Pasukan manusia kecil ini juga membawa seruling dari gading gajah, Â hewan raksasa dan tulang ikan hiu, Â paus. Paripurnalah sajian upacara ini, ketika rombongan agung, Â membawa. Tandu emas sambil berkeliling memutar agung.
Upacara menyambut senja. Menyenbah matahari sungguh elok. Melampui imajinasi, di kereanhan senja, Â puluhan ribu manusia dengan patuhnya, Â melakukan ritual. Persembahan agung pada. Matahari, Â pada ruh leluhur, Â penguasa alam dengan tulus dan mendalam. Konfigurasi manusia yang mengular teratur dari bawah bukit sana sampai puncak bukit besar ini, Â ditambah alunan orkestrasi. Puluhan alat musik yang dipandu oleh seorang "konduktor " ayu, Â perempuan berambut panjang. Tanpa penutup payudara. silhuet tubuhnya nampak eksotis mengguncang hatiku.
Saat matahari makin memerah. Tandu emas yang digotong para raksasa setia sampai ditengah altar pusat persembahan. Seseorang berwibawa dengan baju keemasan dan ikat kepala emas turun dengan anggunnya. Lalu bende ditabuh tiga kali. Â Saat itu juga perempuan pemimpin orkestra nan ayu memberi tanda berhenti dengan selendang ajaib ala pesulap sihirnya yang bisa kaku layaknya tongkat dan lemas seketika. rupanya perempuan itu cukup sakti., bisa menyalurkan tenaga secara istimewa.Â
Namun, Â sesakti-saktinya perempuan itu, Â dia tetap. Menghaturkan sembah takzim kepada sang guru besar kapitayan jawi-nya Resi Sangkakala. Saat perempuan ayu itu bersila
Dan menghaturkan sembah. Segenap pemusik pun meletakkan alat musiknya lalu menyembah serempak.Â
Demikian juga rakyat yang berbaju Putih Dan hitam,  semua kompak menghaturkan sembah. Luar biasa kompaknya,  hanya  aku yang tak melakukan ritual sembah,  Justru. Memotret tanpa henti, ke segala sudut yang menarik. Peristiwa seperti ini sungguh langka dan belum pernah terjadi dalam hidupku. Bersyukur aku mengalami penglihatan istimewa seperti ini.
 Tapi aku kehilangan Borobudur target foto sekali. Dimana stupa-stupa agung itu?.
Belum selesai aku merenung. Sang Resi Sangkakala mengangkat kedua belah tangannya,  seperti. memohon sesuatu kepada langit. Dari pinggangnya diambil mahkota mestika,  metal berkilau-kilauan. Warna perak,  Berbentuk seperti pistol suar kapal diambil oleh tangan kirinya yang sigap. Lalu diacungkan ke langit. Saat itu sisa cahaya matahari. Segera mengumpul, berpusat di pistolnya. Ada cahaya kebiru-biruan yang menyilaukan mata mengitari pistol lalu  menyelubungi badannya, jadi kebiruan.
"Surodiro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti !," teriak sang Resi membaca mantera suci. Â Lalu, Â Blaaar!.
Cahaya menyilaukan menebar,  bergerak seperti gelombang enerji yang ditunggu semua orang disitu.  Semua yang terkena. Sambaran cahaya biru berteriak, bersyukur, kegirangan setelah terkena setrum cahaya. Kaum raksasa dan kerdil menari liar seperti tak beraturan tapi rapi dalam komposisi gerak  yang rancak bertenaga. Â
Musik kembali ditabuh,  orkestra indah  super kolosal dipimpin oleh konduktor ayu dengan tongkat selendang penuh tenaga dalam .
Aku juga terkena dampak aliran enerji yang menyilaukan,  seperti kena kejut ribuan voltase, Sampai  Kamera yang kupegang terlepas begitu Saja.  Untung tali kameranya membelit di leherku, kamera aman, walau tubuhku melayang jatuh.Â