"Benar," sahut David. "Simbol ini bukan sembarang simbol. Ini adalah simbol dari sebuah sekte kuno yang sudah lama hilang. Mereka percaya bahwa dengan mengorbankan jiwa, mereka bisa mencapai keabadian."
Putri terkejut. "Jadi, kau pikir pembunuhan ini adalah bagian dari ritual?"
David mengangguk pelan. "Aku tidak tahu pasti, tapi aku punya firasat kuat. Ada seseorang di luar sana yang mencoba menghidupkan kembali ritual kuno ini."
Malam semakin larut, namun David dan Putri masih berada di kantor polisi, memeriksa berkas-berkas kasus yang menumpuk. Ketika mereka tengah asyik berdiskusi, sebuah telepon berbunyi memecah keheningan. David mengangkatnya dengan cepat.
"Halo?"
Suara di ujung sana terdengar cemas. "Detektif David, kami menemukan mayat lagi. Kali ini di dekat taman kota."
David langsung berdiri. "Kami akan segera ke sana." Dia menutup telepon dan menatap Putri. "Ada korban lagi. Di taman kota."
Mereka segera meluncur ke lokasi. Hujan masih turun deras ketika mereka tiba. Di tengah taman yang sepi, tampak tubuh seorang pria terbujur kaku di atas tanah basah. Seperti korban-korban sebelumnya, pria itu juga tewas dengan luka di leher dan tangan terikat.
David mendekati tubuh korban, memeriksa dengan teliti. "Dia baru saja dibunuh, mungkin hanya beberapa jam yang lalu," katanya sambil memeriksa luka di leher korban.
Putri mengamati sekitar. "Tak ada saksi mata. Lokasinya terlalu terpencil. Siapa pun yang melakukannya tahu persis apa yang dia lakukan."
Saat mereka berdua tenggelam dalam pikiran masing-masing, seorang petugas forensik mendekati mereka. "Kami menemukan sesuatu," katanya sambil menyerahkan sebuah kertas kecil kepada David.