Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lamakera Mengaji: Konsep, Aplikasi dan Tantangannya

17 Mei 2024   05:46 Diperbarui: 17 Mei 2024   05:52 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih cukup akrab dalam memori ingatan banyak orang perihal kenyataan dan cerita tentang bagaimana mahasiswa-mahasiswa menghilang dari area masjid ketika tiba waktunya shalat. Padahal sebelum tiba waktu shalat mereka begitu ramai di pelataran masjid untuk mengatur segala sesuatu yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan mereka. Bayangkan kegiatan yang dilakukan di halaman masjid, namun mereka mengabaikan "hak" masjid, yakni sebagai tempat melaksanakan shalat ketika tiba waktunya. Mereka hanya menggunakan dan menikmati halaman masjid tanpa mau melaksanakan shalat (di masjid dan bisa-bisa saja di rumah juga tidak). Wajar kemudian banyak masyarakat menggugat dengan nada skeptis dan tidak respek.

Dengan kondisi semacam itu maka menjadi penting hukumnya untuk menggalakkan dan menggerakkan konsep "Lamakera Mengaji". Sebab, kondisi semacam itu harus segera diatasi. Meskipun, di lapangan sudah banyak Taman Pendidikan al-Qur'an (TPQ) yang mengambil bagian dan peran untuk menjawab dan mengatasi kondisi tersebut. Tidak ada salahnya jika konsep "Lamakera Mengaji" juga digalakkan dan digerakkan lebih sistematis dan masif lagi hingga masyarakat menerima sebagai sesuatu yang perlu untuk dilakukan sebagai masyarakat muslim pesisir yang memiliki komitmen kultural terhadap Islam. Sistemnya bisa saja membentuk komunitas baru dan bersinergi dengan TPQ yang ada atau langsung menterjemahkannya melalui TPQ yang ada.

Dengan demikian, konsep Lamakera Mengaji memiliki kedudukan dan peran yang begitu penting dan strategis dalam melakukan rekayasa dan kerja-kerja peradaban Lamakera. Setidaknya banyak perspektif dan approach yang dapat digunakan untuk menjelaskan hal ihwal terkait urgensitas konsep "Lamakera Mengaji". Pertama; konsep "Lamakera Mengaji" dapat menumbuhkan semangat masyarakat Lamakera untuk lebih dekat dan akrab lagi dengan al-Qur'an; menjadikan al-Qur'an sebagai "teman hidup", selalu dibuka dan dibaca dalam setiap hari atau waktu-waktu tertentu. Tentunya, point ini terbilang penting sekali sebab berfungsi menemukan dan mengaktifkan kembali kesadaran dan semangat masyarakat dalam membaca al-Qur'an.

Kedua; konsep "Lamakera Mengaji" dapat menekan dan meminimalisir problem seputar ketidakmampuan membaca al-Qur'an bagi anak-anak usia sekolah maupun lainnya. Bila point sebelumnya berbicara pada kerak paling dasar terkait program "Lamakera Mengaji", maka point kedua ini bisa dikatakan sebagai "goal" yang hendak dicapai dari adanya program "Lamakera Mengaji". Meskipun, untuk sampai pada "goal" ini perlu adanya kesadaran dan semangat untuk mengakrabi al-Qur'an. Bahkan point yang diinginkan bukan saja masyarakat dapat membaca al-Qur'an dengan baik dan benar, namun juga tumbuh subur kesadaran dan semangat untuk terus membersamai dan mengakrabi al-Qur'an dalam hidup dan kehidupannya.

Program "Lamakera Mengaji" bukan semata membuat masyarakat Lamakera bisa membaca al-Qur'an sesuai dengan standar, akan tetapi melampaui itu semua, yakni paling penting adalah menumbuhkan kesadaran, semangat, kecintaan dan keakraban dengan al-Qur'an pada kedalaman jiwa masyarakat Lamakera. Sehingga, selalu ada alasan untuk membuka dan membaca al-Qur'an meski hidup dan kehidupan mereka dilingkupi oleh pelbagai macam kesibukan (dunia). Ya, untuk apa bisa membaca al-Qur'an jika pada akhirnya alumni-alumninya malah "pensiun dini" dari aktivitas membaca al-Qur'an? Padahal indikator penting kesuksesan program "Lamakera Mengaji" adalah melahirkan generasi yang selalu membersamai al-Qur'an.

Ketiga; konsep "Lamakera Mengaji" dapat membantu masyarakat, pemerintah Desa dan institusi pendidikan dalam menekan dan meminimalisir ketidakmampuan anak-anak usia sekolah dan lainnya yang masih belum bisa atau terbata-bata dalam membaca al-Qur'an. Semua masyarakat Lamakera pasti menginginkan anak-anaknya bisa membaca al-Qur'an. Begitu pun pemerintah Desa, Motonwutun maupun Watobuku, pasti juga mengingatkan masyarakatnya, khususnya anak-anak usia sekolah dan remaja bisa membaca al-Qur'an. Pun juga institusi pendidikan agama, baik yang ada di Lawo maupun perguruan tinggi di luar Lawo, menginginkan hal yang sama agar siswa/mahasiswanya bisa membaca al-Qur'an.

Perihal keinginan masing-masing element tersebut tidak perlu disurvei. Sebab, masyarakat Lamakera pada umumnya seperti itu. Mereka begitu peduli dan perhatian terhadap pendidikan al-Qur'an bagi anaknya. Makanya, kadang mereka marah-marah sampai memukul anaknya kalau tidak mau mengaji. Bahkan kadang tiba waktu mengaji mereka akan golla gamadi (berteriak memanggil) anaknya kalau anaknya belum di rumah dan siap-siap pergi mengaji. Terlepas ada kasus orangtua mengabaikan pendidikan al-Qur'an bagi anaknya. Dan terlepas pula kalau-kalau belakangan ini nyaris semua masyarakat tidak peduli dan perhatian terhadap pendidikan al-Qur'an bagi anaknya. Mungkin saja telah terjadi shifting paradigma and culture. 

 

Begitu pula pemerintah Desa, khususnya Desa Motonwutun karena informasi itu sering didengar secara langsung ketika mengikuti zoom meeting maupun membaca beberapa komentar di kolom status Pengasuh TPQ al-Ahsun, kanda Husain Maloko, juga memiliki kepedulian dan perhatian yang begitu serius terhadap pendidikan al-Qur'an bagi anak usia sekolah dan remaja. Makanya, Kepala Desanya termasuk begitu bersemangat ketika memberikan laporan sekaligus penjelasan terkait kemampuan baca al-Qur'an anak usia sekolah dan remaja. Bahkan beliau termasuk begitu prihatin dengan kondisi semacam itu dan berharap agar segera teratasi. Semoga saja ke depannya ada Perdes mewajibkan anak usia sekolah harus bisa mengaji.

Sementara pada institusi pendidikan dapat dilihat pada program yang dicanangkan. Misalnya, di tingkat sekolah sekarang semacam ada program harus bisa membaca al-Qur'an bahkan menghafal beberapa surat pendek dalam al-Qur'an. Tentunya, program semacam ini memiliki nilai positif dan utilitas yang luar biasa. Semoga ke depannya madrasah di Lamakera "mewajibkan" siswanya menghafal beberapa ayat pendek sebagai syarat tambahan kenaikan kelas maupun kelulusan. Sehingga, mahasiswa termotivasi dan terpacu adrenalinnya untuk bisa membaca dan menghafal al-Qur'an. Hal yang serupa juga terjadi di kampus-kampus. UIN Alauddin memiliki program BTQ dan mensyaratkan hafal Juz Amma untuk bisa mengikuti ujian munaqish.

Makanya, program "Lamakera Mengaji" mau tidak mau memberikan kontribusi begitu besar terhadap tiga element tersebut. Apalagi kalau program ini bergerak dari bawah, dari anak-anak usia SD/MI atau TK/RA misalnya. Sehingga, ketika masuk institusi pendidikan tingkat SD/MI sudah ada bekal dalam bidang pendidikan al-Qur'an. Pihak sekolah tinggal mengasah dan mengembangkan lebih lanjut dengan program pendidikan al-Qur'an yang dicanangkan di sekolahnya masing-masing. Begitu pula ketika lanjut SMP/MTs, SMA/MA dan perguruan tinggi. Akhirnya, para orangtua dan pemerintah Desa dapat terbantukan dan institusi pendidikan pun tidak pusing dan repot lagi dengan siswa dan mahasiswanya gara-gara tidak bisa membaca al-Qur'an.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun