Tapi kemudian orang-orang itu tersentak saat mengintip kembali ke dalam. Tubuh Pak Slamet bergetar.Â
Suara-suara tertahan, bergetar.Â
"Ampuni, ampuni ya Allah...!"
Pak Slamet menangis. "Apa aku bersalah kalau merasa senang saat tetanggaku meninggal...?"Â
Orang-orang pun tercekat. Jadi? Jadi... Â jadi selama ini kecurigaan mereka benar?Â
Serempak mereka berdiri, dan langsung menggedor-gedor pintu.Â
"Keluar! Pak Slamet keluar!"
Tak lama, Pak Slamet membuka pintu rumahnya. Ia masih memakai sarung. Terheran-heran ia melihat banyak orang di depan rumahnya.Â
"Ada apa ribut-ribut malam-malam begini? Pak Udin, Pak Japar? Yanto?"
"Alah, Pak Slamet jangan berpura-pura. Kami sudah tahu semuanya."
"Berpura-pura, bagaimana?"