Mohon tunggu...
Tirto Karsa
Tirto Karsa Mohon Tunggu... Buruh Pabrik -

"Hidup hanya senda gurau belaka"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hakim dalam Senyap

2 Oktober 2018   16:24 Diperbarui: 2 Oktober 2018   16:31 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" kamu jangan berbaik sangka dulu. Rencananya aku ingin menjadikannya jaminan di Bank." Rozi mencoba memecahkan kebekuan suasana pagi itu.

Rinapun tersenyum lebar hingga gigi gingsulnya tampak menghias mulut simetrisnya dan lesung pipinya semakin dalam dari sebelumnya. Menanggapi itu, Rozi segera melanjutkan candaannya. " Kamu kurus sekali Na. Kondisimu ini akan memperburuk dirimu sendiri. Biarkan aku pesankan sarapan ke Ibu Kantin. Aku juga sudah mulai lapar ini."

" Bapak bisa saja. Boleh pak, biar saya yang ngechat ibu kantin saja pak." Rina berhenti sebentar untuk membuka Gawainya. " Sudah pak." Rina tersenyum. Dia selalu merasa aman dan tentram saat berada di samping Guru Konselingnya itu.

" Begini Na, aku sebenarnya sangat tidak tega dengan kondisimu saat ini. Dengan menimbang sekian banyak prestasimu, aku berharap kamu mau mempertimbangkan permohonan para dewan Guru. Aku di sini hanya ingin menyampaikan keputusan mereka kemarin." Wajah Rozi kembali kusut. 

" Aku sudah tahu keputusannya pak. Aku juga tidak akan menolak keputusan itu." Rina tersenyum, namun air matanya mengalir deras. 

" Kamu tahu dari mana Na?" Rozi kaget. " Bahkan sejak diputuskan kemarin, aku belum keluar sama sekali dari ruangan ini. Harusnya akulah satu-satunya orang yang berhak menyampaikan kabar ini ke kamu. Dengan sangat hormat, akupun sudah meminta Dewan guru untuk merahasiakan hasil rapat kemarin." Rozi menarik napas dalam-dalam. Dia mencoba mengendalikan dirinya.

" Kata Wati, semua orang sudah membicarakannya. Tadi malam dia memberi tahuku, bahwa kabar aku dikeluarkan telah sampai di desa. Orang-orang tampak bahagia mengetahui kondisiku. Bahkan mereka berharap aku dapat keluar dari desa segera." Rina semakin merunduk.

Rozi mukanya memerah. " Mereka benar-benar gila." Namun kemudian kembali pulih setelah dia berhasil mengatur napasnya. "Sebenarnya kamu tidak dikeluarkan Na. Kamu hanya di minta untuk menggurkan kandunganmu saja. Jika kamu mau menggugurkan kandunganmu, maka surat ini yang akan kamu terima." Rozi menyodorkan sebuah surat kepada Rina. " Surat ini berisi panggilan kepada orang tuamu untuk bertemu dengan dewan guru di sekolah. Aku menduga, Ibumu akan diminta pihak sekolah untuk menjagamu di sini." Rozi kemudian berjalan menghampiri Rina dan memegang pundaknya. " Ibumu harus tetap tinggal di desa sampai kamu selesai Ujian Nasional nanti. Ibumu pasti bangga dengan semua prestasimu."

Mengingat Ibunya, Rina tampak tidak tenang.

*** 

14 hari sebelumnya..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun