Mereka berdua berusaha membuka pintu, namun pintu itu tidak bergerak sedikit pun. Tiba-tiba, udara di dalam ruangan menjadi semakin dingin, hampir membekukan. Lilin-lilin itu, yang tadinya menyala terang, sekarang mulai berubah menjadi api biru yang misterius.
Suara Darius bergema di sekeliling mereka, meski sosoknya tidak terlihat. "Kau tidak bisa melarikan diri, David. Ini adalah akhir dari semua jejakmu."
David menarik napas dalam-dalam, mencoba tetap tenang. "Putri, ada jalan keluar lain?"
Putri melihat ke sekeliling ruangan, matanya mencari celah atau jendela yang bisa mereka gunakan. "Tidak ada," jawabnya. "Kecuali... kecuali lantai itu."
David mengikuti pandangan Putri ke lantai kayu di bawah altar, yang tampak sedikit lebih baru daripada kayu lainnya. "Kau pikir ada ruang di bawah sana?" David bertanya.
Putri mengangguk. "Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya."
Dengan segera, mereka berdua berlari ke altar. David mengangkat sepotong kayu yang longgar di lantai, memperlihatkan sebuah pintu jebakan yang tersembunyi. "Ini dia!" teriaknya.
Tanpa ragu, mereka membuka pintu jebakan itu dan melompat turun ke dalam kegelapan.
Mereka mendarat di sebuah lorong bawah tanah yang panjang dan lembab. Lorong itu diterangi oleh beberapa obor yang menyala di dinding, memberi kesan bahwa tempat ini sering digunakan.
David dan Putri berjalan menyusuri lorong itu dengan cepat, suara langkah kaki mereka bergema. Di ujung lorong, mereka melihat sebuah pintu besar dari besi.
"Sepertinya ini jalan keluar," gumam David.