Persidangan kedua tidak berlangsung lama. Pasti akan dilanjutkan dengan sidang ketiga yang menetapkan meneruskan proses persidangan-persidangan berikutnya. Pasti juga akan berlanjut sampai harus lewat pengadilan tingkat tinggi dan juga kasasi ke Mahkamah Agung.
Sampai ada keputusan pengadilan yang ditetapkan Mahkamah Agung yang berkekuatan tetap dan mengikat. Memutuskan Ahok tetap tidak bersalah berdasar atas keyakinan hakim yang berwenang memutuskan perkara.
Semua hakim di tingkat peradilan manapun mungkin sangat tahu bahwa apa pun putusan dalam perkara ini. Ahok dipidana atau dibebaskan sama saja dampaknya. NKRI akan agak dirusuhkan sementara. Beruntung NKRI sudah terlatih menghadapi berbagai kesulitan dahsyat dalam bernegara. Maklum dunia katanya masuk pada episode “akhir zaman.”
Penulis berani menulis bahwa sampai lembaga Mahkamah Agung pun akan memutuskan Ahok tidak bersalah. Karena penulis memastikan bahwa dalam kasus ini pengadilan MA tidak akan pernah memutuskan perkara berdasar tulisan siapa pun. Keputusan hakim minimal pasti berdasar atas “keyakinan” bersama.
Penistaan agama tidak butuh keadilan
Persidangan pengadilan tuduhan penistaan agama oleh Ahok pasti akan terasa membosankan, meletihkan dan seperti bertele-tele.
Karena yang di perdebatkan seakan-akan adalah persepsi si terdakwa dengan persepsi penuntut.
Keterangan saksi-saksi ahli. Saksi ahli tasir dan ahli bahasa bermanfaat bagi masyarakat dunia. Tetapi tidak bermafaat bagi persidangan itu sendiri.
Harapan demonstran, hasil yang ingin didapat pasti bukan keadilan. Rasa keadilan tidak diperlukan, yang diperlukan adalah keputusan persepsi siapa yang dibenarkan. Yang penting tuntutan “Ahok diakhiri” seperti tidak boleh diabaikan.
Berbagai macam kasus yang menistakan agama agaknya akan terus berlanjut dilakukan oleh banyak pihak di muka bumi. Terkait dengan berbagai kepentingan yang sengaja dimunculkan dengan macam-macam modus penghinaan agama.
Hal ini menunjukkan betapa penting nilai-nilai kebenaran—agama, bagi kehidupan yang berperadaban.