"Udah kenyang, nih" jawab Sinta.
"Itu masih banyak, kok."
"Iya, tapi aku udah kenyang, Sus."
"Ya udah buat aku aja," pinta Parmin.Â
"Aku juga doyan," seru Parto merebut makanan itu sebelum diambil Parmin.Â
Sinta teringat masa dulu makan bersama dengan mantannya: Sepiring berdua. Kenangan yang paling indah ketika makan di warung pinggir laut di sore hari. Ialah yang kerap mengajak makan pada Sugih. Malahan dalam satu hari ia bisa makan empat kali. Kini nafsu makannya berkurang, tak seperti tiga tahun yang lalu.Â
"Dulu 'kan kamu banyak makan, Ta?" celetuk Susi sebelum menaruh piring. "Sekarang sedikit aja udah kenyang." pelan-pelan Susi menerangkan dan membersihkan meja dengan lap lalu ia membawa piring bekas yang dipakainya ke dalam rumah Sapar itu.Â
Sapar menyusul Susi ke dalam untuk memintanya membuatkan kopi sebelum ia cekikikan mendengar cerita Susi. "Tadi aneh, lho" seru Susi sambil mengucek piring. "Di warung makan Sinta tengak-tengok di jalan. Nggak jelas apa yang sedang ia lihat."
"Ha-ha-ha." tawa Sapar ngikik. Ia menangkap tingkah Sinta di warung makan tadi. "Mungkin dia ngira Sugih bakal lewat, dan menyapanya."
"Aku kira juga gitu," jawab Susi selesai menyuci piring dan menaruhnya di rak. "Lagian kalau memang Sugih lewat, apa akan menyapanya?"Â
"Hmmm. Namanya juga orang nggak bisa move on. Jangankan disapa, ngeliat muka aja udah bikin seneng," terang Sapar membantu Sinta mengambil gelas.Â