Entah kue apa semua itu. Buah sembarang buah dikupas,  sambil menyodorkan buah-buah manis langka, layaknya jambu bol,  putri anjing, sirsak, Dan buah gayam. Buah itu tak henti dikupas dan diiris,  lalu diangsurkan ke Argo. Pemuda itu sangat menikmati pelayanan dan cerita dari mulut indah yang pelan-pelan mengusik hatinya.
***
Kembang kencur kacaryan hagung cinatur
Sedhet kang sarira, gandhes ing wiraga
Kewes yeng ngandika, hangengayut jiwa
Kembang blimbing pinethik bali ing tebing
Maya-maya sira, wong pindha mustika
Turuning kusuma pathining wanodya
Tembang Ketawang Puspawarna lengkap dengan notasinya sudah melanglang jagad semesta,  sementara aku Argo,  seorang pengelana motor, menungganh motor 400 cc,  Kawasaki custom dua knalpot ala Harley Davidson dengan maps Peta yang canggih,  tak kunjung menemukan stupa Borobudur. Padahal jelas jelas aku memasuki candi itu. Lewat gerbang belakang sore tadi, bahkan ada. Dua spanduk besar  bertuliskan,  "Wonderful Indonesia, Sound of Borobudur", "Borobudur pusat musik dunia !".
***
Namun sampai malam begini tak kunjung kulihat pesona stupa-stupa raksasa yang membuat peninggalan suci agama Budha itu abadi, kuat, Â spektakuler dan dihormati dunia.
Sampai menit ini,  Argo masih dilanda kebingungan yang sangat,  apakah betul ia sudah sampai di candi pusat pujaan umat Budha saat ini,  ataukah justru dirinya nyasar sebaga petualang ia  terbiasa nyasar,  tapi kali ini beda,  nyasarnya keterlaluan.Â
Pelan-pelan benaknya terbuka, setelah dimandikan Dyah Palupi di tujuh sumur, Â dan tujuh oancuran dari tujuh mata air, Â sangat disadari bahwa ia amat jauh tersesat.
Walau benar dia memasuki titik di peta,  posisi Borobudur,  tapi bukan  di titik waktu, ketika wangsa Syailendra mulai membangunnya di abad VII Dan selesai dii abad IX.
 Argo perlahan menyadari entah bagaimana prosesnya,  petualang jalanan itu, telah terlempar ke masa.lampau. Argo yakin ia berada di titik peta yang bernar tapi pada waktu yang salah.