Kisah Ibnu Haytam dan Sayid Quthb adalah cerita tentang bagaimana kesunyian dan keterasingan, yang tampak seperti hukuman, justru melahirkan karya yang mengguncang dunia.
Ibnu Haytam menemukan ilmu optik dalam kegelapan sel, menggunakan cahaya kecil yang nyaris tak terlihat untuk membuka mata dunia. Sayid Quthb, dalam tekanan penjara politik, menuliskan pemikiran yang bergema jauh melampaui tembok yang mengurung tubuhnya.
Keduanya menunjukkan bahwa keterbatasan fisik tidak berarti keterbatasan mental. Bahwa kadang kesunyian yang dipaksakan, bahkan kebisingan penderitaan, adalah ruang kosong yang sempurna untuk melahirkan ide-ide besar.
Dan seperti pengalaman saya, ketika keheningan total justru membekukan kreativitas, atau gangguan kecil seperti "istri cerewet" malah memantik ide-ide yang menyala, kisah Ibnu Haytam dan Quthb mengingatkan kita bahwa kreativitas tidak lahir dari ruang steril, melainkan dari ketegangan antara keterbatasan dan kebebasan batin.
Penjara mereka adalah sunyi yang bising. Dan dalam sunyi itu, sejarah ditulis.
Nabi Yusuf: Tafsir Mimpi di Balik Jeruji
Bau, lembab, dan dingin adalah teman setia di penjara Mesir itu. Teriakan dan keluhan para tahanan seakan menjadi latar suara yang tidak pernah berhenti, siang maupun malam. Namun di salah satu sudut sel, seorang pemuda tampak tenang. Matanya tajam, sorotnya penuh harap. Dialah Nabi Yusuf, putra Ya'qub, yang dikurung bukan karena kejahatan, tetapi karena fitnah keji yang tak pernah ia lakukan.
Seorang tahanan mendekat, wajahnya penuh keraguan, "Yusuf, aku mendengar kau bisa menafsirkan mimpi. Aku bermimpi memeras anggur untuk raja. Apa artinya?"
Tak lama, tahanan lain menyela, "Aku bermimpi membawa roti di atas kepalaku, tapi burung-burung memakannya. Katakan, Yusuf, apa yang terjadi padaku?"
Yusuf tersenyum kecil. Dalam penjara sempit itu, di tengah keputusasaan orang-orang yang tak lagi percaya pada hidup, ia mendengarkan, memahami, dan menafsirkan. "Salah satu dari kalian akan dibebaskan dan bekerja melayani raja. Sedangkan yang lainnya... akan menemui ajalnya," ujarnya dengan lembut namun pasti. Suaranya tenang seperti aliran air, meski kabar yang ia sampaikan berat.
Waktu berlalu. Kabar tentang Yusuf, tentang kemampuannya menafsirkan mimpi, menyebar hingga ke telinga raja. Suatu malam, raja bermimpi, mimpi yang aneh dan mengguncangkan dimana tujuh sapi gemuk dimakan oleh tujuh sapi kurus, tujuh bulir gandum hijau ditelan oleh tujuh bulir yang kering.
Raja gelisah, memanggil semua penasihatnya. "Tafsirkan mimpi ini untukku!" seru raja.
Tetapi tak ada yang mampu menjawabnya. Hingga seseorang teringat, "Ada seorang pemuda di penjara. Namanya Yusuf. Ia ahli menafsirkan mimpi."