Darius tertawa kecil, senyumnya menyebar lebar. "Lolos? Oh, David, kau salah paham. Aku tidak pernah ingin lolos. Ini adalah takdirku. Dan kau, kau adalah bagian dari takdir itu."
Putri berdiri di sebelah David, matanya tajam menatap Darius. "Takdir? Semua ini hanya permainan gila. Kau membunuh orang-orang tak berdosa untuk apa? Untuk sebuah kepercayaan kuno yang sudah lama mati?"
Darius mengangguk pelan. "Kalian tidak akan pernah mengerti. Cahaya Abadi bukan hanya sekte, ini adalah kebenaran yang tersembunyi dari dunia ini. Dan dengan kematian mereka, aku semakin dekat pada keabadian."
David merasakan darahnya mendidih. "Kau sakit, Darius. Kau harus dihentikan."
Darius tersenyum lebih lebar. "Oh, David, kau memang orang yang tepat untuk mengatakan itu. Kau tahu, sejak pertama kali kita bertemu sepuluh tahun lalu, aku sudah tahu bahwa kau adalah kunci dari semua ini. Kau adalah orang terakhir yang harus aku korbankan untuk menyelesaikan ritual ini."
Putri segera bereaksi, "David, jangan dengarkan dia. Ini hanya tipu daya."
Namun, sebelum David bisa merespons, Darius bergerak dengan kecepatan yang luar biasa, menarik tali di tangannya. Tiba-tiba, pintu di belakang mereka tertutup rapat dan terkunci otomatis. Lampu-lampu di ruangan itu meredup, meninggalkan hanya cahaya lilin yang berkedip-kedip.
"Selamat tinggal, David," kata Darius, suaranya berubah menjadi nyaris seperti bisikan setan. "Ritual ini telah dimulai."
Darius melangkah mundur ke altar, mulai mengucapkan mantra dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh David maupun Putri. Lilin-lilin di sekeliling altar mulai bergetar lebih kuat, dan udara di ruangan itu terasa semakin berat.
David, dengan cepat, menembakkan pistolnya ke arah Darius, namun peluru itu hanya mengenai dinding. Darius menghilang, bayangannya memudar seperti asap.
"Dia menggunakan trik lagi!" David berteriak. "Kita harus keluar dari sini!"