Mohon tunggu...
aweyyy
aweyyy Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Seorang anak SMA yang mencoba hal baru dengan menulis sebuah blog berbekal pengalaman dan hobi menulis cerita-cerita pendek.

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Mendekap Sang Mentari

7 Mei 2023   01:10 Diperbarui: 7 Mei 2023   01:10 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Mendengar jawaban sahabatnya Fia hanya bisa menghela nafasnya sembari menggelengkan kepalanya. “Iya deh . Terus ini kamu mau gimana? Kamu berani memberikan surat itu pada kedua orang tuamu?”

            Renjana hanya diam tak menjawab. Ia lalu menelungkupkan kepalanya ke meja. Dan Fia pun hanya bisa mengusap-usap punggung sahabatnya sebagai bentuk memberikan semangat padanya. Hingga akhirnya guru datang dan pelajaran pun dimulai.

            KRING... KRING... KRING...

            Bel pulang sekolah telah berbunyi namun hal itu tidak membuat Renjana menampakkan senyumnya. Biasanya ia akan tersenyum lebar saat bel pulang sekolah sudah berbunyi. Namun, karena ia teringat harus memberikan surat panggilan pada orang tuanya senyum pun tak muncul di wajahnya sedikitpun.

            Anak-anak kelas sudah meninggalkan ruang kelas. Tetapi tidak dengan Renjana. Ia masih duduk di sana sambil menelungkupkan kepalanya di meja. Renjana tidak sendirian, ia di temani sahabatnya, Fia.

            Cukup lama Fia menemani Renjana di kelas tanpa berkata apa pun. Fia hanya duduk di sebelah Renjana sambil menatap iba pada sang sahabat. Karena tak melihat tanda-tanda Renjana ingin pulang, Fia pun akhirnya pamit pada Renjana. Selain itu Fia juga sudah di jemput oleh ibunya. Renjana pun hanya menganggukan kepalanya dan melambaikan tanggannya dengan lemas pada sahabatnya itu.

            Fia pun hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku sahabatnya itu. Ia tidak marah. Karena sangat  memahami perasaan Renjana saat ini. Sebenarnya ia masih ingin menemani Renjana tetapi ia sudah di jemput ibunya karena ada acara keluarga di rumahnya.

            Akhirnya setelah merasa sudah cukup lama ia di kelas, dengan wajah masam, bibir tertekuk kebawah, dan tubuh yang tampak lesu. Renjana pun menuju tempat parkir untuk mengambil motornya dan pulang ke rumah. Tak lupa ia memaki-maki Dirgantara sepanjang perjalanan. Padahal ini adalah waktu favoritnya tetapi menjadi terasa suram karena ulah Si Ketos Kampret itu.

            Melihat motor Dirgantara di tempat parkir membuat Renjana teringat betapa mengesalkannya lelaki itu. Ia pun kemudian mempunyai niat jahat pada lelaki itu. “Wah, kempesin gapapa kali ya? Salah sendiri resek banget jadi orang.” Ucap Renjana sembari melihat keadaan sekitar.

            Melihat keadaan sekitar yang cukup sepi mengingat memang Renjana sengaja pulang lebih lama dari waktu bel pulang. Dengan waspada Renjana pun memulai aksinya. Pertama-tama Renjana membuka tutup pentil pada ban motor. Kemudian ia menekan bagian penonjok pada tengah pentil.  Lalu keluarlah angin dari dalam ban, pertanda ban itu akan kempis.

“Hahah rasain!” Sambil kembali memasangkan tutup pentil pada ban, Renjana tertawa jahat. Layaknya antagonis dalam novel-novel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun