Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membedah Kebenaran Isra Mi'raj melalui Psikologi Pengakuan dan Analisis Forensik Naratif

28 Januari 2025   15:14 Diperbarui: 28 Januari 2025   15:31 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dengan menggunakan teori consistency bias dan motif attribution dalam psikologi, serta teknik analisis forensik seperti pengujian naratif konsisten, verifikasi geografis, dan dampak sosial, kami mengeksplorasi:

1. Apakah narasi Nabi Muhammad SAW tentang Isra Mi'raj menunjukkan tanda-tanda integritas kognitif dan emosional?

2. Bagaimana elemen-elemen narasi ini dapat diuji melalui prinsip-prinsip analisis kontemporer?

Hasil kajian ini menemukan bahwa klaim tersebut memiliki karakteristik pengalaman autentik: konsistensi internal, koherensi historis, dan dampak transformasional. Artikel ini menawarkan pendekatan interdisipliner yang tidak hanya menjembatani sains dan agama tetapi juga membuka jalan baru dalam menguji peristiwa transendental.

Latar Belakang

1. Signifikansi Isra Mi'raj dalam Tradisi Islam

Isra Mi'raj adalah peristiwa monumental dalam tradisi Islam yang melibatkan dua fase utama: Isra, perjalanan malam Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Mi'raj, perjalanan spiritual Nabi dari Masjid Al-Aqsa menuju Sidratul Muntaha, melintasi tujuh lapis langit hingga bertemu dengan Allah SWT.

Peristiwa ini tidak hanya menjadi simbol keimanan, tetapi juga tonggak penting dalam sejarah Islam. Isra Mi'raj dikaitkan dengan penetapan kewajiban shalat lima waktu, menjadikannya dasar ritual utama dalam ibadah Muslim. Selain itu, narasi ini menyampaikan pesan moral, spiritual, dan kosmologis yang memperkuat keimanan umat Islam pada keajaiban dan kekuasaan Allah SWT.

Namun, sifat peristiwa ini yang transendental dan melampaui batas realitas fisik menjadikannya subjek yang sulit diverifikasi secara empiris. Dalam tradisi Islam, Isra Mikraj diterima berdasarkan otoritas wahyu dan pengakuan Nabi Muhammad SAW sebagai sumber terpercaya.

2. Tantangan Epistemologis dalam Menilai Pengalaman Transendental

Menilai pengalaman transendental seperti Isra Mi'raj menghadirkan tantangan besar, terutama dalam konteks epistemologi modern yang sering mengandalkan empirisme dan verifikasi. Beberapa tantangan utama meliputi:

  1. HALAMAN :
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun