Implikasi Bobot Interaksi
Bobot interaksi ini memiliki implikasi signifikan pada perilaku sistem secara keseluruhan:Â
Fenomena Konstruktif: Jika mayoritas interaksi bersifat positif, sistem cenderung mengalami emergensi, di mana sifat baru muncul sebagai hasil dari interaksi kolektif.
-
Fenomena Destruktif: Jika interaksi negatif mendominasi, sistem dapat runtuh atau gagal mencapai kondisi emergen. Ini dapat menjelaskan fenomena seperti kegagalan fungsi dalam jaringan saraf atau keruntuhan ekosistem.
Dengan memadukan definisi level interaksi, susunan kombinatorik, dan bobot interaksi ini, teori ini menawarkan kerangka yang lebih menyeluruh untuk menjembatani reduksionisme, emergensi, dan holon dalam memahami sistem kompleks.
3. Pendekatan Filosofis
3.1. Reduksionisme dalam Sistem Kompleks
Reduksionisme, yang berakar dalam tradisi mekanistik Descartes dan Newton, mendefinisikan dunia sebagai sistem yang dapat dipecah menjadi bagian-bagian kecil, dengan hukum dasar fisika sebagai penjelasan universalnya. Dalam konteks sistem kompleks, reduksi bertujuan untuk memahami fenomena dengan mengurai ke level rendah dalam hierarki, seperti: Penguraian Level Rendah: Dalam biologi, ini terlihat pada biologi molekuler yang mencoba menjelaskan fungsi organisme hidup melalui genetik dan biokimia (Watson dan Crick, 1953). Dalam fisika, reduksi digunakan untuk menjelaskan dinamika sistem makro seperti termodinamika berdasarkan perilaku partikel individu dalam mekanika statistik.
Namun, reduksionisme menghadapi limitasi signifikan: Tidak mampu menjelaskan sifat emergen, yaitu fenomena makro yang muncul dari interaksi kompleks di level mikro. Sebagai contoh: Kesadaran manusia tidak dapat sepenuhnya dijelaskan hanya melalui interaksi antar neuron (Sperry, 1980). Pola cuaca global tidak dapat diramalkan hanya dengan mempelajari molekul udara individu. C. D. Broad (1925) menyebut reduksionisme terlalu sederhana untuk menangkap interaksi non-linear, di mana "keseluruhan lebih besar dari jumlah bagian-bagiannya."
3.2. Emergensi dalam Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Emergensi menggambarkan fenomena di mana sifat baru muncul pada level tinggi akibat interaksi di level rendah, tanpa dapat direduksi langsung ke elemen penyusunnya. Filsafat emergensi mendapatkan landasan kuat dari pemikiran Broad dan Samuel Alexander (1920-an), yang menekankan bahwa sifat emergen adalah hasil dari dinamika kolektif.