Hukum Tuhan memang sangat kejam karena pilih kasih. Dan tidak mengenal belas kasihan. Tetapi maha Adil. Dan tidak sembarang menghukum.
Bandingkan kasus Ahok dengan kasus Ariswendho, Lia Eden dan Musadeq. Tidak bisa disamakan. Karena zamannya tidak sama.
Tetapi mereka dijatuhi hukuman berdasar KUHP. KUHP bukan berisi hukum Tuhan.
Betul. Tetapi semua hukum yang disusun manusia tidak boleh bertentangan dengan hukum hehidupan yang tersurat dan tersirat dari semua kitab suci agama yang dimiliki seluruh umat manusia.
Seorang terpidana menghukum dirinya berdasar vonis hakim. Dibantu dilaksanakan oleh semua yang ada di lingkungannya. Baik yang di lapas maupun yang di luar lapas.
Pengadilan hanya digelar kalau negara harus mengadili siapa pun yang dituduh dengan disertai bukti melanggar aturan negara, apa pun bentuknya.
Menurut penulis. Sekali ini pengadilan terkesan terpaksa digelar untuk “mengendalikan” demonstrasi-demonstrasi yang menuntut dengan keras “Ahok segera diakhiri.”
Aparat penegak hukum sangat bijak dan kompak saling mendukung menghadapi masalah yang sama. Tidak tepat jika penegak hukum terkesan buru-buru melempar bola panas. Yang pasti semua pihak yang berperkara bisa segera diarahkan pada jalur hukum yang semestinya.
Orasi penyesatan publik
Para provokator mengobarkan demonstrasi besar-besaran dengan menyatakan bahwa di negara demokrasi boleh—tidak melarang, demonstrasi. Demonstrasi adalah hak omong dan berorganisasi yang dijamin oleh konstitusi. Siapa pun boleh menyampaikan pendapat di muka umum.
Orasi yang demikian adalah penyesatan aturan negara kepada publik. Yang dicoba disesatkan adalah mereka yang mengerti tetapi pura-pura tidak mengerti. Sangat berbahaya.