Mohon tunggu...
Tirto Karsa
Tirto Karsa Mohon Tunggu... Buruh Pabrik -

"Hidup hanya senda gurau belaka"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hakim dalam Senyap

2 Oktober 2018   16:24 Diperbarui: 2 Oktober 2018   16:31 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rina terbangun saat alarm gawainya berbunyi kencang. Sebuah alarm yang bertuliskan "Masa tenang untuk bercengkrama." Rina teringat bagaimana tiap jam yang sama dia selalu berlari keluar kelas untuk berkumpul di rumah Toha. Toha memiliki rumah di dekat sekolahan. Rumah yang cukup mewah di lingkungan desanya. Rumah itu selalu kosong karena kedua orang tua Toha juga merantau ke Malaysia sebagaimana orang tua Rina. Sehingga tidak seorangpun dapat mengganggu kebersamaan mereka.

Sejak kelas dua, Rina mengisi waktu istirahat siangnya di bersama Toha. Semua orang mengetahui itu dan terkadang beberapa temannya juga ikut ke rumah Toha, begitu juga teman-teman Toha.  Begitulah kiranya Rina mengisi harinya. Suatu hari saat libur panjang, Rinapun merasa kesepian. Dan saat itulah Rina mengetahui bahwa kebersamaan seperti di rumah itulah yang selama ini di inginkannya. Sebuah keluarga kecil yang tinggal dalam satu rumah.

Rina terbangun dari lamunannya ketika suara pintu kamar Rumah Sakitnya membentur dinding yang mengakibatkan suara keras seperti kaca pecah. Dari tempatnya, terlihat ibunya berjalan dengan cepat menghampirinya dan kemudian menamparnya berkali-kali hingga hidungnya keluar darah dan pandangannya kabur.

" Anak tidak tahu diri. Dipinterin malah buat orang tua malu saja." Bentak ibunya keras.

Rina menangis dan tidak menjawab. Dia menahan rasa panas di pipinya dan mencoba mencari tisu di meja makannya. Setelah memastikan bahwa yang dipegangnya benar-benar tisu, dia kemudian menaruhnya di hidung. Dia berharap dapat menahan pendarahannya. Sambil dalam hati, Rina mengukukuhkan dirinya untuk terus bertahan, untuk tidak melawan, untuk tidak memperkeruh keadaan.

Mengetahui Rina diam, ibunya semakin menggila. Dia tampar lagi kepala Rina sekuat tenaga. Dia berhenti ketika Ayah Rina memegang tanganya. " Hentikan!" Bentak ayah Rina. " kau gila, dia ini anakmu." 

" Kau harus menggugurkan anak haram itu!" Ibunya kembali membentak. Kali ini, beberapa penghuni rumah sakit sudah memenuhi kaca jendela. Mereka menyaksikan kegaduhan yang ada di kamar Rina.

" Sudah, hentikan tingkah gilamu itu!" Ayah rina berdiri dan berjalan menuju kerumunan orang. Dia meminta agar kerumunan itu bubar. "sudah tahu akibatnya bukan?" Ayahnya kembali duduk. "Ini hasil tingkah gilamu itu. Orang yang sebelumnya tidak tahu masalah kita menjadi tahu. Kau mempermalukan keluarga dan anakmu sendiri." 

" Kau pikir aku penyebabnya?" Suara ibunya tertahan oleh tatapan tajam ayahnya.

" Sudah, kita bicarakan baik-baik." Ayahnya menengahi. " Rina, alangkah baiknya jika kamu menggugurkan kandunganmu itu. Ayah tidak ingin masa depanmu rusak karena bayi di dalam kandunganmu."

" Bagaimana mungkin bayi yang gerakpun masih belum bisa di salahkan?" Rina membela diri. "Aku tidak mau menggugurkannya Yah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun