Felix langsung terbahak. "Terima kasih, Tuhan. Engkau sungguh adil. Hahaha!"Â
Aku tak menanggapi.
"Tapi bagaimanapun, Diah tetap condong kepadaku. Diah menganggapku sebagai sahabat. Sedang kau, kau dianggapnya sebagai teman. Sahabat itu levelnya tiga kali lebih dibanding teman."
Kepalaku langsung keluar tanduk. "Nggak bisa. Sahabat, selamanya akan menjadi sahabat. Kalau teman dia bisa menjadi mesra." Aku tak mau kalah.
"Tapi nyatanya kita berdua ditolak."
"Ya," sahutku, lemah.
"Ya." Felix. Lebih lemah lagi.
***
Lebakwana, Juni 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H