Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lamakera Mengaji: Konsep, Aplikasi dan Tantangannya

17 Mei 2024   05:46 Diperbarui: 17 Mei 2024   05:52 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menariknya lagi terjemahan Aba Abdul Syukur Ibrahim Dasi terhadap potongan QS QS ar-Rum/32 dan QS al-Mu'minun/53 yang berbunyi "kullu hizbin bima ladaihim farihun" itu. Di mana potongan ayat itu diterjemahkan sebagai "setiap kelompok tampil membanggakan kelebihan yang ada padanya". Bila dibandingkan dengan terjemahan Kemenag RI dalam "al-Qur'an dan Terjemahnya" terdapat perbedaan artikulasinya. Ini bukan soal salah dan benar, juga bukan soal yang tepat dan tidak tepat. Akan tetapi, kemampuan seorang Aba Abdul Syukur Ibrahim Dasi yang sangat luar biasa dalam menterjemahkan potongan ayat tersebut. Di mana Aba Abdul Syukur Ibrahim Dasi memasukkan kata "kelebihan" menjadi salah satu faktor setiap kelompok berbangga diri.

Terjemahan dan tafsiran Aba Abdul Syukur Ibrahim Dasi tersebut sejalan dengan apa yang dibahas, yakni terkait dialektika historis antara ata labe (orang berilmu di bidang keagamaan) dan ata bodo (orang tidak ahli dalam agama) yang berujung pada sebuah "pemberontakan" yang dilakukan oleh ata bodo terhadap ata labe dikarenakan sudah "muak" dengan diskriminasi berbasiskan "relasi ilmu dan agama" yang dimiliki ata labe. Artinya, tindakan yang dilakukan oleh kelompok ata labe terhadap ata bodo dalam kerja-kerja dakwah maupun urusan agama lainnya dikarenakan di sana kelompok ata labe menganggap memiliki "kelebihan" (dibandingkan ata bodo) sehingga membuat mereka berbangga diri dengan "kelebihan" yang ada padanya.

Bila sikap overpreud ata labe masih dalam taraf diskriminasi, maka perkembangan mutakhir dari penyakit "membanggakan kelebihan"  sudah sampai pada taraf "kezaliman". Di antaranya karena ingin mempertahankan eksistensi kelompoknya dan agar tetap berbangga dengan kelebihan pada diri dan kelompoknya, maka dilakukan pelbagai tindakan kezaliman. Misalnya, budaya menggunting dalam lipatan adalah wujud lain dari "membanggakan kelebihan diri dan kelompok". Orang yang sejalan dengan aspirasi politik serta mudah untuk didikte dan dijinakkan akan diberikan ruang sebesar-besarnya. Namun, kalau berbeda, maka dilumpuhkan dan diamputasi hatta memiliki struktur emosionalitas sebagai keluarga dan satu kampung.

Problem-problem demikian pada akhirnya melahirkan dinding pembeda dan pemisah antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Sehingga, masyarakat Lamakera yang terkenal memiliki SDM yang begitu banyak dan sangat luar biasa, namun pada titik yang sama masih jago dan kuat secara nafsi-nafsi, sementara itu rapuh dan tidak berdaya secara komunal. Akhirnya, tidak ada soliditas dan sinergisitas-kolaborasi yang terbangun dan terbentuk dalam memproyeksikan masa depan peradaban Lamakera melalui pelbagai saluran media. Sehingga, meskipun panggilan menyatukan hati dan merajut cinta untuk membangun Lamakera berkeadaban terus menggema, namun riak-riak perseteruan masih nampak terlihat di mana-mana.

Tabuik, 17 Mei 2024

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun