Di sisi lain, agama memberikan kita konteks dan makna yang mendalam tentang peristiwa transendental ini. Isra Mi'raj dalam tradisi Islam tidak hanya dilihat sebagai pengalaman fisik, tetapi juga sebagai peristiwa spiritual yang mengandung pelajaran moral dan filosofis yang mendalam. Dalam hal ini, agama menyediakan pengetahuan yang bersifat lebih holistik, yang tidak terbatas pada bukti material dan fisik. Pengalaman Nabi Muhammad dalam perjalanan ini menjadi simbol dari dimensi spiritual yang lebih tinggi, yang dapat memberikan inspirasi dan panduan bagi umat manusia dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari.
Dengan pendekatan interdisipliner yang menggabungkan sains dan agama, kita dapat lebih memahami bagaimana peristiwa transendental seperti Isra Mi'raj dapat memiliki signifikansi yang mendalam dalam konteks spiritual, sosial, dan filosofis. Sains memberikan kita kerangka untuk memahami dunia fisik dan empiris, sementara agama menawarkan pandangan yang lebih luas tentang makna kehidupan dan hubungan manusia dengan yang transenden. Kombinasi keduanya memberikan wawasan yang lebih lengkap, meskipun tidak dapat membuktikan atau membantah kebenaran pengalaman transendental itu sendiri.
Dengan demikian, meskipun kita tidak dapat menggunakan sains empiris untuk membuktikan klaim Isra Mi'raj, baik melalui metode psikologis, forensik naratif, atau verifikasi geografis, narasi ini tetap memiliki nilai kebenaran dalam konteks spiritual dan historis. Pendekatan interdisipliner yang menggabungkan psikologi pengakuan, analisis forensik, serta pemahaman agama, memberikan perspektif yang lebih luas tentang pentingnya Isra Mi'raj sebagai pengalaman transendental yang memiliki dampak sosial, moral, dan spiritual yang signifikan bagi umat Islam dan bahkan bagi umat manusia secara keseluruhan. Dengan memadukan kedua dimensi ini, kita dapat lebih memahami bagaimana peristiwa tersebut memberi makna yang lebih dalam daripada sekadar sebuah cerita sejarah atau klaim yang harus dibuktikan secara fisik.
Referensi
1. Al-Qur'an dan Hadis Terkait Isra Mi'raj
Al-Qur'an dan hadis merupakan sumber utama yang membentuk pemahaman umat Islam mengenai peristiwa Isra Mi'raj. Isra Mi'raj adalah peristiwa spiritual yang melibatkan perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, dan kemudian perjalanan naik ke langit untuk bertemu dengan Allah SWT.
Al-Qur'an:
Dalam Surah Al-Isra (17:1), Allah SWT berfirman, "Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjid Al-Aqsa, yang Kami berkati sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." Ayat ini mengisyaratkan perjalanan fisik dan spiritual Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Yerusalem, yang merupakan bagian pertama dari peristiwa Isra.
Selanjutnya, dalam Surah An-Najm (53:13-18), terdapat uraian tentang Mikraj, yaitu perjalanan Nabi Muhammad SAW dari dunia ke langit dan bertemu dengan berbagai nabi serta Allah SWT. Ayat-ayat ini memberikan gambaran singkat namun mendalam mengenai pengalaman transendental Nabi Muhammad.
Hadis:
Hadis-hadis sahih yang menceritakan Isra Mi'raj, seperti yang terdapat dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, mengungkapkan lebih banyak rincian tentang pengalaman Nabi selama perjalanan tersebut, termasuk pertemuannya dengan para nabi, penggambaran Sidratul Muntaha, serta perintah untuk menunaikan shalat lima waktu. Hadis-hadis ini menjadi dasar pemahaman tentang dimensi spiritual dan moral yang terkandung dalam Isra Mi'raj.