. Beberapa kali dia memuntahkan isi perutnya yang sudah tidak lagi berwujud. Sebuah sakit yang tidak wajar, pikirnya. 

Ketika entah yang keberapa kalinya dia muntah, tepat ketika suara kentung di pukul, mata Rina tiba-tiba gelap. Tubuhnya kehilangan keseimbangan dan kakinya sudah tidak lagi memiliki tenaga. Dia terjatuh tepat di depan kamar mandi rumahnya. Beruntung, paginya seorang teman sekelasnya  menemukannya saat menjemputnya untuk berangkat sekolah. Temannya itu pula yang kemudian memanggil seluruh tetangganya dan membawanya ke dokter.

Rina terbangun ketika seorang dokter perempuan mengelus rambutnya. Dokter itu menyambutnya dengan senyuman. Gigi putihnya tampak sangat jelas di mata Rina. " Kamu sudah bangun ternyata. Kabarnya orang tuamu sudah membeli tiket dan kemungkinan besok pagi sampai sini. Dia langsung terbang dari Johor ke Surabaya."

Rina merasa canggung mengetahui tingkah dokter perempuan yang sok akrab itu. Dengan sisa tenaga dia memberanikan diri untuk menyambut keakraban dokter itu. " Kamu tahu dari mana dok?"

" Aku mendengarkan tetanggamu bicara." Dokter itu tersenyum. " Sebenarnya, menguping pembicaraan orang tidak baik. Tetapi aku terlanjur mendengarnya. Jadi apa boleh buat." Dokter itu membela diri sebelum Rina angkat bicara. Dia kemudian berdiri meninggalkan Rina. "Owh iya, jangan lupa istirahat. Jangan sampai buah hatimu sakit juga karenamu."

" Apa dok?" Rina dengan sigap bangun dari tempat tidurnya. 

" kamu tetap istirahat. Biar aku yang menghampirimu.  Bisiknya. " Selamat atas kehamilanmu." Dokter itu kemudian mengambil bolpoin yang menempel di jasnya. Dituliskannya sebuah nomer di kertas resep yang sudah tidak terpakai di meja pasien. " Simpan nomerku, barangkali kamu membutuhkannya. Perkenalkan, namaku Santi."

Rina masih terdiam. Dia merasa seolah bangunan Rumah sakit itu perlahan mulai runtuh dan menghimpit dadanya. Tubuhnya terasa semakin lemas, dan keringat dinginnya tiba-tiba keluar. Dipandanginya punggung dokter yang menghilang di balik dinding.

*** 

"Ternyata bapak menyimpan semua piagamku dengan Rapi." Rina terharu mengetahui bahwa semua piagam yang selama ini tidak pernah diambilnya ternyata masih tersimpan di Arsip Rozi. " Aku tidak akan melupakan semua usaha bapak ini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun